Apa yang terlintas saat nama Observatorium Bosscha disebutkan. Tempat peneropongan bintang? lokasi film Sherina? area pendidikan? ataukah lokasi wisata?
Mungkin sebagian orang akan dengan mudah menjawab Observatorium Bosscha adalah tempat peneropongan bintang satu-satunya di Indonesia, dimana masyarakat bisa berkunjung setiap saat untuk menikmati keindahan obyek langit. Atau mungkin ada jawaban lainnya? Yang pasti setiap orang punya pendapat yang mungkin agak berbeda satu dengan lainnya tentang Observatorium Bosscha ini.
Mengawali tahun 2010, Observatorium Bosscha juga mengalami sedikit perubahan dalam kepemimpinan. Sejak awal Januari 2010, Dr. Hakim L. Malasan dilantik menjadi kepala Observatorium Bosscha menggantikan Dr. Taufiq Hidayat yang telah memimpin selama 4 tahun semenjak tahun 2006. Yang menarik, awal tahun 2010, juga merupakan akhir dari Tahun Astronomi Internasional yang dilaksanakan sepanjang 2009. Antusiasme masyarakat yang semakin tinggi tentunya akan memberi warna tersendiri bagi Observatorium tersebut untuk dapat memberi diri dalam hal riset dan layanan publik.
Observatorium Riset
Dalam perbincangan santai antara Dr. Hakim L. Malasan dengan langitselatan, ia menyampaikan visi misinya untuk memimpin Observatorium Bosscha selama 2 tahun ke depan. Menurut Hakim, yang akan jadi fokus utama dari tugasnya adalah menjadikan Observatorium Bosscha sebagai observatorium riset yang produktif menghasilkan publikasi nasional dan internasional. Fokus utama pada riset ini, tidak akan membuat Observatorium Bosscha kehilangan fungsinya untuk memberikan pelayanan publik. Namun kesemuanya akan diatur sehingga fungsi utama Bosscha dalam hal riset dan pendidikan (-perkuliahan. red) tidak akan terganggu, apalagi dengan semakin meningkatnya minat mahasiswa untuk melaksanakan penelitian di Observatorium.
Bahkan menurut Hakim, “meskipun di tengah penggerogotan dalam pembangunan di sekitar Observatorium Bosscha saat ini, nilai kompetitif dari Observatorium sama sekali tidak menurun”. Berbagai topik penelitian masih bisa dilaksanakan dengan dukungan instrumentasi yang ada di sana. Dan Observatorium Bosscha masih dapat menghasilkan publikasi dari hasil tersebut. Kondisi langit yang terganggu dengan polusi cahaya memang menjadi isu penting namun demikian, hal tersebut bukan sebuah kendala untuk berhenti meneliti. Optimisme Hakim juga ditunjukkan saat ia mengatakan bahwa topik-topik seperti bintang ganda, ekstrasolar planet, planet, asteroid dll masih merupakan kajian yang dapat dingkat sebagai topik penelitian. Instrumentasi yang ada saat ini sudah dapat mengakomodasi kebutuhan pengamatan dalam hal fotometri maupun spektrometri. Kendala memang ada tapi bukan menjadi penghalang.
“Program yang telah dilakukan di Observatorium Bosscha selama ini sudah baik, dan akan terus ditingkatkan kualitasnya agar Observatorium Bosscha bisa menghasilkan lebih banyak lagi publikasi ilmiah. Dengan demikian masyarakat juga bisa melihat pentingnya kondisi yang gelap bagi kelangsungan penelitian bagi Observatorium Bosscha.” kata Hakim yang juga bekerja dalam penelitian Fisika Bintang ini.
Tak hanya itu, masih menurut Hakim, ia juga mengharapkan di masa depan penelitian astronomi ini dapat dilaksanakan di stasiun-stasiun lainnya. Untuk itu diperlukan kerjasama aktif antar lembaga yang sudah ada saat ini seperti misalnya dengan LAPAN, BMKG maupun institusi lainnya.
Observatorium Baru
Saat pembicaraan mengarah pada isu polusi cahaya, disinggung juga mengenai perencanaan yang telah dijajaki oleh Observatorium Bosscha selama beberapa tahun ini untuk membangun observatorium baru di Indonesia. Seperti diketahui tim dari Observatorium Bosscha sudah beberapa kali melakukan penjajakan ke Nusa Tenggara Timur untuk mensurvei lokasi bagi pembangunan observatorium multiwavelength.
Pembangunan observatorium yang dapat mencakup pengamatan pada berbagai panjang gelombang memang dirasa sangat perlu. Dalam sejarahnya, ternyata bukan hanya Nusa Tenggara yang disurvei sebagai kandidat. Observatorium Bosscha juga telah menguji beberapa kandidat lokasi seperti di utara Danau Toba, Dieng dan juga untuk astronomi radio pernah dilakukan survey ke Bonjol.
Edukasi Publik
Tahun 2009 menjadi saat dimana astronomi diperkenalkan secara luas kepada masyarakat, dan mendapat respon yang sangat positif di semua negara termasuk Indonesia. Berbagai kegiatan edukasi publik telah dilakukan oleh Observatorium di sepanjang tahun 2009. Antusiasme memang semakin tinggi, dan perlu dijaga serta diakomodir. Untuk itu dibutuhkan kerjasama dan kolaborasi antara institusi astronomi dalam hal ini Obervatorium Bosscha dengan jaringan komunitas astronomi yang sudah ada saat ini.
“Dalam konteks luas untuk edukasi publik, masyarakat tidak hanya sekedar diajak untuk mengenali dan menikmati keindahan obyek langit. Berbagai kegiatan lain yang mengajak partisipasi aktif dapat dilaksanakan seperti misalnya pelatihan untuk guru sehingga guru pun di masa depan tidak hanya memahami metode yang diberikan namun mengembangkan sesuatu yang baru yang dapat digunakan sebagai alat dalam pembelajaran. Bahkan bukan tak mungkin guru pun bisa melakukan penelitian sendiri untuk kepentingan pendidikan astronomi. Di sinilah peran Bosscha untuk menjadi fasilitas penelitian bagi para guru bahkan siswa.” kata Hakim yang menyelesaikan pendidikan Doktor-nya di Universitas Tokyo dengan kajian planetari nebula pada tahun 1992.
Dalam keterkaitan dengan edukasi publik, kerjasama dan jaringan antara Observatorium Bosscha dan komunitas yang berkembang di Indonesia harus semakin terbina. Salah satu yang bisa dimanfaatkan oleh jaringan komunitas adalah Real Time Solar Telescope sebagai sarana edukasi bagi publik.
Tak hanya itu, keberadaan Teleskop GAO-ITB RTS juga merupakan program kolaborasi antara Indonesia dan Jepang yang dapat dimanfaatkan untuk edukasi publik ke dua negara terkat pengamatan obyek langit yang berbeda dan khas dari langit utara dan selatan. Perbedaan obyek langit ini juga bisa dimanfaatkan oleh para peneliti untuk melakukan penelitian jarak jauh antar kedua negara.
Nah untuk edukasi publik, Hakim yang juga ahli dalam instrumentasi menuturkan dari beberapa kali kegiatan pengamatan jarak jauh yang sudah dilaksanakan, ada beberapa orang yang berulang kali datang ke Gunma Observatory hanya untuk melihat Rasi Salib Selatan yang ditayangkan dari Indonesia.
Tak hanya Crux atau Salib Selatan yang mendapat perhatian. Area di sekitar rasi Centaurus juga menjadi area yang menarik untuk dieksplorasi. Dan publik Indonesia tentunya sangat ingin mengetahui seperti apa obyek di langit utara seperti misalnya bintang polaris. “Publik Jepang dan Indonesia pun bisa diberikan edukasi tentang perlunya langit gelap dan problematika polusi cahaya ketika mereka melihat daerah di sekitar Carina yang penuh polusi cahaya kota Bandung.” kata Hakim. “Dan diharapkan real time telescope yang ada di Observatorium Bosscha juga dapat digunakan untuk mengadakan pengamatan jarak jauh dari sekolah-sekolah di Indonesia yang berminat untuk melakukan pengamatan obyek langit,” tambahnya.
Terkait kunjungan publik ke Bosscha, sistem kunjungan di Observatorium Bosscha juga akan ditinjau kembali apakah metode yang sudah ada selama ini sudah cukup ataukah publik akan diajak untuk pro aktif selama jam kunjungan.
“Observatorium Bosscha akan mengutamakan pada kualitas pelayanan dan bukan kuantitas. Sehingga pengunjung yang datang juga bisa terpuaskan dan terpenuhi harapannya serta yang pasti mendapatkan wawasan astronomi”, kata Hakim sambil menutup pembicaraan sore hari itu.
Selamat Bekerja Pak Hakim!.
Disaat blog2 lain menampilkan hiruk pikuk “dunia” dan kehidupan pribadi, situs ini bagus sekali isi-nya, penuh informasi edukatif. Semoga sukses.
wah di bonjol juga???
bagus tuh…tepat di garis khatulistiwa…
dan yang pastinya…
klo gw pulang kampung…bisa mampir ke sana…
hehehehe
Dear Dr.Malasam I am student of prof.dr.e.a kreiken.it was years ago Iwould like to prepare his life story.I know he wored at your observatory and also did some more works in idenozya.he is faunder of astronomy at university of Ankara Turkey could you be kind enouph to provide some datils of his work in indenozia tank you for your help
Dear Dr. Omay,
Kindly supply me with your email, than
we can exchange informations. Many thanks
for your message and my apologize for not replying sooner. I am grateful to the moderator who let me know your message.
Selamat pagi…Saya bicara BI sedikit2 sadja :)…I am the cousin from prof Egbert Adriaan Kreiken. My father, Julius (Juus) was his brother. Bapakku dr anak2 di Rumah Sakit Charitas di Palembang 1949-1956. I am also going to try to write a scientific CV from my uncle. Please reply to [email protected]
Selamat pagi. Senang sekali bisa kenalan. It is indeed very good to be able to know each other. Our librarian, Ms. Elyani, is collecting materials related to the late Prof. Kreiken. Please drop by our observatory to find the literatures.
Selamat malam. Thank you for visiting our site. And it is nice to know you. I’m happy this site be able to bridge the communication between us.
thank you for your coorperation.my mail adress is as fallows
[email protected]