Apollo 11 adalah ikon dari pendaratan manusia di Bulan yang fenomenal. Nama Neil Armstrong dan Edwin Aldrin, sepasang astronot Apollo 11 yang mendapat tugas mendarat di Bulan, pun melambung tinggi meski sejatinya masih terdapat 10 astronot lainnya yang juga pernah melangkahkan kaki di permukaan satelit alamiah Bumi itu. Popularitas itu terus bertahan hingga bertahun kemudian, bahkan setelah Armstrong berpulang pada 2012 silam.
Apollo 11 merupakan bagian dari program Apollo, proyek politik yang dikibarkan Amerika Serikat (AS) sebagai jawaban atas tantangan yang diajukan Uni Soviet dalam perlombaan antariksa yang adalah bagian dari perang dingin di antara kedua negara adidaya. Sebelum Apollo 11 mengangkasa, AS sudah kalah dalam segala hal. Mereka telah ketinggalan dalam meluncurkan astronot pertama ke langit, astronot perempuan pertama dan pejalan antariksa pertama. Mereka pun tertinggal dalam hal peluncuran satelit pertama, wahana penyelidik Bulan pertama dan wahana pendarat Bulan yang pertama pula. Kemunduran ini membikin geram Presiden John F Kennedy yang sebelumnya tak begitu peduli dengan eksplorasi langit kala masih menjabat senator. Sehingga ia pun mencanangkan Amerika Serikat harus bisa mendaratkan manusia ke Bulan dan membawanya pulang kembali dengan selamat sebelum tahun 1970 bermula. Sebagai perwujudannya, NASA pun dibangun dan dikucuri dana dalam jumlah sangat besar. Pada puncaknya dana yang diterima NASA bahkan setara dengan 4 % nilai APBN AS 1966. Ambisi itulah yang diemban oleh Apollo 11.
Apollo 11 meluncur dari landasan 39 di kompleks pusat antariksa Kennedy yang terletak di pulau Merritt, Semenanjung Florida (AS) pada 16 Juli 1969 dengan digendong roket raksasa Saturnus V. Demikian bertenaganya roket raksasa ini sehingga getaran yang ditimbulkannya kala mencurahkan segenap energinya guna lepas landas terekam ke seluruh penjuru daratan AS oleh instrumen-instrumen pengukur gempa bumi (seismometer). Dalam 12 menit kemudian Apollo 11 telah mengorbit Bumi dalam orbit rendah dengan ketinggian hanya 170 km dari permukaan Bumi. Setelah seluruh awak memastikan semua instrumen Apollo 11 berfungsi normal mereka pun melejit ke Bulan dalam 2,5 jam kemudian. Butuh waktu hingga 73 jam lamanya sebelum Apollo 11 berhasil mengorbit Bulan dengan mulus.
Dan pendaratan yang bersejarah itu pun berlangsung pada 20 Juli 1969 pukul 20:17 UT (GMT) yang mengambil lokasi Mare Transquilitatis. Pendaratan ini didului drama menegangkan yang membuat para petugas pengendali misi di Houston, Texas (AS) menahan nafas. Sedikit kesalahan teknis membuat modul Bulan terbang melampaui titik pendaratan yang direncanakan. Dan saat Armstrong menyaksikan modul Bulan-nya melayang rendah di atas dataran penuh bongkahan batuan di kawah West (diameter 180 meter) yang menjadi alternatif titik pendaratan, sontak ia mengambil alih kendali semi-otomatis menjadi manual. Ia pun menerbangkan modul Bulan lebih jauh meski dengan jumlah bahan bakar yang amat tipis. Pendaratan akhirnya berlangsung di sebelah barat kawah Little West tepatnya pada garis lintang 0,674 LUB (lintang utara Bulan) dan garis bujur 23,473 BTB (bujur timur Bulan). Titik pendaratan ini melenceng hingga 6 km dari yang semula direncanakan. Akibat pergeseran ini sisa bahan bakar pendaratan di modul Bulan sudah cukup tipis, yakni hanya untuk 25 detik saja. Dan dibutuhkan waktu 6,5 jam lagi sebelum Armstrong menapakkan kakinya di tanah Bulan yang sangat lembut, yang “sehalus bedak,” kenang Armstrong di kemudian hari.
Bersama Aldrin, ia memasang instrumen pengukur gempa bulan (seismometer) yang panel surya, memasang sejumlah kamera televisi khusus hitam putih yang memungkinkan pengendali misi memonitor aktivitas mereka selama di Bulan, memasang cermin retroreflektor untuk keperluan pengukuran jarak Bumi-Bulan dengan akurasi sangat tinggi, memasang plakat kenangan di kaki modul Bulan dan tak lupa pula memasang bendera AS pada tiang khusus. Selama 2,5 jam kemudian Armstrong dan Aldrin menjelajahi tanah Bulan. Armstrong berjalan, tepatnya melompat-lompat, hingga 60 meter jauhnya menuju tepian kawah Little West. Sementara Aldrin mengumpulkan bebatuan Bulan yang telah dipecah dengan palu geologi serta tanah Bulan yang disekop ke dalam tabung khusus. Secara keseluruhan mereka mengambil 21,5 kg batuan dan tanah Bulan. Di dalam bebatuan ini kelak ditemukan sejumlah mineral khas. Salah satunya adalah mineral kaya Titanium yang diberi nama armalcolit, mengambil huruf-huruf depan Armstrong, Aldrin dan Collins. Sempat dilanda kecemasan terjebak di permukaan Bulan untuk seterusnya kala Aldrin secara tak sengaja mematahkan saklar untuk menyalakan mesin bagian atas modul Bulan yang menjadi satu-satunya jalan untuk kembali ke Bumi, Armstrong dengan jitu berinovasi menggunakan ujung pulpennya guna mengaktifkan saklar yang rusak itu. Dan akhirnya mereka pun kembali ke Bumi dengan selamat
LRO
Pendaratan Apollo 11 menyisakan banyak perangkat keras yang sengaja ditinggal di permukaan Bulan untuk memudahkan perjalanan pulang kembali ke Bumi. Yang terbesar adalah bagian bawah modul Bulan yang berupa tabung besar berdiameter 4,3 meter ditopang 4 kaki sehingga memiliki bentangan hingga 9,5 meter. Juga ada seismometer dan retroreflektor. Selama bertahun-tahun kemudian selalu muncul pertanyaan, dapatkan kita di Bumi menyaksikan kembali perangkat-perangkat tersebut?
Sebelum 2009 jawabannya adalah tidak mungkin meski menggunakan teleskop terkuat sekalipun. Berdasarkan teori difraksi cahaya dengan menggunakan ketentuan kriteria Dawes, maka untuk bisa menyaksikan benda berdiameter 4,3 meter di permukaan Bulan maka idealnya dibutuhkan teleskop raksasa dengan cermin obyektif berdiameter 46 hingga 53 meter yang bekerja pada spektrum cahaya tampak dengan panjang gelombang 5.500 Angstrom, seperti diperlihatkan dalam aplikasi kriteria Dawes berikut :
Harap dicatat bahwa kriteria Dawes menyaratkan kondisi ideal. Dalam kondisi non-ideal, diameter teleskopnya bisa dua kali lipat lebih besar dibanding ideal. Dengan kata lain, kita membutuhkan teleskop dengan cermin raksasa berdiameter 92 hingga 106 meter untuk bisa menyaksikan bagian bawah modul Bulan Apollo 11. Hingga saat ini manusia belum memiliki teleskop seukuran itu.
Di sisi lain perkembangan teknologi memang memungkinkan teleskop dengan cermin obyektif yang lebih kecil mendeteksi benda langit seukuran bagian bawah modul Bulan Apollo 11. Ini dipertontonkan oleh teleskop 1,5 meter di Observatorium Gunung Lemmon, Arizona (AS) yang menjadi tulang punggung program penyigian langit Catalina Sky Survey. Teleskop semi-otomatik dengan kamera CCD tersebut berhasil merekam asteroid 2014 AA (diameter ~3 meter) dan asteroid 2008 TC3 (diameter ~4 meter) meski keduanya masih berjarak 500.000 km dari Bumi atau lebih jauh ketimbang Bulan.
Namun memotret (mencitra) benda yang mengapung bebas di langit berlatar belakang bintang-bintang sangat berbeda dibandingkan benda yang ada di permukaan Bulan, meskipun keduanya berdiameter sama. Tanah Bulan begitu cerah sehingga memantulkan cahaya Matahari dalam kuantitas cukup banyak yang membuatnya cukup terang jika dipotret. Sifat ini yang mendasari pemotretan di permukaan Bulan yang dilakukan astronot-astronot Apollo 11 berlangsung dengan waktu paparan (exposure) kamera cukup singkat. Sebab jika terlalu lama maka hasil pemotretan hanya akan berupa warna putih merata di segenap bagian seiring saturasi cahaya, yakni terlalu banyaknya jumlah foton yang tertangkap kamera hingga jauh melampaui ambang batas. Inilah yang menjadikan bintang-bintang di langit Bulan tak pernah terlihat, entah dalam foto-foto yang dibuat astronot Apollo 11 lebih dari 40 tahun silam maupun di foto-foto terkini dari penjelajah Bulan seperti robot Yutu dan pendarat Chang’e 3 (Cina). Sifat tersebut pula yang membuat pemotretan sisa modul Bulan Apollo 11 menjadi tak mungkin dilakukan dengan menggunakan teleskop penyigi langit Catalina Sky Survey atau sejenisnya. Jauh berbeda dengan deteksi asteroid asing yang ada di dekat Bumi, yang dilakukan dengan waktu paparan kamera cukup besar, mulai dari 30 detik hingga lebih dari 2 menit. Hingga saat itu ketidakmungkinan mengamati perangkat-perangkat sisa Apollo 11 dengan segala instrumen dari Bumi membuat misi ini dan juga misi-misi Apollo berikutnya menjadi bulan-bulanan pemuja teori konspirasi.
Situasi berubah dramatis pada 2009 saat AS meluncurkan satelit LRO (Lunar Reconaissance Orbiter) untuk memetakan Bulan dengan resolusi sangat tinggi yang belum pernah ada pembandingnya sepanjang sejarah. Satelit LRO mengedari Bulan semenjak 23 Juni 2009 dalam orbit polar (kutub) yang berbentuk lonjong dengan periluna (titik terdekat ke Bulan) hanya setinggi 30 km dari permukaan Bulan sementara apoluna (titik terjauh ke Bulan) setinggi 216 km dari permukaan Bulan. Hanya dalam dua tahun kemudian satelit ini telah memproduksi data sangat besar hingga mencapai lebih dari 192 terabyte. Sebagai pembanding, teleskop landasbumi Hubble saja hanya memproduksi sekitar 45 terabyte data selama 20 tahun pertama masa operasinya. Citra permukaan Bulan dalam jumlah sangat besar inilah yang kemudian membentuk peta global Bulan terkini. Resolusi peta ini rata-rata 100 meter per piksel, namun untuk kawasan tertentu resolusinya sangat tinggi hingga mencapai 0,5 meter per piksel sesuai dengan kemampuan kamera LRO saat berada di titik periluna.
Sukses LRO disusul satelit Chang’e 2 (Cina) yang mulai mengorbit Bulan semenjak 6 Oktober 2010. Kamera Chang’e 2 pun memiliki resolusi sangat tinggi hingga 1 meter per piksel. Chang’e 2 pun berhasil membentuk peta global Bulan beresolusi tinggi, yang menjadi dasar untuk misi pendaratan Chang’e 3 dan robot penjelajah Yutu pada Desember 2013 lalu. Bedanya satelit Chang’e 2 tidak bertahan lama di Bulan seperti halnya satelit LRO. Ia meninggalkan Bulan pada 6 Juni 2011 untuk melanjutkan perjalannya menuju asteroid 4179 Toutatis.
Perbedaan lainnya, peta Bulan yang dihasilkan misi Chang’e 2 adalah rahasia dan hanya bisa diakses oleh kalangan terbatas di Cina khususnya pihak militer. Sebaliknya peta Bulan produk misi LRO tersedia untuk umum hingga batas resolusi cukup tinggi dan dapat diakses oleh siapa pun yang menghendakinya. Meski peta ini tak sepopuler peta bumi semacam Google Maps atau laman-laman peta sejenis demikian pula program seperti Google Earth, namun peta Bulan produk misi LRO relatif mudah dijelajahi hingga tingkat resolusi tertentu. Bahkan peta Bulan itu juga menyajikan opsi untuk memperoleh citra Bulan dengan resolusi lebih tinggi. Dua dari peta Bulan produk misi LRO adalah QuickMap dan WMS Image. Ketersediaan peta-peta Bulan tersebut memungkinkan kita melacak jejak yang ditinggalkan Apollo 11 di Bulan.
Jejak Masa Kini
Di sini penulis menggunakan peta WMS Image yang disajikan School of Earth & Planetary Exploration di Arizona State University, Arizona (AS). Peta ini menyediakan opsi menjejak permukaan Bulan pada koordinat yang dikehendaki dan pada resolusi yang lebih tinggi dibanding 100 meter per piksel dengan memanfaatkan menu-menunya seperti “Map Options” dan “Layers“. Saat laman peta WMS Image dibuka, maka akan muncul menu “Map Options“. Dalam menu ini terdapat sub-menu “Projection“, yang perlu dipilih sebagai “Ortographic“, sementara sub-menu “Latitude” (lintang) dan “Longitude” (bujur) masing-masing dituliskan angka +0,674 dan +23,473. Selanjutnya sub-menu “Single-click action” kita pilih “Get footprint info.”
Beralih ke menu “Layers“, kita buka sub-menu “LROC NAC Data” dan tandai pilihan “No NAC footprints“. Setelah diisi/ditandai, geser kedua menu tersebut ke bawah dengan menggunakan kursor agar tak mengganggu pandangan kita akan peta Bulan yang segera tersaji. Lalu arahkan kursor ke panel navigasi di sebelah kiri layar untuk memperbesar resolusi hingga maksimum. Begitu batang skala (di pojok kiri bawah) menunjukkan angka 6 km atau kurang, lihat kembali menu “Layers” pada sub-menu “LROC NAC Data” dan kini centang kotak di depan pilihan “LROC NAC overlay (available only at 100 m/px or closer).”
Setelah menu-menu tersebut diisi dan resolusi terus diperbesar secara bertahap, maka saat batang skala menunjukkan angka 4 km kita sudah bisa mengidentifikasi posisi kawah West yang terletak tepat di tengah-tengah peta, meski hanya sebagai lubang yang cukup kecil dibanding kawah-kawah besar lainnya yang bertaburan disekelilingnya. Yang membedakan, kawah West nampak lebih curam dibanding sebagian besar kawah lainnya, yang menandakan bahwa kawah itu adalah kawah muda (dalam skala waktu geologi). Sebagai kawah muda, struktur kawah West tentu masih berhias bongkahan-bongkahan materi produk tumbukan (ejecta) dalam beraneka ragam ukuran yang menjadikannya bukan tempat ideal untuk didarati manusia. Maka mengapa Armstrong memutuskan untuk terus menerbangkan modul Bulan-nya ke arah barat melampaui dataran berbatu ini bisa dipahami, meski mengandung resiko besar seiring amat terbatasnya jumlah bahan bakar pendaratan di modul Bulan.
Saat resolusi kembali ditingkatkan, kawah Little West pun mulai terlihat sebagai bintik kecil tatkala batang skala menunjukkan angka 1.700 meter. Ketika ditingkatkan kembali, kawah makin terlihat jelas dan menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan kawah West sebagai kawah muda, hanya diameternya jauh lebih kecil. Pada saat batang skala berada di angka 700 meter, bagian bawah modul bulan Apollo 11 mulai terlihat meski hanya sebagai bintik kecil yang sulit dibedakan dengan fitur-fitur permukaan Bulan lainnya disekelilingnya. Namun hanya pada resolusi terbesar, yakni saat batang skala menunjuukkan angka 200 meter, saja bagian bawah modul Bulan terlihat dengan jelas. Menjulang setinggi 3 meter di bawah penyinaran Matahari yang condong ke barat membentuk bayang-bayangnya yang cukup jelas, bagian bawah modul Bulan Apollo 11 ini cukup menonjol di tengah lingkungannya. Samar-samar jejak langkah Armstrong yang mengarah ke timur (menuju tepi kawah Little West) dan kemudian kembali lagi untuk memasang seismometer dan cermin retroreflektor pun terlihat.
Jika kita arahkan kursor pada titik koordinat dimana bagian bawah modul Bulan Apollo 11 berada dan di klik, maka akan tampil menu “Query Results” yang menunjukkan citra-citra LRO yang pernah diambil untuk kawasan di sekitar koordinat tersebut. Kita bisa memilih salah satu diantaranya misalnya citra berlabel M129133239R. Citra ini diambil satelit LRO pada 21 Mei 2010 pukul 19:06 UT (GMT) saat satelit berada di ketinggian 40 km dari permukaan Bulan. Dengan memperbesar resolusi dan melacak posisi modul Bulan Apollo 11, akan kita dapatkan lebih detil akan bagian bawah modul Bulan ini. Ia terlihat sebagai tabung kecil berbayang yang ditopang tiga kaki (kaki keempat tidak terlihat). Darinya membentang garis-garis irregular meuju ke kawah Little West di sebelah timur, yang adalah jejak langkah Armstrong. Garis-garis irregular juga terlihat mengarah ke selatan, titik dimana Armstrong dan Aldrin meletakkan seismometer dan cermin retroreflektor. Kedua instrumen itu pun dapat diidentifikasi. Saat tampilan peta WMS Image dibandingkan dengan sketsa situasi lokasi pendaratan yang dibuat Armstrong dan Aldrin, jelas terlihat bahwa tampilan peta memiliki kesamaan dengan sketsa.
Jadi, apakah Apollo 11 memang benar-benar mendarat di Bulan? Saat menelusuri dengan menggunakan peta WMS Image produk misi LRO ini kita bisa menjawabnya dengan pasti. Ya!
Detail sekali penjelasannya. Trims pak Ma’rifin Sudibyo
manusia mendarat ke planet – planet hanya hoax !!, karena tidak ada udara, karbon yang tinggi, DLL,
Tolong liat fotonya benderanya berkibar padahal gk ada udara, ada pantulan cahaya, YG PERTAMA KALI MENDARAT YAITU KAMERAMen, dia foto pesawat apollo di bulan lucu gk, jika ke bulan pasti keliatan bintang kita yaitu matahari, planet – planet kita di tata surya, gelap sekali ???, kalo sampai kebulan butuh berhari hari. amerika menipu kita makanya dia negara tertinggi didunia hmmmmm KURANG AJAR YA?..
haha, itu namanya SI PAKAR ASTRONOMI tapi….. hmmmm.. Ternyata SI PAKAR BUMI DATAR :p LOL
Akun pakar astronomi kok iqnya dibawah rata rata ya.
Di dalam laut aja oksigen sedikit. Banyak airnya. Orang menyelam berarti Hoax ya… ??? Duh sekolah sampe gerbang hasilnya kyk gini.
Bisa, bisa aja buat rumusan diproyeksikan seperti ini,itu. Besok ada poto permukaan mars. Dibuat-buatlah titik titik tertentu yang pas bahwa disitu ada semacam peninggalan makhluk hidup. Keterangan gbr diatas belum bisa dijadikan bukti konkrit tanpa adanya poto2 3dimensi yang bisa mengungkap lebih detail lagi.