Sampai saat ini kita hanya mengenal badai debu di Bumi dan di Mars. Ternyata, badai debu raksasa juga terjadi di Titan, satelit terbesar Saturnus.
Kejadian ini baru diketahui para astronom dari data yang diambil Wahana Cassini saat masih bertugas di Saturnus. Tahun lalu, Wahana Cassini sudah mengakhiri misinya dengan terjun bebas ke planet cincin itu.
Wahana Cassini diluncurkan tahun 1997 untuk mempelajari Saturnus dan satelit-satelitnya. Selama 13 tahun, Cassini melakukan misi itu dan menyajikan berbagai kisah menarik dari lingkungan Saturnus, si planet yang terkenal dengan cincinnya. Tarian badai petir di puncak awan Saturnus yang dilihat Cassini justru mengungkap keberadaan es baru yang terus ditambahkan pada cincin Saturnus. Dan masih banyak cerita baru yang dikirim Cassini ke Bumi.
Akhirnya misi Cassini pun berakhir dan wahana ini harus terjun bebas ke dalam planet gas Saturnus. Wahana Cassini pun hancur akibat gaya tarik Saturnus yang sangat kuat dan atmosfernya yang tebal. Meskipun demikian, Cassini sudah membuat sejarah dengan berbagai penemuan baru!
Seperti Harry Potter yang menjelajahi kenangan masa lalu Dumbledore, para astronom juga menggali memori Cassini. Rupanya, selain siklus hidrokarbon dan geologi, ada hal menarik yang mereka temukan dalam kenangan Cassini saat mengamati Titan tahun 2009. Siklus debu aktif di ekuator Titan.
Titan, satelit Saturnus ini digadang-gadang mirip Bumi Purba dan satu-satunya satelit dengan atmosfer tebal di Tata Surya (selain Bumi tentunya). Selain itu, di Titan terdapat danau, lautan, dan sungai.
Tapi tentu saja ada perbedaan. Di Bumi, lautan, sungai dan danau diisi oleh air. Nah, di Titan, waduk cairan itu justru didominasi metana dan etana.
Dari data pengamatan Cassini, para astronom menemukan area yang besarnya setengah pulau Sumatra atau bahkan sama dengan pulau Sumatera, tampak terang selama berjam—jam bahkan bisa mencapai beberapa hari pada suatu waktu.
Awalnya, diperkirakan yang dilihat adalah awan badai raksasa. Ternyata tidak demikian!
Badai Debu di Titan
Seperti halnya siklus air di Bumi, metana juga menyebabkan terjadinya cuaca. Metana di Titan menguap dan berkondensasi membentuk awan, setelah itu turun sebagai hujan. Dan siklus itu terus berulang.
Cuaca di Titan juga berubah menurut musim. Saat ekuinok, ketika Matahari di ekuator Mars, awan raksasa terbentuk pada area tropis dan menghasilkan badai metana. Awan hujan yang tadinya tidak berbahaya justru menjadi badai dahsyat. Dan inilah yang dilihat para astronom sedang terjadi di Titan pada tahun 2009.
Ketika diselidiki lebih jauh, jika yang dilihat adalah awan, maka awan ini terlalu dekat ke permukaan. Setidaknya kalau itu awan, ketinggiannya harus lebih dari 10 km. Kemungkinan lain adalah es lava atau metana beku sisa hujan. Tapi, jejak kimianya berbeda.
Selain dekat permukaan, potongan terang pada citra tampak seperti lapisan tipis atau partikel organik sangat kecil dan padat. Jika ditilik dari lokasinya yang tampak di seluruh area bukit pasir Titan, akhirnya para astronom pun menyadari kalau yang dilihat adalah badai debu!
Menurut para astronom, angin kuat yang berhembus sebelum badai dahsyat di Titan, menyapu pasir yang ada di perbukitan yang kemudian membentuk awan raksasa. Dari penemuan inilah kita bisa mengetahui kalau Titan semakin mirip dengan Bumi.
Ternyata, meskipun sudah pensiun, Cassini masih terus mengungkap cerita baru dari lingkungan Saturnus!
Fakta keren:
Meskipun ini pertama kalinya badai debu tampak di Titan, para astronom tidak terlalu terkejut. Pada tahun 2005, ketika Cassini melepaskan penjejak kecil yang ia bawa dari Bumi di Titan, ada sejumlah kecil debu yang juga terlempar ke udara.
[divider_line]
Sumber: Artikel ini merupakan publikasi ulang dari Space Scoop Universe Awareness edisi Indonesia yang diterjemahkan oleh langitselatan.
Tulis Komentar