Masih tentang Bintang Betelgeuse. Bintang di bahu Orion ini kecerlangannya sudah meningkat jadi 1,35 magnitudo. Akan tetapi penanggung jawab peredupan masih dicari.
Betelgeuse. Bintang ini merupakan salah satu bintang maharaksasa merah yang dekat dengan Tata Surya. Tak hanya itu, bintang ini juga termasuk bintang terang untuk diamati dengan mata tanpa alat. Sudah pengetahuan umum kalau Betelgeuse termasuk bintang variabel yang kecerlangannya berubah-ubah secara berkala.
Kecerlangan Betelgeuse berubah kala bintang ini berdenyut. Jadi Betelgeuse secara berkala mengembang dan mengerut sehingga luas permukaannya pun berubah-ubah. Siklus perubahan cahaya ini terjadi setiap 425 hari dan tiap 6 tahun.
Betelgeuse meredup bukan hal yang aneh. Tapi. di penghujung tahun 2019 dan awal 2020, Betelgeuse mencapai kecerlangan terendahnya yakni 1,6 magniudo. Ini yang kemudian memicu rasa ingin tahu.
Spekulasi tetap ada. Terutama yang mengharapkan peredupan ini sebagai tanda Betelgeuse akan meledak dan tampak cemerlang nantinya di langit malam untuk beberapa waktu. Bagi astronom, masa Betelgeuse akan meledak masih cukup lama. Masih 100 milenium atau 100.000 tahun lagi.
Aktivitas bintang atau debu?
Peredupan Betelgeuse yang ekstrim diduga terjadi akibat aktivitas bintang yang mengakibatkan penurunan temperatur permukaan bintang. Aktivitas ini melibatkan hantaran gas panas ke permukaan dan kemudian gas tersebut mendingin dan masuk lagi ke dalam bintang. Ketika gas panas ini tiba di permukaan lewat proses konveksi, terbentuk jejak struktur sel yang dikenal sebagai granula. Struktur sel ini menghasilkan pola terang di permukaan.
Ketika gas mendingin, terbentuk pola gelap di permukaan. Nah, pada Betelgeuse, struktur selnya cukup besar sehingga pola dingin atau yang kita kenal sebagai bintik bintang cukup besar menutupi permukaan bintang. Akibatnya, terjadi penurunan temperatur permukaan sekaligus menyebabkan cahaya bintang meredup.
Perkiraan lain adalah keberadaan debu yang menutupi sebagian permukaan Betelgeuse sehingga bintang ini jadi meredup. Dan bukti sebagian permukaan Betelgeuse menggelap atau mungkin tertutup materi itu tampak dalam foto yang dipotret dengan teleskop VLT di Chili bulan Desember 2019.
Pengamatan Betelgeuse tanggal 15 Februari 2020 dengan Lowell Discovery Telescope di Observatorium Lowell, Arizona, menyingkap penanggung jawab peredupan ekstrim tersebut.
Debu.
Materi inilah yang menghalangi cahaya dari bintang untuk sampai ke pengamat. Akibatnya, bintang memang tampak meredup. Bahkan cukup ekstrim sampai 1,6 magnitudo.
Tapi, bagaimana para astronom mengetahuinya?
Dalam pengamatan 15 Februari, hasil pengamatan spektrum Betelgeuse tahun 2020 dibandingkan dengan spektrum model bintang maharaksasa dingin dan bintang raksasa merah di Bimasakti. Tak hanya itu, Emily M. Levesque dari Universitas Washington, dan Philip Massey dari Observatorium Lowell dan Northern Arizona University, juga membandingkan spektrum Betelgeuse dengan pengamatan tahun 2004.
Dari hasil perbandingan, ditemukan penurunan temperatur sebesar 50 K dari 3650 K menjadi 3600 K. Penurunan suhu permukaan ini memang membuat Betelgeuse meredup jika diamati tapi masih belum bisa menjelaskan peredupan sebesar 1,1 magnitudo dari 0,5 ke 1,6 magnitudo. Untuk penurunan temperatur sebesar 50 K, peredupan yang terjadi seharusnya berkisar antara 0,17 – 0,38 magntudo.
Jika peredupan terjadi akibat aktivitas bintang saat gas panas dihantarkan ke permukaan itu mendingin dan menghasilkan bintik bintang, temperatur permukaan Betelgeuse harusnya lebih dingin lagi saat diamati pada bulan Februari.
Itu artinya, bintik bintang akibat aktivitas bintang yang menurunkan temperatur bukan penyebab dominan dari peredupan ini.
Debu di sekeliling Betelgeuse
Dari pengamatan bulan Februari, para astronom menemukan kalau debu menjadi penanggung jawab utama peredupan.
Pada bintang maharaksasa merah seperti Betelgeuse, secara berkala akan terjadi kehilangan massa dalam bentuk lontaran materi atau lapisan teratas bintang. Materi yang dibubuskan ini akan berkondensasi di sekeliling bintang dalam bentuk debu yang mengaburkan pandangan pengamat.
Hal ini selaras dengan hasil pengamatan. Ada kehilangan massa dan peningkatan jumlah debu yang cukup besar pada arah pandang pengamat. Pada bintang maharaksasa merah seperti Betelgeuse, debu atau butiran materi kecil ini terbentuk dalam jumlah yang cukup besar di dalam bintang. Sebagian debu terbentuk dari karbon (jelaga), batuan silikat, dan alumunium oksida. Tentu saja, senyawa pembuat debu akan bergantung pada unsur berat yang terbentuk di dalam bintang.
Debu yang dihasilkan inilah yang dibubuskan bintang secara berkala sehingga terjadi kehilangan massa dan cahaya diserap sehingga kecerlangan pun turun.
Ada yang menarik terkait debu ini. Debu dengan butiran kecil, akan dengan mudah menyerap cahaya biru dibanding merah. Tapi, dalam pengamatan ini, warna Betelgeuse tidak banyak berubah. Untuk bisa menyerap cahaya pada semua panjang gelombang, ukuran butiran debu di Betelgeuse tampaknya lebih besar, sekitar 0,5 mikron. Pengamatan berbeda memperlihatkan keberadaan halo debu yang menyelubungi Betelgeuse. Dan diperkirakan, ukuran butiran debunya sekitar 0,3 mikron.
Pembubusan materi debu oleh bintang secara berkala dalam jumlah besar dan ukuran debu yang besar inilah yang bisa menjelaskan peredupan yang terjadi pada Betelgeuse dalam waktu beberapa bulan ini.
Tak hanya itu.
Pembentukan debu pada atmosfer teratas bintang tampaknya tidak terjadi merata di seluruh bintang. Debu pada Betelgeuse tampaknya lebih banyak terbentuk pada sebagian area. Akibatnya, hanya sebagian bintang yang tampak gelap dalam foto yang dipotret dengan VLT. Debu yang terbentuk inilah yang dibubuskan bintang sehingga meredupkan sebagian area Betelgeuse.
1 komentar