Pluto akan mengokultasi bintang pada tanggal 1 Juni 2022 dan peristiwa ini akan diamati juga oleh pengamat di Indonesia.
Peristiwa okultasi terjadi ketika ada benda langit yang lebih besar melintas di muka sumber cahaya latar belakang yang lebih kecil ukurannya, dan diamati dari permukaan Bumi. Kali ini, Pluto akan melewati sebuah bintang.
Si planet kerdil Pluto kita ketahui memiliki atmosfer yang lebih padat di permukaan planet dibanding pada ketinggian. Akibatnya, saat okultasi, atmosfer Pluto akan bertindak sebagai lensa cembung yang mendefokuskan cahaya bintang sehingga bagi pengamat di Bumi, bintang tampak lebih redup. Perubahan cahaya inilah yang diamati dan dipelajari oleh para astronom.
Jadi para astronom membuat grafik yang memuat perubahan laju peredupan cahaya terhadap waktu yang dikenal sebagai kurva cahaya okultasi. Grafik perubahan cahaya ini kemudian dianalisis untuk menentukan struktur vertikal atmosfer Pluto. Dalam hal ini, kerapatan, tekanan, dan temperatur Pluto. Selain itu, kekedapan materi di dalam atmosfer juga memperlemah fluks bintang. Tapi, hal ini juga bergantung pada panjang gelombang.
Mengapa Pluto?
Tahun 2015, Wahana antariksa New Horizons terbang melintasi Pluto dari jarak 12.500 km di atas permukaan Pluto. Jarak terdekat yang dicapai manusia untuk bisa mempelajari planet kerdil tersebut.
Pada saat papasan dekat itu, New Horizons memperlihatkan Pluto sebagai dunia baru yang menakjubkan dan juga variatif. Ada basin atau cekungan yang dipenuhi nitrogen (N2) juga atmosfer yang kompleks dan berkabut atau hablur (hazy).
Tekanan permukaan Pluto 11 milibar (1,1 Pascal), sama dengan tekanan Mesosfer Atas dari Bumi. Atmosfer Pluto memang tipis, tapi sudah cukup tebal untuk menghadirkan cuaca, angin, gelombang atmosferik dan reaksi kimiawi kompleks.
Atmosfer tipis Pluto ini utamanya mengandung N2 dengan jejak-jejak elemen CH4 dan CO yang eksis sebagai es beku di permukaan.
Atmosfer dan permukaan berada dalam kesetimbangan tekanan-uap, sama seperti N2 pada satelit alam Uranus, yakni Triton, atau CO2 pada planet Mars. Itu artinya, bahwasanya permukaan Pluto dan atmosfer berinteraksi dalam berbagai skala waktu, dari proses sublimasi dan kondensasi sepanjang hari Pluto (6,4 hari Bumi), hingga pertumbuhan bertahap dan membentuk gunung-gunung CH4 dalam kurun waktu jutaan tahun.
Pluto merupakan contoh benda es jauh di Tata Surya, yang telah ditelaah dengan baik dalam konteks kesetimbangan tekanan-uap, dan dapat menjadi inspirasi akan apa yang berlangsung pada planet kerdil lainnya.
Tapi ada pertanyaan lain yang kemudian muncul. Mengapa mengamati okultasi setelah New Horizons melintasi Pluto 2015?
Sisi Tersembunyi Pluto
Pengamatan Okultasi berhasil mengungkap pertambahan tekanan sebesar empat kali lipat sejak pertama kali ditentukan pada tahun 1988, dengan kecenderungan kenaikan tekanan menuju puncak. Ini sejalan dengan model musiman yang dibangun dari peta komposisi yang diambil pasca melintasnya New Horizons.
Detail dari tekanan di Pluto serta penurunannya bisa memberitahu kita akan bagian tersembunyi di belahan selatan Pluto saat New Horizons melintas serta untuk mengetahui sifat fisis sub-permukaan Pluto untuk memrediksi bagaimana atmosfer Pluto bisa menipis selama beberapa ratus tahun yang akan datang.
Membuat gelombang, atau mengukur fluktuasi kerapatan
Kamera pada wahana New Horizons berhasil memotret Lapisan-lapisan atmosfer Pluto dengan masing-masing kerapatannya. Sementara itu, lewat okultasi, para astronom bisa mengukur kerapatan lapisan terdalam dari atmosfer.
Secara umum, kerapatan atmosfer berkurang dengan ketinggian, sehingga atmosfer bertindak sebagai lensa yang mendefokuskan cahaya bintang.
Variasi lokal dari kerapatan dapat dilihat sebagai kenaikan tajam dan singkat (spikes) dalam kurva cahaya okultasi. Gelombang atau turbulensi yang ditengarai penyebab spikes ini, menjadi proses utama pengangkutan atau pencampuran energi, momentum dan produk kimiawi dalam atmosfer Pluto.
Nafas harian atau temperatur dekat permukaan
Okultasi (dalam panjang gelombang radio) yang diamati dari wahana New Horizons menemukan troposfer, dengan kedalaman beberapa kilometer, di atas cekungan N2, yang diamati sejak “fajar” di Pluto, merupakan hasil proses sublimasi hari sebelumnya.
Di sisi sebaliknya dari Pluto, inversi termal berlangsung terus ke permukaan pada suatu daerah yang dipenuhi es N2. Penyelidikan lanjutan pada atmosfer bawah dapat memberi Batasan akan bagaimana dan dimana es N mengalami sublimasi atau kondensasi, atau dimanakah daerah yang hangat (bebas es). Kurva cahaya yang dekat dari pusat bayangan sangat sensitif terhadap kehadiran troposfer.
Mencari aliran, atau bentuk dari atmosfer
Aliran N2 dari area yang menerima lebih banyak cahaya matahari ke daerah yang cahaya mataharinya sedikit di Pluto, bisa menghasilkan perubahan menyeluruh bentuk atmosfer. Ini dideteksi dari citra detil dimana terdapat daerah terang selebar ~300 km di tengah bayangan okultasi, yang dikenal dengan nama kilatan pusat (central flash). Bentuk dan orientasi dari atmosfer dapat menunjukkan apakah aliran berlangsung utamanya siang ke malam atau musim panas ke musim dingin.
Kabut Ungu
Sejak okultasi pertama pada 1988, ada satu pertanyaan akan berapa besar kehabluran ini berkontribusi pada pengurangan cahaya bintang tatkala diamati.
New Horizons memperlihatkan hablur yang global pada Pluto, dan lebih pekat di lintang utara. Kita dapat memberi batasan kekedapan dengan pengamatan multi panjang gelombang, karena kekedapan lebih tinggi pada panjang gelombang yang lebih pendek.
Dengan demikian, pengamatan okultasi dari berbagai tempat dengan berbagai instrument yang memberikan data dengan berbagai resolusi ruang maupun waktu diharapkan dapat menjawab berbagai pertanyaan berikut:
- Bagaimanakah perilaku tekanan permukaan planet Pluto terhadap waktu dan musim di Pluto?
- Apakah ada rambatan gelombang temperatur dalam atmosfer Pluto? Berapa temperatur di atmosfer bawah dan atmosfer atas Pluto?
- Apakah angin mendistorsi dan memodifikasi atmosfer Pluto?
- Bagaimana tingkat kehabluran atmosfer berubah sejak 2015?
Pengamatan
Pada tanggal 1 Juni, Pluto akan mengokultasi bintang GAIA ER3 6852184815383389824 a.k.a GAIA ER3 dan bisa diamati dari Indonesia. Pengamatan bisa dilakukan dengan teleskop besar maupun teleskop kecil, dengan penyokong statik ataupun portable dengan tujuan:
- Memperoleh kurva cahaya (fluks terhadap waktu) dan menganalisisnya dalam rangka pengukuran struktur termal (tekanan terhadap ketinggian) atmosfer Pluto. Untuk dapat melakukan ini, kita harus memahami relasi kurva cahaya dan posisi pengamat dalam bayangan okultasi.
- Metode yang paling akurat adalah merekonstruksi geometri pasca okultasi, dengan mencari solusi iteratif yang kelak akan sesuai dengan kurva cahaya-kurva cahaya. Hal ini tidak bisa dilakukan hanya dengan pengamatan sepanjang satu irisan melintasi bayangan, atau sulit apabila seluruh kurva cahaya diperoleh dari pengamatan di satu sisi relatif terhadap garis tengah lintasan bayangan okultasi. Oleh karena itu perlu digunakan teleskop statik. Lokasi yang tepat tidak kritis. Teleskop statik biasanya memiliki bukaan besar sehingga dapat diharapkan kualitas data yang lebih tinggi (dicirikan oleh parameter SNR=signal-to-noise ratio), sehingga dapat dipergunakan untuk mengukur gelombang termal dan detil lainnya dalam atmsofer Pluto. Logistik dalam menggunakan teleskop statik lebih mudah. Pengarahan dan akuisisi data lebih teliti dan singkat. Pengujian dan set-up saat okultasi atau malam sebelumnya lebih mudah. Teleskop portable dapat ber-reaksi terhadap kondisi cuaca, dan dapat mengisi gap ke garis pusat bayangan okultasi. Untuk tujuan rekonstruksi geometri, penempatan pasti dari teleskop portable tidak terlalu kritis.
- Menelaah lapisan-lapisan lebih dalam dari atmsofer Pluto dan ketidaksimetrian atmosfer bawah Pluto. Cara untuk membatasi ini dari Bumi adalah memetakan daerah dekat pusat bayangan okultasi, dimana cahaya yang konvergen direfokuskan ke titik terang atau titik yang sudah berevolusi menjadi bentuk berlian. Tujuan ini menyandarkan penggunaan teleskop portable dalam konfigurasi yang akurat.
- Teleskop besar (teleskop statik) dapat memperoleh data dengan SNR tertinggi yang selanjutnya dapat dipergunakan untuk mengukur struktur termal dan gelombang. Pengamatan multipanjang gelombang, dengan menggunakan lensa dikroik atau teleskop yang berkolokasi, dapat digunakan untuk karakterisasi habluran.
Pengamatan okultasi oleh Pluto di Indonesia
Strategi pengamatan okultasi secara global terbagi dalam 3 zone: Barat Laut, Garis tengah bayangan okultasi dan tenggara, merentang dari Indonesia (Sumatera, Jawa dan Timor) hingga Australia utara. Pengamatan di Australia didukung oleh sejumlah 13 teleskop yang tersebar di Australia Utara dan Tengah.
Khusus untuk Indonesia, tiga observatorium tersebut akan berpartisipasi dalam pengamatan okultasi Pluto, yakni:
- Observatorium Astronomi ITERA Lampung, Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan. Reflektor IRT 25,4 cm (F/8,0) dan Refraktor OZT-ALTS 15,2 cm (F/7,9). PIC: Aditya A. Yusuf
- Observatorium Bosscha, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, Lembang. Reflektor Schmidt Bimasakti 51 cm (F/2,5) dan Schmid-Cassegrain GAO-ITB RTS 28 cm (F/10,0). PC: Agus Triono PJ
- Badan Pengelola Observatorium Nasional, BRIN, Tilong, Kupang. Reflektor Stellaire Officina 50 cm (F/3,8). PC: Abdulrachman
Kamera-kamera video amat sensitif yang khusus disiapkan untuk pengambilan dengan laju rangka citra tinggi akan disiapkan untuk merekam peristiwa okultasi yang amat singkat ini.
Kiranya langit di bulan Juni, pertengahan musim Kemarau di tanah air, memberikan kesempatan baik para pengamat untuk mengabadikan peristiwa langka serta menambah khazanah pengetahuan akan icy bodies, penghuni terjauh dari Tata Surya kita.
Tulis Komentar