Mengawali Desember, ada lubang besar muncul di atmosfer Matahari yang menghadap ke Bumi. Itu artinya, ada angin Matahari yang berhembus ke Bumi dan menghasilkan badai geomagnetik!
Lubang Korona. Lubang raksasa tersebut merupakan area pada atmosfer teratas Matahari alias korona yang medan magnetnya terbuka sehingga angin Matahari bisa lepas ke luar angkasa.
Saat lubang korona terbentuk, maka itu berarti medan magnet tidak akan kembali ke permukaan Matahari melainkan lepas ke Tata Surya yang ditandai oleh semburan plasma partikel energetik atau angin Matahari yang bergerak menjauhi Matahari. Â
Ini juga yang terjadi pada tanggal 2 Desember lalu. Ada lubang korona sepanjang 800 km yang muncul di Matahari dan dipotret oleh Solar Dynamics Observatory milik NASA. Dari lubang korona ini ada angin Matahari yang lepas dengan kecepatan 700 km/detik ke Bumi dan tiba pada tanggal 4 dan 5 Desember 2023.Â
Aliran angin Matahari yang lepas dari lubang korona tersebut akan berinteraksi dengan medan magnet Bumi dan menghasilkan badai geomagnetik minor kelas G1 untuk tanggal 4 Desember dan badai kelas menengah G2 pada tanggal 5 Desember. Yang pasti, para pengamat di lintang tinggi dan menengah bisa menyaksikan kehadiran tirai cahaya di langit alias aurora.Â
Tentang Lubang Korona
Ketika area medan magnet di atmosfer Matahari terbuka dan meloloskan angin Matahari ke luar angkasa, pengamatan pada cahaya ultraungu dan sinar-X akan memperlihatkan area gelap seperti lubang pada korona.Â
Dari area gelap inilah berhembus angin Matahari berkecepatan tinggi yang menyapu berbagai area di Tata Surya. Dan ketika angin Matahari menyapu Bumi, maka tak pelak akan terjadi badai geomagnetik yang sering kita kenal sebagai badai Matahari. Yang menarik, dengan mempelajari sifat magnetik lubang korona maka kita juga bisa memperkirakan seberapa besar badai geomagnetik yang menghantam Bumi.Â
Badai geomagnetik merupakan peristiwa yang terjadi saat aliran partikel energetik dalam angin Matahari bertabrakan dengan medan magnet Bumi dan memasuki atmosfer Bumi. Salah satu hasilnya adalah kenampakan aurora di area lintang tinggi. Jika badai yang terjadi cukup besar, maka aurora juga bisa tampak pada area lintang menengah.Â
Badai geomagnetik yang terjadi ini pada umumnya berasal dari lontaran massa korona atau lontaran erupsi plasma pada korona yang berasal dari area bintik Matahari yang ada di permukaan Matahari.Â
Lubang Korona vs Bintik Matahari
Bintik Matahari punya kemiripan dengan lubang korona. Sama-sama gelap dan merupakan area yang lebih dingin dibanding area lain di piringan Matahari.Â
Bedanya, kalau lubang korona terbentuk di korona atau lapisan teratas atmosfer Matahari, bintik Matahari terbentuk di permukaan Matahari. Area dimana bintik Matahari terbentuk merupakan area dengan medan magnet yang luar biasa kuat dan garis-garis medan magnetnya berputar. Mirip seperti semburan berbentuk lingkaran yang garis-garis medan magnetnya kembali lagi ke Matahari. Sementara itu, garis-garis magnet pada lubang korona tidak membentuk lingkaran yang balik lagi ke Matahari melainkan lepas ke lingkungan Tata Surya.Â
Ketika partikel=partikel energetik dalam angin Matahari bertemu dengan medan magnet Bumi, maka partikel-partikel bermuatan itu akan menembus masuk ke dalam atmosfer, berinteraksi dengan gas di atmosfer yang menghasilkan warna warni aurora di area kutub dan area lintang tinggi.Â
Satu hal menarik lainnya, lubang korona bisa bertahan sampai enam bulan. Meskipun demikian, kita hanya bisa melihatnya saat Matahari menghadap Bumi. Ketika Matahari berotasi maka lubang korona akan tampak tiap 27 hari dan angin Matahari berhembus ke arah Bumi. Tentu saja kita akan menerima efeknya ketika angin Matahari bertabrakan dengan medan magnet Bumi.
Apakah itu aurora yang indah, atau bisa juga padamnya listrik, gangguan telekomunikasi (merusak satelit, menyebabkan black-out frekuensi HF radio, dll), navigasi, dan menyebabkan korosi pada jaringan pipa bawah tanah.
Siklus Matahari ke-25
Kemunculan lubang korona tak pelak memperlihatkan kalau Matahari memang sedang aktif. Dan ini juga ditandai oleh kehadiran bintik-bintik Matahari di permukaannya. Kehadiran bintik Matahari akan terus bermunculan bahkan semakin banyak di tahun 2024 saat Matahari mencapai aktivitas maksimumnya.Â
Peristiwa ini bukan hal aneh karena saat ini Matahari sedang mengalami siklus sebelas tahun ke-25 sejak tahun 1755. Siklus ke-25 merupakan siklus maksimum setelah sebelumnya Matahari berada pada siklus minimum yang berlangsung dari tahun 2008-2019. Siklus ke-25 dimulai bulan Desember 2019/awal 2020 dan diperkirakan berakhir tahun 2030/2031.Â
Untuk daerah lintang rendah (sekitar katulistiwa) pastinya tidak akan bisa melihat aurora. Seberapa mungkin aurora dapat dilihat di daerahlintang rendah jika terjadi sangat sangat sangat besar ?
atau
Badai matahari sebesar apa yg memungkin aurora terlihat di daerah lintang rendah ?
Sampai saat ini aurora yang tampak di area ekuator terjadi 41.000 tahun lalu saat terjadi gangguan medan magnet Bumi. Tapi untuk bisa memprediksi aurora tampak di area ekuator, seperti butuh badai geomagnetik super yg juga artinya ada bombardir partikel-partikel energetik dalam jumlah luar biasa besar ke Bumi. Jika demikian, efeknya bukan hanya aurora bisa tampak di ekuator atau lintang rendah melainkan juga terjadi gangguan dan kerusakan hebat pada listrik, jaringan radio, dan juga jaringan telekomunikasi jika satelit di orbit Bumi dibombardir partikel-partikel dari Matahari tersebut.