Pada tanggal 22 Januari 2013 yang lalu, bertempat di Taman Nasional Doi Inthanon, diresmikanlah TNO (Thai National Observatory), yaitu fasilitas observatorium dengan peralatan utamanya berupa teleskop berukuran 2.4 meter; teleskop optik terbesar untuk wilayah Asia Tenggara saat ini.
Opini
Apa yang terlintas di benakmu ketika mendengar kata sains? Hmm.. ada sebagian orang yang senantiasa mengasosiasikan sains sebagai pelajaran menakutkan yang sulit dipahami apalagi kalau harus menghafal rumus-rumusnya. Tentunya itu pekerjaan yang super tidak mudah.
Di penghujung tahun 2011, ada sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu follower langitselatan. Pertanyaan yang sederhana tapi sering ditanyakan oleh masyarakat.
Saya menulis artikel ini setelah berbincang dengan sanak saudara yang bersekolah di pelayaran. Dia bertamu bersama kedua temannya yang juga dari pelayaran. Salah satu topik pembicaraan adalah mengenai worst case scenario, ketika GPS di kapal mati dan kompas pun rusak. Pengetahuan tentang benda langit pun menjadi wajib bagi para taruna pelayaran sebagai sarana mencari arah mata angin.
Matahari adalah bintang yang paling dekat dengan Bumi. Posisi ini menyebabkan pengamatan matahari dengan menggunakan teleskop harus dilengkapi dengan filter matahari.
Awal tahun 2011 tampaknya berita tentang “perubahan zodiak” menjadi perhatian banyak orang. Yang menjadi pusat perhatian adalah bagian “perubahan zodiak” yang terkait tanggal kelahiran atau yang terkait ramal-meramal nasib ala astrologi.
Astronomi, ilmu yang satu ini hampir setua peradaban manusia itu sendiri. Bagaimana tidak, ia lahir bersama dengan kekaguman dan keingintahuan manusia akan langit dan apa yang ada di sana.
Perkembangan dunia internet tak pelak membawa warna baru dalam jalinan komunikasi dan penyediaan informasi bagi masyarakat. Populer dengan sebutan web 2.0 dunia pun berbagi informasi melalui berbagai media online. Satu di antaranya adalah blog.
Mungkin banyak orang sudah pernah berkunjung ke Observatorium Bosscha, baik para pakar Astronomi, Mahasiswa Astronomi, maupun para pengunjung dari Bosscha itu sendiri. Tetapi tidak untuk saya dan saudara kembar saya.
Astronomi memang telah melangkah jauh dibanding berabad-abad lampau ketika para matematikawan maupun fisikawan dan astronom memulai perjalanan ini dari pengamatan sederhana dan perhitungan-perhitungan sederhana yang justru membuka jalan bagi pengetahuan maha dasyat tentang alam semesta. Ruang maha luas yang tak bisa disentuh oleh manusia dan tetap menjadi misteri bagi peradaban di Bumi.
ambilkan bulan, bu
ambilkan bulan, bu
yang slalu bersinar di langit
di langit bulan benderang
cah’yanya sampai ke bintang
ambilkan bulan, bu
untuk menerangi
tidurku yang lelap di malam gelap
(AT Mahmud)
Semenjak zaman dahulu kala, manusia sudah terpesona dengan keindahan langit malam, Bulan dan Matahari. Tak ada manusia yang tidak terpukau ketika menemukan dirinya berada di bawah bentangan lautan bintang. Di masa lalu, manusia terpukau dengan keindahan dan keajaiban beberapa bintang yang sangat terang, yang bergerak di antara bintang-bintang yang tetap di langit. Menurut orang Yunani, bintang terang itu adalah bintang pengembara atau yang disebutnya planet.
Bekerja sebagai astronom di observatorium memang menyenangkan, namun hal ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani. Rutinitas yang terbalik dibanding kehidupan pekerja lainnya dan “terasing” di observatorium yang jauh dari area perkotaan justru bisa membangkitkan kejenuhan atau kreativitas.
Pada tahun 1968, tahun 2001 terasa masih sangat jauh. Pada tahun pembuka milenium ketiga ini bukan tak mungkin teknologi sudah sangat maju sehingga perjalanan antariksa sudah menjadi sangat umum.
Di dalam relung-relung kedalaman luas alam semesta, beberapa pernik-pernik mikro debu dan gas saling berinteraksi melalui gaya gravitasi satu dengan yang lain. Dinamika ini menyebabkan tarikan debu-debu mikro lainnya yang akhirnya melahirkan sistem dengan struktur kompleks.