Transit punya berbagai makna namun dalam konteks astronomi, transit adalah sebuah peristiwa langit yaitu saat ketika sebuah benda langit melintas di antara kita sebagai pengamat dan di hadapan objek lain yang lebih besar. Transit Merkurius, yaitu saat ketika Merkurius lewat di hadapan kita, adalah contoh peristiwa tersebut. Pada tahun 2019, peristiwa ini terjadi pada tanggal 11 November dan dapat diamati dari beberapa tempat di Bumi antara lain di Eropa, Afrika, dan Amerika. Saya sendiri berhasil merekam peristiwa transit ini dari awal hingga akhir (Gambar 1).
Peristiwa transit Merkurius adalah peristiwa yang relatif langka. Rata-rata ada sekitar 13 atau 14 transit per abad, terjadi di Bulan Mei atau November. Transit juga umumnya terjadi berpasangan dan terpisah 3 tahun, dan setiap pasangan terpisah sekitar satu dekade. Sebelum transit 2019, transit sebelumnya terjadi pada tahun 2016, 2006, dan 2003. Transit berikutnya akan terjadi pada tahun 2032 tanggal 13 November (catat dalam agenda kalian!). Demikian keteraturan tata surya kita sehingga dapat diprediksi jauh-jauh hari.
Ukuran nisbi Merkurius, apabila diamati dari Bumi, adalah sekitar 150 kali lebih kecil dari Matahari kita. Oleh karena itu mengamati Merkurius cukup menantang: Tidak hanya kita butuh filter Matahari yang dapat menapis sebagian besar cahaya Matahari sehingga kita dapat mengamati Matahari dengan aman, namun juga kita membutuhkan alat optik yang memiliki perbesaran memadai. Untuk itu kita dapat menggunakan lensa telefoto atau teleskop.
Kepler meramalkan transit Merkurius
Pada tahun 1627, astronom Johannes Kepler (Gambar 2) baru saja menyelesaikan sebuah katalog bintang dan tabel planet. Karya ini memungkinkan ia memprediksi posisi planet-planet di masa depan dengan ketelitian yang tinggi. Kepler meramalkan bahwa Merkurius akan lewat di hadapan Matahari pada tanggal 7 November 1631. Ia meninggal dunia pada tahun 1630, tak pernah menyaksikan sendiri hasil prediksinya. Akan tetapi, Kepler sempat mengeluarkan pengumuman agar melakukan pengamatan transit Merkurius pada tanggal 7 November 1631. Karena Merkurius sulit diamati dan perhitungannya tidak terlalu akurat, ia menganjurkan agar pengamatan dimulai pada tanggal 6 November dan tidak diakhiri sampai tanggal 8 November.
Pengumuman ini dibaca oleh hampir seluruh orang terpelajar Eropa, termasuk oleh astronom Perancis dan pastor katolik Pierre Gassendi. Gassendi mulai melakukan persiapan pengamatan. Ia mengamati transit di dalam ruangan apartemennya yang digelapkan dan dengan memproyeksikan citra Matahari melalui teleskopnya. Pada saat transit terjadi, awalnya ia mengira sedang melihat bintik Matahari karena kok Merkurius kecil banget apabila dibandingkan dengan ukuran piringan Matahari!
Gassendi mengharapkan ukuran yang lebih besar karena Kepler sebelumnya memprediksi garis tengah Venus kurang lebih seperempat dari garis tengah Matahari, jadi dapat diduga garis tengah Merkurius kurang-lebih sepersepuluh dari garis tengah Matahari. Prediksi ini sebenarnya lebih banyak asumsi ketimbang didasarkan pada pengukuran yang akurat karena pada masa itu teleskop baru saja ditemukan dan posisi Bumi di tata surya juga masih diperdebatkan. Untungnya Gassendi terus mengamat dan berhasil meyakinkan diri sendiri bahwa yang dia lihat adalah benar sungguhan Merkurius, setelah memperhatikan pergerakannya melintasi piringan Matahari begitu cepat, tak mungkin itu bintik Matahari. Dengan demikian Pierre Gassendi, bersama dua orang lain secara terpisah, menjadi orang-orang pertama yang diketahui pernah mengamati transit Merkurius. Namun hanya Pierre Gassendi yang menuliskan pengamatannya (Gambar 3) dan untuk pertama kalinya mengungkapkan ukuran sebuah planet relatif terhadap Matahari.
Rencana 100 tahun Edmond Halley
Edmond Halley (dikenal karena menghitung orbit semua komet yang kemudian dinamakan atas dirinya) adalah satu lagi astronom yang terinspirasi oleh transit Merkurius setelah mengamati transit edisi 1677 di Pulau Santa Helena yang terletak di tengah Samudera Atlantik selatan (pulau ini kemudian terkenal karena menjadi tempat pengasingan Napoleon Bonaparte). Halley terinspirasi oleh ide yang dipaparkan oleh matematikawan Skotlandia, James Gregory, bahwa transit yang diamati dari dua tempat berbeda di Bumi akan memiliki durasi transit (waktu yang dibutuhkan Venus untuk menyeberangi piringan Matahari) yang berbeda karena sudut pandang yang berbeda. Pada saat itu kita sudah bisa menentukan jarak planet-planet dari Matahari, namun jarak ini hanya relatif terhadap jarak Bumi–Matahari (misal: jarak Venus dari Matahari kira-kira 0.7 kali jarak Bumi dari Matahari), sementara jarak Bumi–Matahari yang sesungguhnya tidak diketahui. Nah dengan mengukur durasi transit Venus dari dua tempat berbeda di Bumi dan apabila kita mengetahui jarak kedua tempat tersebut, dengan sedikit trigonometri kita bisa menentukan jarak Matahari–Bumi untuk pertama kalinya!
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada tahun 1716, Halley menyerukan adanya suatu tindakan global untuk mengukur durasi transit-transit yang akan terjadi di masa depan, khususnya transit Venus 1761. Karena ukuran Venus yang jauh lebih besar dari Merkurius, transit Venus akan tampak lebih dramatis (Gambar 5) dan bahkan bisa diamati tanpa teleskop! Karena itu pula, pengukuran waktu mulai dan waktu berakhir transit dapat lebih akurat. Akan tetapi, transit Venus amat sangat jarang: Transit hanya terjadi secara berpasangan yang terpisah delapan tahun, dan pasangan ini masing-masing terpisah terpisah 121.5 dan 105.5 tahun. Meskipun begitu, berbagai ekspedisi diluncurkan untuk mengamati transit tahun 1761, 1769, 1874, dan 1882.
Karena jarak antar transit yang begitu lama, maka setiap transit diamati oleh ilmuwan dan penjelajah dari generasi yang berbeda. Setiap generasi membawa teknologi optik dan pengukuran waktu yang semakin diperbaharui, dan dari setiap pengamatan kita berharap untuk semakin mempertajam pengukuran jarak Matahari–Bumi (jarak ini dikenal sebagai Satuan Astronomi disingkat SA, atau Astronomical Unit disingkat AU).
Akan tetapi, ada hantu menggentayangi usaha-usaha untuk menentukan nilai Satuan Astronomi secara akurat, dalam wujud “efek noda hitam” (black drop effect). Pada saat ketika Venus untuk pertama kali berada sepenuhnya di dalam piringan Matahari (posisi ini dinamakan kontak kedua), dan kemudian saat Venus akan keluar dari piringan Matahari (kontak ketiga), sesuatu yang berbentuk seperti tetesan tinta hitam dapat terlihat seperti menghubungkan piringan Venus dengan tepian piringan Matahari (Gambar 6). Efek ini mempersulit pengukuran saat persisnya transit berawal dan berakhir, dan berakibat pada penentuan jarak 1 Satuan Astronomi yang tidak seakurat yang dibayangkan Halley. Banyak penjelasan telah dibuat untuk mencoba menjelaskan penyebab efek noda hitam ini, misalnya dengan mengatakan bahwa ini adalah bukti bahwa Venus punya atmosfer. Akan tetapi, berbagai penyelidikan kemudian menunjukkan bahwa efek noda hitam disebabkan oleh gabungan berbagai efek: Optik teleskop yang kurang baik, kondisi atmosfer Bumi pada saat pengamatan, dan kenyataan bahwa tepian piringan Matahari sesungguhnya lebih gelap daripada bagian pusatnya. Pengamatan transit Venus di abad 21, di tahun 2004 dan 2012, menunjukkan hasil yang bervariasi. Kadang-kadang efek noda hitam teramati, kadang-kadang tidak.
Pada abad ke-20, kita telah mengembangkan berbagai teknik yang dapat menentukan nilai 1 Satuan Astronomi dengan lebih akurat, misalnya dengan menggunakan radar untuk mengirimkan sinyal radio menuju Venus dan planet-planet lain. Perkembangan-perkembangan ini membuat usang metode transit sebagai cara untuk menentukan nilai 1 Satuan Astronomi.
Mencari eksoplanet dengan transit
Transit Merkurius dan Venus di jaman sekarang-sekarang ini lebih menarik sebagai sebuah perkenalan untuk masyarakat awam akan kecantikan astronomi dan bagi astronom amatir untuk menguji keahlian dan kemampuan peralatan mereka. Meskipun demikian, peristiwa transit secara umum masih memainkan peranan penting dalam astronomi, karena pengamatan transit dapat digunakan untuk mencari planet yang mengorbit bintang lain!
Salah satu cara untuk menemukan planet yang mengorbit bintang lain (planet jenis ini disebut eksoplanet) adalah dengan cara terus-menerus mengamati bintang tersebut dan mengukur kecerlangannya: Jika ada planet yang melintas di depan bintang tersebut, cahaya bintang tersebut akan meredup sedikit tatkala planet sedang melintas, dan kemudian akan kembali seperti sediakala saat transit selesai (Gambar 7). Dengan mengukur seberapa banyak cahaya bintang ini teredupkan, maka jari-jari planet relatif terhadap jari-jari bintang induknya dapat ditentukan, dan dengan mengukur berapa lama transit berlangsung, periode orbit eksoplanet mengitari bintang induknya dapat ditentukan.
Seandainya kita adalah alien yang tinggal di planet yang jauh sekali dan mengamati Matahari kita, maka peristiwa transit Bumi (melintasnya Bumi di hadapan Matahari) akan meredupkan cahaya Matahari sebanyak sekitar 1/10000 bagian (sekitar 0.01%). Itulah sebabnya mengapa sulit sekali mendeteksi “Bumi lain” yang mengorbit bintang lain. Kita harus bisa mengukur kecerlangan suatu bintang hingga 1 bagian per 10000 (atau lebih!). Dengan mengamati Matahari kita sendiri saat terjadi transit Venus di tahun 2004 dan 2012, kita dapat meningkatkan kepekaan metode transit untuk menemukan eksoplanet. Kedua transit ini penting untuk mempelajari pengaruh bintik Matahari pada pengukuran peredupan cahaya bintang, karena bintik juga dapat terjadi di bintang lain.
Transit sebagai tonggak penanda derap waktu
Apabila kita berada di Planet Mars, kita akan dapat mengamati transit Bumi. Peristiwa ini terakhir terjadi pada tahun 1984. Hingga hari ini kita belum berhasil mendaratkan manusia di Planet Mars, namun pada tahun 1971 penulis fiksi ilmiah Arthur C. Clarke pernah menulis Transit of Earth, sebuah cerita pendek fiksi ilmiah tentang seorang astronot yang terdampar di Planet Mars pada tahun 1984 dan mengamati transit Bumi. Transit Bumi selanjutnya akan terjadi pada tahun 2084. Apakah pada saat itu kita sudah berhasil membangun pemukiman di Mars?
Transit Merkurius dan Venus terjadi dengan frekuensi yang sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan tonggak penanda kehidupan kita dan peradaban kita. Ingatkah kalian, di mana kalian berada saat terjadi transit Venus 2004 dan 20012, dan saat transit Merkurius 2016?
Pada tahun 2004 saya sendiri masih berusaha menyelesaikan pendidikan S1 astronomi dan mengamati transit bersama teman-teman di lapangan basket ITB. Di tahun 2012 saya sedang menulis disertasi S3 dan dengan sedih harus mengamati transit lewat internet karena Amsterdam kota tempat saya tinggal, tertutup awan. Di tahun 2016 saya seorang postdoc di Jerman dan sedang mencari pekerjaan baru, mengamati transit Merkurius dari atap kantor, dan beberapa bulan lalu saya mengamati transit Merkurius edisi 2019 bersama teman-teman kantor dan tetangga, masih postdoc dan masih mencari pekerjaan baru.
Di mana kita berada saat terjadi transit Merkurius edisi selanjutnya pada bulan November 2032, dan kehidupan macam apa yang akan dijalani keturunan-keturunan kita saat Venus sekali lagi melintas di depan Matahari kita pada bulan Desember 2117?
Artikel ini sudah pernah dimuat sebelumnya dalam Bahasa Inggris di halaman internet Department of Terrestrial Magnetism, Carnegie Institution for Science. Penerjemahan dan penambahan material dilakukan oleh penulis.
Tulis Komentar