Mari kita berandai-andai. Pada suatu hari di masa depan, manusia sudah bisa menelusuri perjalanan antar galaksi. Peta galaksi yang tersedia menjadi pemandu utama untuk berpindah dari satu galaksi ke galaksi lain dan untuk membawa manusia kembali ke Bumi. Peta yang jadi panduan para penjelajah angkasa itu dibuat oleh sebuah satelit bernama Gaia yang beroperasi selama 5 tahun sejak diluncurkan pada tahun 2013.
Peta dengan ketelitian sangat tinggi yang berisi lebih dari 1 miliar bintang itu menjadi langkah awal untuk pembuatan peta terus diperbarui dari masa ke masa…
Tapi semua tak pernah ada kalau di masa lampau, para astronom tak pernah memulai untuk mengukur posisi bintang seakurat mungkin. Pengukuran ini dimulai oleh Hipparchus (c. 190 SM–c. 120 SM), yang mampu membuat pengukuran posisi bintang yang teliti untuk jamannya.
Tradisi astrometri atau pengukuran posisi bintang terus berkembang dari masa ke masa. Sampai ketika ambang batas ketelitian intrumen landas Bumi telah dicapai. Ketika cahaya bintang melewati atmosfer Bumi, berkas cahaya tersebut akan bergetar dan menyulitkan pengukuran posisi dengan teliti. Astrometri mulai ditinggalkan….
Sensus “Penduduk” ala Gaia
Untuk mengatasi permasalahan atmosfer, pengamatan pun dialihkan ke luar Bumi. Tercatat, satelit Hipparcos memulai pekerjaannya di tahun 1989 selama 4 tahun, dan berhasil mengamati posisi, sudut paralaks, dan gerak diri sekitar 120000 ribu obyek. Selain itu, Hipparcos juga berhasil mengukur posisi dan gerak diri 2,5 juta bintang.
Langkah Hipparcos jadi tonggak awal misi satelit Gaia yang dibangun selama 13 tahun dan diluncurkan pada tahun 2013. Dan data yang sudah diambil Hipparcos juga masih digunakan untuk validasi data yang diperoleh misi Gaia.
Satelit Gaia ini mirip petugas sensus penduduk yang memetakan sebaran penduduk di sebuah negara. Sensus penduduk sangat berguna untuk bisa memberi informasi kependudukan bagi pemerintah. Ada berapa banyak penduduk di suatu daerah. Berapa orang dewasa, remaja, anak-anak, belum lagi ragam pekerjaan, pendidikan dll.
Nah, sensus seperti itulah yang dilakukan satelit Gaia.
Satelit milik Badan Antariksa Eropa (ESA) ini melakukan survei seluruh langit dan mengukur posisi serta kecerlangan dari 1142 juta bintang atau 1,142 miyar bintang dengan kecerlangan 20 magnitudo. Selain itu Gaia juga melakukan pengukuran posisi, paralaks, gerak diri dan kecepatan radial dari 100 juta obyek yang lebih terang dari 17 magnitudo.
Semenjak diluncurkan pada tahun 2013, hanya dalam 6 bulan Gaia sudah berhasil melakukan survei seluruh langit. Pengukuran yang berulang selama 5 tahun akan memberikan data dengan tingkat ketelitian yang lebih akurat.
Selama melakukan sensus kependudukan di langit, pengambilan data awal Gaia belum sepenuhnya mampu mengenali bintang variabel. Selain pengukuran astrometri yang meliputi posisi, paralaks, dan gerak diri, Gaia juga melakukan pengamatan untuk melihat perubahan kecerlangan bintang dari waktu ke waktu, maupun pengamatan kecepatan radial. Pengamatan perubahan kecerlangan selama 5 tahun akan memberikan informasi apakah bintang yang diamati merupakan bintang variabel atau bukan. Sedangkan pengamatan kecepatan radial dapat digunakan untuk mencari planet baru. Parameter astrofisika seperti temperatur, gravitasi permukaan, kandungan unsur berat dari bintang tunggal, bintang ganda, galaksi, quasar dan semua obyek yang diamati Gaia.
Gaia memang bertugas selama 5 tahun. Tapi, data yang ia ambil secara bertahap dikirimkan ke para peneliti di Bumi untuk kemudian dirilis. Jangan bayangkan kalau Gaia akan mengirimkan foto-foto indah dari langit meskipun kameranya sangat mumpuni dan merupakan kamera terbesar yang dikirim ke luar angkasa. Yang dikirimkan Gaia hanya data bintang yang dideteksi untuk diolah oleh para astronom, data lainnya dibuang.
Rilis Data Pertama Gaia
Setelah bertugas selama 1000 hari, tim Gaia merilis data pertama yang dikumpulkan selama 14 bulan sejak beroperasi pada bulan Juli 2014. Katalog pertama yang berhasil disusun oleh tim Gaia dirilis tanggal 14 September 2016.
Data tersebut berasal dari survei langit yang mengukur kecerlangan dan posisi lebih dari 1 miliar bintang. Dari katalog ini jugalah, peta 3D yang sangat detil dari galaksi Bima Sakti berhasil dibuat.
Selain data posisi 1 miliar bintang, rilis pertama Gaia juga melingkupi data posisi, gerak diri, dan paralaks dari 2 juta obyek yang diamati Gaia. Hasil ini bisa diperoleh setelah melakukan perbandingan dan verfikasi dengan data dua juta obyek yang sama di katalog Hipparcos dan Tycho-2. jarak dan gerak kedua juta obyek tersebut di langit juga pada akhirnya bisa diketahui, meskipun data yang dikirimkan Gaia masih minim.
Dulu.. dari misi Hipparcos, analisa struktur 3D dan dinamika bintang hanya bisa dilakukan untuk bintang-bintang di gugus Hyades, gugus terbuka terdekat dari Matahari. Jarak yang bisa diukur juga hanya untuk 80 gugus bintang dengan batasan jarak 1600 tahun cahaya dari Matahari. Nah, satelit Gaia melampaui kemampuan Hipparcos. Data pertama Gaia memungkinkan para astronom untuk mengukur jarak dan mengetahui gerak bintang di 400 gugus bintang dengan jarak sampai 4800 tahun cahaya. Untuk 14 gugus terbuka yang paling dekat dengan Matahari, data yang diperoleh Gaia memberi indikasi yang mengejutkan. Bintang-bintang yang ada di dalam gugus tersebut ternyata jauh dari pusat gugus. Sepertinya bintang-bintang tersebut sedang melepaskan diri dan menghuni area lain di Bima Sakti.
Rilis data pertama Gaia memiliki keterbatasan yakni jangka waktu pengamatan yang pendek hanya 14 bulan. Akibatnya jumlah pengamatan pun sedikit. Karena itu, seluruh bintang dianggap sebagai bintang tunggal. Meskipun demikian, ada sekitar 3194 bintang variabel yang diamati oleh Gaia. Bintang variabel merupakan bintang yang berubah-ubah kecerlangannya. Bintang-bintang tersebut bisa dikenali jika dilakukan pengamatan berulang-ulang pada area yang sama. Inilah yang dilakukan Gaia di bulan pertama tugasnya saat memindai area Awan Magelan Besar, galaksi tetangga kita. Dari sinilah Gaia bisa melihat terjadinya perubahan kecerlangan dengan akurat pada bintang-bintang tersebut.
Dari hasil survei Gaia, 386 bintang variabel merupakan penemuan baru. Bintang-bintang Variabel yang diamati merupakan bintang Cepheid dan RR Lyrae yang memiliki perubahan kecerlangan berkala. Kedua tipe bintang variabel tersebut merupakan indikator penting dalam pengukuran jarak kosmik.
Jika dengan paralaks, jarak bintang-bintang di Bima Sakti dapat diketahui, maka dengan bintang variabel Cepheid maupun R R Lyrae, jarak ke galaksi-galaksi jauh bisa diukur. Keduanya juga dikenal sebagai lilin penentu jarak. Pemindaian berulang-ulang yang dilakukan Gaia kan menghasilkan kurva cahaya yang memperlihatkan perubahan kecerlangan bintang. Dari data inilah, para astronom akan dapat mengenali bintang – bintang variabel yang ada. Dengan mengetahui jarak bintang-bintang variabel di Bima Sakti, di masa depan, jarak ke galaksi-galaksi yang sangat jauh bisa ditentukan.
Data Gaia dirilis untuk umum sejak tanggal 14 September 2016. Tujuannya agar data tersebut dapat digunakan oleh astronom dan mahasiswa astronomi atau yang tertarik meneliti untuk melakukan kajian dan analisa data tersebut. Dari data astrometri yang diperoleh Gaia, kita bisa menganalisa pergerakan bintang-bintang dekat di sekitar Matahari selama beberapa juta tahun lagi untuk mengetahui apakah Matahari akan berpapasan dekat dengan bintang lain atau tidak. Jika ada papasan dekat, apa pengaruhnya pada sistem Tata Surya.
Atau kita bisa menggunakan data yang ada untuk mengukur jarak galaksi-galaksi dan membuat peta galaksi di alam semesta. Siapa tahu, suatu hari kelak… peta yang dibuat dari data Gaia akan menjadi panduan kita dalam menjelajah alam semesta.
Jadi, apakah kamu tertarik mengolah data Gaia? selamat mencoba!
Tulis Komentar