fbpx
langitselatan
Beranda » Berburu Bintang Generasi Pertama dengan AI

Berburu Bintang Generasi Pertama dengan AI

Hasil analisis kelimpahan unsur kimia pada bintang kuno mengindikasikan bintang generasi pertama tidak sendirian ketika terbentuk.

Ilustrasi skematik penelitian. Tim astronom menemukan algoritma pembelajaran mesin untuk memilah bintang yang terbentuk dari lontaran supernova tunggal (warna merah pada diagram) dengan bintang yang terbentuk dari lontaran beragam beberapa supernova (warna biru di diagram), berdasarkan pengukuran kelimpahan elemen yang tampak pada spektrum bintang. Kredit: Kavli IPMU.
Ilustrasi skematik penelitian. Tim astronom menemukan algoritma pembelajaran mesin untuk memilah bintang yang terbentuk dari lontaran supernova tunggal (warna merah pada diagram) dengan bintang yang terbentuk dari lontaran beragam beberapa supernova (warna biru di diagram), berdasarkan pengukuran kelimpahan elemen yang tampak pada spektrum bintang. Kredit: Kavli IPMU.

Fosil di Alam Semesta

Pada zaman dahulu kala, ada dinosaurus berkeliaran di Bumi. Meskipun kita tak pernah bertemu dengan dinosaurus, keberadaan mereka bisa dibuktikan lewat fosil yang ditemukan. 

Kali ini, para astronom pun menemukan fosil. Tapi tentu saja ini bukan fosil dinosaurus melainkan fosil bintang pertama di Alam Semesta. Mereka menemukannya dengan bantuan kecerdasan buatan (AI). Dan yang menarik, bintang-bintang pertama ini tidak sendirian melainkan berkelompok dalam sebuah gugus. 

Setelah Big Bang atau Dentuman Besar, Alam Semesta hanya diisi oleh unsur seperti hidrogen, helium, dan lithium. Sedangkan unsur lain itu baru terbentuk di dalam bintang lewat reaksi pembakaran di pusat bintang. Sementara itu, ada elemen yang juga terbentuk saat bintang meledak sebagai supernova. 

Berburu Bintang Kuno

Para astronom selama ini mencari bintang generasi pertama yang pertama kali memproduksi unsur-unsur yang lebih berat dari lithium.  Tidak mudah karena para astronom menduga bintang-bintang ini sudah lama meledak.

Jadi bagaimana kita bisa mempelajari bintang yang sudah lama hancur? Para astronom mencari tahu bintang-bintang kuno dan jejak kimianya dari bintang generasi berikutnya. Mirip dengan pencarian leluhur kita dari kecocokan DNA. 

Karena saat Alam Semesta baru terbentuk dan hanya ada unsur ringan pada saat itu, maka para astronom menduga kalau bintang-bintang yang sangat miskin logam (XMP) merupakan kelompok bintang pertama yang terbentuk setelah supernova. Tentu saja dugaan ini muncul berdasarkan komposisi kimia yang saat itu masih terbatas logamnya. Karena itu para astronom menggunakan AI untuk mempelajari 450 kelompok XMP.

Jejak Kimiawi

Hasilnya, mereka bukan hanya menemukan jejak kimiawi dari supernova induknya, tapi dalam bintang tunggal terdapat campuran jejak beberapa supernova. Penemuan ini mengindikasikan ketika bintang-bintang kuno meledak, mereka berdekatan. Dengan kata lain, bintang generasi pertama di Alam Semesta tidak terbentuk sendiri melainkan dalam kelompok! 

Tim astronom berencana menggunakan kekuatan AI untuk mengekskavasi lebih banyak bintang kuno di masa depan. 

Fakta keren:

Tahukah kamu? Bintang tertua yang kita kenal saat ini namanya Methuselah. Bintang ini berada di rasi Libra dan bisa diamati dengan binokular. Seperti yang diduga, bintang Methuselah sangat miskin logam dan diduga terbentuk tak lama setelah Dentuman Besar.


Sumber: Artikel ini merupakan publikasi ulang yang dikembangkan dari Space Scoop Universe Awareness edisi Indonesia. Space Scoop edisi Indonesia diterjemahkan oleh langitselatan.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Manager 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini