“Apakah Anda sudah mengerti? Apakah ada yang ingin Anda tanyakan?” Sejenak kelas itu pun terdiam dalam hening, dan sang guru kembali bertanya kepada satu per satu peserta kuliah, “Apakah ada yang kurang dipahami?” Kembali hening saat sang guru menantikan respon setiap peserta kuliah. Ia baru akan melanjutkan kuliahnya setelah meyakini tidak ada yang belum memahami penjelasannya.
Itulah gambaran yang terekam jelas dalam benak penulis sebagai salah satu mahasiswa kelas Fisika Bintang yang dipimpin oleh (alm) Prof. Dr. Winardi Sutantyo, salah satu tokoh astronomi Indonesia.
Winardi Sutantyo, sosok seorang guru dan pendidik yang tak pernah berhenti mengajar bahkan sampai akhir hidupnya. Ia juga sosok ilmuwan yang tak berhenti mengkaji evolusi bintang ganda dekat (close binary stars) sejak pertengahan 1970-an.
Tak ada mahasiswa yang tak mengenal sosok penulis buku “Astrofisika Mengenal Bintang”, satu-satunya buku teks astronomi dalam bahasa Indonesia, yang telah menjadi penuntun mahasiswa dalam memahami prinsip-prinsip dasar astrofisika. Ia juga menuliskan buku “Bintang-Bintang di Alam Semesta” bersama Bambang Hidayat dan terpilih sebagai pemenang karya dalam bidang ilmu pengetahuan civic tahun 1981.
Winardi yang berasal dari Solo dan dilahirkan tanggal 19 Mei 1944 merupakan ahli astrofisika Indonesia sekaligus staff pengajar di Departemen Astronomi ITB, Bandung. Minatnya yang besar pada astronomi, membawa Winardi untuk menyelesaikan studinya di Astronomi ITB pada tahun 1971 dan melanjutkan pendidikan Doktor di Institut Astronomi Amsterdam pada tahun 1975 bawah bimbingan pakar bintang ganda ternama Prof. EPJ Van den Heuvel. Relasi guru dan murid diantara keduanya memang tak pernah putus. Winardi masih ikut merayakan ulang tahun gurunya yang ke-65 di Belanda tak lama setelah Asia Pacific Regional IAU Meeting 2005 selesai.
Tak lama setelah kembali dari Belanda, Winardi digerogoti sakit yang perlahan-lahan telah mengganggu tubuhnya sejak tahun 2002. Pada akhirnya sakit yang ia derita membawanya kembali ke peraduan Tuhan yang mengasihinya.
Winardi yang diangkat sebagai guru besar Astronomi ITB pada tahun 2005 itu akhirnya tutup usia pada tanggal 10 Maret 2006 di usia yang ke-61. Ia meninggalkan seorang istri, Asih Trisnawati, yang dinikahinya tahun 1971, serta dua orang putri, Nani dan Lidwina.
Dalam kiprah ilmiahnya, Winardi aktif melakukan penelitian dan kajian tentang supernova, bintang ganda pemancar sinar X, dan pulsar. Di kalangan astronom internasional, Winardi dikenal sebagai orang pertama yang mengemukakan teori terbentuknya Bintang Ganda Pemancar Sinar-X Bermassa Kecil (Low Mass X-ray Binaries atau LMXB). Karya penting lainnya adalah penjelasan mengenai sumber sinar-X yang ada di gugus bola. Winardi menduga bahwa sumber sinar-X ini disebabkan oleh sebuah tumbukan antara bintang raksasa dengan bintang neutron. Tak kurang dari 35 karya tulis ilmiah telah ia hasilkan dan dipublikasikan di berbagai jurnal astronomi internasional seperti Astronomy & Astrophysics dan Astrophysics and Space Sciences. Sebelum meninggal, Winardi sempat menyelesaikan sebuah buku pengantar astrofisika yang akan diterbitkan oleh Penerbit ITB.
Di luar astronomi, Winardi juga dikenal penulis seri buku komputer seperti Mengolah kata dengan Wordstar, Secepat dan Semudah 123, seri Menggunakan Microsoft Office Word, seri Menggunakan Microsoft Office Excel, “Pemrograman dBASE III plus. Tak hanya itu, Winardi yang juga mendalami sulap dan menggemari musik dari film-film Disney ini aktif dalam pelayanannya di gereja. Di dunia maya, Winardi juga merupakan administrator milis Cyber GKI. Dalam diskusi, kadang muncul perdebatan yang cukup alot di dalam, namun ia selalu sabar melayaninya. Baginya tidak ada pertentangan antara iman dan ilmu pengetahuan, karena keduanya justru saling menjelaskan.
Tulisan-tulisan Winardi yang diperuntukkan bagi pembaca yang awam astronomi pun terasa mudah dipahami. Bahkan bagi para mahasiswa pun, penjelasannya membuat prinsip-prinsip dasar astrofisika terasa mudah dipahami. Winardi adalah sosok yang sabar dalam mendidik murid-muridnya. Ia tak pernah marah ketika sang murid berulang kali bertanya namun baginya kecurangan dalam ujian tak bisa ditolerir. Jika ada mahasiswa yang ketahuan melakukan kecurangan akan langsung diminta untuk mengulang kuliahnya di tahun berikutnya.
Dedikasi Winardi pada dunia pendidikan memang tak diragukan. Di antara sakitnya, ia masih terus mengajar murid-muridnya walau sambil duduk dengan suara lemah yang dibantu dengan mikrofon. Dalam pelayanannya di gereja, ia pun tak mengenal kata sakit. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, ia berupaya datang bertugas dalam kebaktian minggu tanggal 6 Maret 2006. Jarak yang sangat jauh tidak melunturkan semangatnya meski untuk itu ia harus beristirahat sejenak di jalan tol.
Winardi Sutantyo, sosok yang telah ikut berkiprah dalah perkembangan astronomi Indonesia itu telah tiada, namun karya dan dedikasinya tak akan pernah hilang di lekang waktu. Dan di penghujung waktu hidupnya, Winardi masih memberikan peninggalan bagi masyarakat Indonesia dan mahasiswa astronomi Indonesia. Sebuah buku Pengantar Astrofisika: Bintang – bintang di Alam Semesta yang diterbitkan oleh Penerbit ITB di tahun 2010. Warisan pengetahuan yang ia torehkan dalam karya-karyanya akan terus dipakai sepanjang zaman.
Referensi : KOMPAS, Id Wikipedia, Forum Cyber GKI
Oh Be a Fine Girl Kiss Me… salah satu ajaran pak Wie alm. untuk menghafalkan kelas spektral bintang O B F G K M..
yoi… dan itu menarik bnget buat mengingat.
saya pengen jadi astronom, jurusan apa yang paling tepat saya pilih? IPA? atau IPS?
astaga ini serius pertanyaannya?
astronomi itu ipa atau ips???
harus ambil kelas bahasa deh kayaknya :p
dia ga salah nanya juga kok. di sekolah astronomi diajarkan ada di ipa ada di georgrafi. ini yg jd problema di indonesia. tp by default jelas IPA
meskipun saya tidak mengenal langsung tetapi beliau adalah seseorang yang hebat, saya banyak mendengar dari bos saya dulu. Pernah ngajar di LIKMI juga ya rasanya?
benar beliau di LIKMI dan penulis buku2 komputasi 🙂