fbpx
langitselatan
Beranda » Uap Air Ditemukan di Planet Kerdil Ceres

Uap Air Ditemukan di Planet Kerdil Ceres

Untuk pertama kalinya uap air, tanpa diragukan lagi, telah ditemukan di objek yang berada di sabuk asteroid berkat mata inframerah teleskop Herschel milik Badan Antariksa Eropa (ESA).

Dari pengamatan sejak tahun 2011 hingga 2013 Herschel mendeteksi uap air di Ceres, objek terbesar di sabuk asteroid. Sabuk asteroid terletak di antara orbit Mars dan Jupiter. Berbeda dengan kebanyakan asteroid, Ceres berbentuk bulat dan sejak 2006 digolongkan sebagai planet kerdil oleh International Astronomical Union (IAU), seperti halnya Pluto.

Ilustrasi Ceres dengan uap air yang dilepaskan. Planet kerdil ini berada di sabuk asteroid, yang terletak di antara orbit Mars dan Jupiter.  Inset menunjukkan sinyal absorpsi air yang dideteksi Herschel pada tanggal 11 Oktober 2012.  Kredit: ESA/ATG medialab/Kuppers dkk.
Ilustrasi Ceres dengan uap air yang dilepaskan. Planet kerdil ini berada di sabuk asteroid, yang terletak di antara orbit Mars dan Jupiter. Inset menunjukkan sinyal absorpsi air yang dideteksi Herschel pada tanggal 11 Oktober 2012. Kredit: ESA/ATG medialab/Kuppers dkk.

Planet kerdil berdiameter 950 km ini diduga tersusun dari inti batuan dan terdapat es di permukaannya. Mengetahui hal ini penting karena banyaknya es-air di sabuk asteroid akan mempengaruhi pemahaman kita akan evolusi Tata Surya. Ketika Tata Surya terbentuk 4,6 milyar tahun yang lalu, area tengahnya masih terlalu panas bagi air untuk bisa terkondensasi di lokasi planet Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars. Keberadaan air di planet-planet tersebut diduga berasal dari tumbukan-tumbukan dengan asteroid dan komet yang berlangsung lama sekitar 3,9 milyar tahun lalu.

Komet memang diketahui mengandung air, bagaimana dengan asteroid? Beberapa asteroid yang berperilaku seperti komet juga diamati menampakkan tanda-tanda adanya air, tapi belum pernah uap air betul-betul terdeteksi. Dengan menggunakan instrumen HIFI yang ada pada Herschel, para ilmuwan bisa menangkap spektrum uap air. Dengan demikian, untuk pertama kalinya air di sabuk asteorid dideteksi dan ini membuktikan bahwa Ceres mempunyai permukaan es dan memiliki atmosfer.

Namun demikian, Herschel tidak selalu mendeteksinya. Dari empat kali pengamatan dengan waktu yang berbeda-beda, hanya sekali tidak tampak tanda-tanda keberadaan uap air. Hal ini bisa dimengerti karena dalam perjalanannya mengorbit Matahari, ada kalanya Ceres melewati bagian yang lebih dekat ke Matahari. Pada saat inilah permukaan Ceres menjadi cukup hangat sehingga es di permukaan bisa menyublim, yaitu langsung berubah dari padat menjadi gas. Debu di permukaan juga turut terbawa, lapisan es di bawahnya pun terekspos, dan proses sublimasi itu akan terus berlanjut.

Diperkirakan 6 kg uap air dihasilkan tiap detiknya. Jumlah ini hanya membutuhkan sebagian kecil saja area di Ceres yang tertutup es, yaitu dari dua daerah yang 5% lebih gelap dari kebanyakan area di Ceres. Bagian yang gelap mampu menyerap lebih banyak sinar Matahari daripada area yang lebih terang sehingga proses sublimasi di area gelap tersebut lebih efisien. Kemungkinan lainnya sebagai sumber air ini adalah geyser atau gunung api es.

Informasi detail diharapkan akan tersedia segera karena pada saat ini wahana Dawn milik NASA sedang dalam perjalanan menuju ke sana setelah lebih dari setahun mengorbit asteroid Vesta. Musim semi tahun depan Dawn dijadwalkan sampai di Ceres dan akan mengamati geologi dan kimiawi permukaan Ceres dengan resolusi tinggi sehingga penyebab pelepasan gas itu dan bagaimana perubahannya dari waktu ke waktu bisa dipahami.

Hasil pengamatan Herschel ini menambah informasi mengenai distribusi air di Tata Surya. Karena Ceres menyumbang sekitar seperlima dari total massa sabuk asteroid, penemuan ini tidak hanya berharga bagi penelitian mengenai benda-benda kecil di Tata Surya, tapi juga untuk mengkaji lebih dalam tentang asal-usul air di Bumi.

Sumber: ESA/NASA

Avatar photo

Ratna Satyaningsih

menyelesaikan pendidikan sarjana dan magister astronomi di Departemen Astronomi Institut Teknologi Bandung. Ia bergabung dengan sub Kelompok Keahlian Tata Surya dan menekuni bidang extrasolar planet khususnya mengenai habitable zone (zona layak-huni). Ia juga menaruh minat pada observasi transiting extrasolar planet.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini