Keberadaan Matahari sebagai bola gas pijar berukuran raksasa dengan daya 1026 watt tidak hanya mensubsidi energi radiasi bagi milyaran manusia di planet Bumi, tetapi juga untuk mengetahui eksistensi batuan di ruang antar planet, termasuk planet dan komet anggota Tata Surya. Energi radiasi yang dipergunakan untuk menghidupi biosfer planet Bumi sekitar satu per satu milyar bagian dari energi yang dipancarkan dari seluruh permukaan Matahari.
Bila harga minyak mencapai 1 barrel mencapai 100$, secara kasar subsidi energi Matahari itu setiap hari ekivalen dengan 44 juta rupiah per-manusia Indonesia. Subsidi energi radiasi Matahari yang besar itu membuat hidup kita “nyaman”. Gerhana Matahari merupakan fenomena berkurangnya sorot energi Matahari karena terhalang oleh Bulan, fenomena ini setidaknya mengingatkan manusia atas subsidi energi yang sangat besar dan selalu berusaha memanfaatkannya untuk berbagai keperluan hidup.
Selain dayanya yang sangat besar, massa Matahari juga relatif sangat besar (1033 kg), massanya yang sangat besar tersebut mengikat planet serta semua anggota Tata Surya yang mengiringnya dengan gaya tarik gravitasi. Planet pengiring Matahari berukuran jauh lebih kecil sehingga membentuk bayang – bayang planet atau bayang – bayang satelit alam yang mengiringi planet dengan bentuk kerucut bayang – bayang umbra. Bentuk kerucut bayang – bayang umbra itu, diapit oleh kawasan penumbra. Di kawasan penumbra, bila pengamat memandang ke arah Matahari, sorot cahaya Matahari kurang dari 100%, karena sebagian diblok atau tertutup oleh benda langit pembentuk bayang – bayang tersebut. Makin dekat dengan kawasan umbra, makin besar sorot cahaya Matahari yang tertutup oleh benda langit tersebut. Sedang kawasan bayang – bayang umbra benda langit itu pada hakekatnya adalah suasana malam, manusia dapat menyaksikan bintang dan planet seperti malam hari.
Pada gerhana Bulan manusia di planet Bumi menyaksikan pemandangan Bulan memasuki suasana malam yang dingin, karena sorot cahaya Matahari di blok oleh planet Bumi. Gerhana Bulan Penumbra berarti permukaan Bulan hanya mengalami pengurangan sorot cahaya Matahari. Gerhana Bulan Total berarti seluruh Bulan memasuki kawasan umbra Bumi dan berarti sorotan cahaya Matahari secara langsung semuanya terhalang oleh planet Bumi.
Kombinasi kemiringan orbit Bulan mengelilingi Bumi sekitar 5 derajat terhadap orbit Bumi dan Matahari (ekliptika), ukuran Bulan dan Matahari, variasi jarak Bumi-Bulan dan variasi jarak Bumi – Matahari, menjadikan fenomena Gerhana Matahari dan gerhana Bulan merupakan bagian pengetahuan manusia. Manusia bisa mengenal fungsi bayang – bayang benda langit untuk mengetahui fenomena bagian luar Matahari dalam bentuk Korona dan berbagai aktivitas lontaran awan plasma dari Matahari.
Secara kuantitatif diameter fisik bola karang Bulan adalah 3476 km. Orbit Bulan mengelilingi Bumi juga berbentuk ellips sehingga jarak Bumi-Bulan bervariasi jarak maksimum adalah 406767 km, dan jarak minimum adalah 356395 km, dan jarak rata-rata 384460 km. Kombinasi diameter Bulan dan jarak Bumi – Bulan menjadikan pemandangan bundaran Bulan di langit atau diameter sudut Bulan berukuran maksimum 33 menit busur 31 detik busur, minimum 29 menit busur 22 detik busur, rata-rata ukuran diameter sudut Bulan 31 menit busur 5 detik busur.
Orbit Bumi mengelilingi Matahari berbentuk ellips dengan eksentrisitas 0.016773. Jarak Bumi- Matahari tidak konstan. Titik terdekat dengan Matahari dinamakan titik perihelion, dan titik terjauh dinamakan titik aphelion. Jarak rata-rata Bumi – Matahari (satu satuan astronomi = 1 sa) adalah 1.49597870 × 100 000 000 km, pada kenyataannya jarak Bumi-Matahari bervariasi antara 147 091 312 km (di perihelion) hingga 152 109 813 km (di aphelion). Variasi jarak ini mencapai [(406700 – 356400)/((406700 + 356400)/2)] x 100% = 12% dari nilai jarak rata-rata. Bundaran Matahari di langit atau diameter sudut Matahari bervariasi dari 31′.46 (tiga puluh satu koma 46 menit busur) hingga 32′.53 (tiga puluh dua koma 53 menit busur), atau semidiameter sudut Matahari bervariasi antara 944″ (944 detik busur) hingga 976″ (976 detik busur).
Secara umum diameter linier bola gas Matahari, Dmth ≈ 1 400 000 km (tepatnya 2 × 6.96 × 100 000 km = 1 392 000 km) dan diameter linier bola karang Bulan, Dbln ≈ 3 500 km (tepatnya 2 × 1.738 × 1000 km = 3476 km). Bila dmth dan dbln masing-masing adalah jarak Bumi-Matahari dan jarak Bumi-Bulan maka: diameter sudut Matahari = (Dmth/dmth) × 206265″ (dinyatakan dalam satuan detik busur, 1 derajat = 60 menit busur = 3600 detik busur) dan diameter sudut Bulan = (Dbln/dbln) × 206265″. Jadi perbandingan diameter bola gas raksasa Matahari, Dmth, terhadap diameter bola karang Bulan, Dbln, sekitar ≈ 400. Sedangkan perbandingan jarak Bumi – Matahari terhadap jarak Bumi – Bulan antara 362 hingga 419 kali, oleh karena itu perbandingan bundaran Matahari atau diameter sudut Matahari dibanding terhadap diameter sudut Bulan atau bundaran Bulan di langit berkisar antara 95% lebih kecil atau 110% lebih besar.
Kenyataan ini menjelaskan mengapa bisa terjadi gerhana Matahari Total, arah pandang ke Matahari seluruhnya diblok atau tertutup oleh Bulan dan bisa terjadi gerhana Matahari Cincin, hanya bagian tengah bundaran Matahari diblok atau tertutup oleh bundaran Bulan yang lebih kecil. Gerhana Matahari Hibrida bisa terjadi bila ukuran diameter sudut Bulan dan diameter sudut Matahari hampir sama, perubahan jarak yang sedikit saja dalam kurun waktu berlangsungnya gerhana Matahari bisa mengubah status gerhana Matahari dari gerhana Matahari Total menjadi gerhana Matahari Cincin atau sebaliknya dari gerhana Matahari Cincin menjadi Gerhana Matahari Total.
Gerhana 2013
Kombinasi kemiringan orbit Bulan mengelilingi Bumi sekitar 5 derajat terhadap orbit Bumi dan Matahari (ekliptika), ukuran Bulan dan Matahari, variasi jarak Bumi-Bulan dan variasi jarak Bumi – Matahari, menyebabkan tidak setiap bulan terjadi gerhana Bulan maupun gerhana Matahari. Fenomena gerhana Bulan maupun gerhana Matahari akan berlangsung bila kedudukan Matahari di ekliptika berada dekat dengan titik simpul (titik potong) orbit Bulan terhadap ekliptika. Kondisi tersebut merupakan tanda bahwa akan datang fenomena gerhana Bulan maupun gerhana Matahari. Secara ringkas kondisi tersebut dinamakan sebagai musim gerhana. Siklus kehadiran musim gerhana antara 5 hingga 6 bulan, setahun gerhana rata – rata 346.62 hari. Pada tahun 2013 terdapat dua musim gerhana, pada musim gerhana pertama akan berlangsung secara berurutan Gerhana Bulan Sebagian 25 – 26 April 2013 (GBS 25-26 April 2013), kemudian Gerhana Matahari Cincin 10 Mei 2013 (GMC-10 Mei 2013) dan diakhiri dengan Gerhana Bulan Penumbra 25 Mei 2013 (GBP-25 Mei 2013). Sedangkan pada musim gerhana kedua akan berlangsung secara berurutan Gerhana Bulan Penumbra 18 Oktober 2013 (GBP 18 Oktober 2013), Gerhana Matahari Hibrida 3 November 2013 (GMH 3 November 2013). Jadi pada tahun 2013 terdapat 3 (tiga) gerhana Bulan dan 2 (dua) gerhana Matahari.
GBS 25-26 April 2013 dapat disaksikan dari wilayah Indonesia, GMC-10 Mei 2013, momen GBS dapat disaksikan di sebagian wilayah Indonesia. GBP-25 Mei 2013 tidak dapat disaksikan dari wilayah Indonesia, GBP 18 Oktober 2013 dapat disaksikan dari wilayah P. Sumatera, sebagian Jawa Barat dan Sebagian Kalimantan Barat, sedang GMH 3 November 2013 tidak dapat disaksikan dari wilayah Indonesia.
Gerhana Matahari Cincin 10 Mei 2013
GMC 10 Mei 2013 merupakan gerhana 31 dari 70 gerhana Matahari dalam seri Saros 138. Ijtimak akhir Jumadil Akhir 1434 H bertepatan dengan hari Jum’at 10 Mei 2013 jam 07:28 wib. Ijtimak atau konjungsi akhir Jumadil Akhir 1434 H tersebut berlangsung saat berlangsungnya fenomena gerhana Matahari Cincin. Jalur gerhana Matahari Cincin tersebut melewati Australia dan sebagian besar berada di samudera Pasifik. Semidiameter sudut Matahari pada saat gerhana Matahari Cincin mencapai maksimum adalah 0º 15′ 50″.4 sedangkan Bulan hanya 0º 14′ 53″.8 atau 94% lebih kecil dari semidiameter sudut Matahari.
Walaupun gerhana Cincin, di wilayah Indonesia tidak dilalui jalur GMC sebagian kota di wilayah Indonesia hanya menyaksikan momen gerhana Matahari Sebagian (GBS). Di Yogya misalnya pada waktu Matahari terbit dalam keadaan gerhana dan pada akhir gerhana Matahari sebagian berakhir pada jam 06:27 wib, tinggi Matahari hanya 11 derajat. Di Bandung pada waktu Matahari terbit dalam keadaan gerhana dan pada akhir gerhana Matahari Sebagian berakhir pada jam 06:27 wib kedudukannya lebih rendah hanya 8 derajat, di Ternate GMS dimulai jam 04:50 wib, tinggi Matahari sekitar 6 derajat dan ketika GMS berakhir pada jam 06:45 wib tinggi Matahari mencapai +33 derajat. Pada momen akhir GMS di Indonesia tinggi Matahari bervariasi dari 0 derajat di Pakan Baru hingga 52 derajat di Jayapura.
Sebagian kota – kota di Indonesia hanya mempunyai kesempatan menyaksikan gerhana Matahari pada hari Jum’at pagi tanggal 10 Mei 2013 antara 1 menit di Pakan Baru hingga 2 jam 44 menit di Jayapura. Kota – kota di kawasan pulau Sumatera di Pakan Baru hanya berkesempatan mengamati gerhana Matahari Sebagian kurang dari 30 menit. Bila langit cerah di Pakan Baru kesempatan mengamat GMS sekitar 1 menit (antara jam 06:08 – 06:09 wib), di Tanjung Pinang sekitar 17 menit (antara jam 05:58 – 06:15 wib), di Jambi 14 menit (antara jam 06:02 – 06:16 wib), di Bengkulu 8 menit (antara jam 06:11 – 06:19 wib), di Palembang 19 menit (antara jam 06:00 – 06:19 wib), di Bandar Lampung 22 menit (antara jam 06:00 – 06:19 wib), Pangkal Pinang 25 menit (antara jam 05:53 – 06:19 wib). Sedangkan di kota – kota Padang, Banda Aceh dan Medan tidak dapat menyaksikan GMS 10 Mei 2013.
Bila langit cerah kota – kota di pulau Jawa berkesempatan mengamati momen GMS dari GMC 10 Mei 2013 kurang dari 1 jam. Misalnya di Jakarta kesempatan mengamati GMS sekitar 30 menit (antara jam 05:55 – 06:25 wib), di Serang 26 menit (antara jam 05:58 – 06:25 wib), di Bandung 33 menit (antara jam 05:58 – 06:25 wib), di Yogyakarta 47 menit (antara jam 05:43 – 06:30 wib), di Semarang 47 menit (antara jam 05:42 – 06:29 wib), di Surabaya 58 menit (antara jam 05:33 – 06:31 wib).
Bali, NTB dan NTT berkesempatan mmengamati lebih dari 1 jam misalnya di Denpasar 1 jam 10 menit (antara jam 05:25 – 06:35 wib), di Mataram 1 jam 15 menit (antara jam 05:21 – 06:36 wib), di Kupang 1 jam 52 menit (antara jam 04:54 – 06:46 wib).
Di Pulau Irian Jaya mencapai 2 jam lebih misalnya di Jayapura 2 jam 44 menit (antara jam 04:37 – 07:21 wib), Sorong 2 jam 13 menit (antara jam 04:42 – 06:55 wib) begitupula di Ambon 2 jam 13 menit (antara jam 04:38 – 06:51 wib). Sedang di Ternate 1 jam 55 menit (antara jam 04:50 – 06:45 wib).
Di Pulau Kalimantan misalnya mencapai lebih dari 1 jam kecuali di Pontianak 41 menit (antara jam 05:37 – 06:18 wib), di Palangkaraya 1 jam 5 menit (antara jam 05:22 – 06:27 wib), di Banjarmasin 1 jam 7 menit (antara jam 05:22 – 06:29 wib), di Samarinda 1 jam 22 menit (antara jam 05:07 – 06:29 wib).
Di Pulau Sulawesi kesempatan lebih dari 1.5 jam misalnya di Manado 1 jam 49 menit (antara jam 04:51 – 06:40 wib), Gorontalo 1 jam 47 menit (antara jam 04:50 – 06:37 wib), Kendari 1 jam 52 menit (antara jam 04:49 – 06:41 wib), Makassar 1 jam 33 menit (antara jam 05:04 – 06:37 wib), Mamuju 1 jam 31 menit (antara jam 05:03 – 06:34 wib), Palu 1 jam 37 menit (antara jam 04:56 – 06:33 wib).
Walaupun kedudukan Matahari masih rendah ketika gerhana Matahari Sebagian berlangsung, mungkin cahaya Matahari akan mengalami peredaman intensitas cahayanya dibanding dekat zenith, namun pengamatan secara langsung tanpa kacamata penapis cahaya Matahari tidak direkomendasikan. Pengamatan GMS atau pengamatan Matahari secara langsung dengan mata bugil dapat merusak retina mata dan bisa mengakibatkan kebutaan. Bagi yang akan mengabadikan perlu mencari tempat yang baik untuk pengamatan dan mempersiapkan kamera maupun teleskop dengan penapis cahaya Matahari. Mudah – mudahan langit cerah, sehingga dapat menyaksikan maupun mengabadikan gerhana Matahari.
Can’t wait! 🙂