Ada keanehan pada cincin atau piringan reruntuhan debu di sekeliling bintang Fomalhaut yang jadi bukti pahatan bintang purba.

Fomalhaut. Bintang paling terang di rasi Piscis Austrinus ini berada pada jarak 25 tahun cahaya. Bintang ini juga masih muda, baru berusia 440 juta tahun. Pada tahap ini, bintang seperti Fomalhaut masih dikelilingi oleh piringan batuan dan debu hasil tabrakan planetesimal. Piringan reruntuhan debu ini mirip dengan Sabuk Asteroid di Tata Surya, tapi jauh lebih besar. Pada piringan debu inilah exoplanet terbentuk.
Piringan yang berubah
Kali ini, para astronom mengamati piringan reruntuhan atau puing-puing debu di Fomalhaut dan berhasil menyingkap arsitektur piringan yang tidak biasa.
Jadi, piringan debu ini tidak saja lonjong, tapi kelonjongan atau eksentrisitasnya tidak tetap atau terus berubah seiring bertambahnya jarak. Semakin jauh dari Fomalhaut, bentuk piringan ini justru makin kurang lonjong alias tidak eksentrik. Sederhananya, bagian dalam piringan lebih lonjong, sementara bagian luar lebih bulat.
Bayangkan piringan Saturnus jika Saturnus tidak tepat di tengah. Jika itu terjadi, maka bagian “piringan dalam” bentuknya lebih menyimpang dari pusat dibanding bagian luarnya. Ini semua tak lepas dari interaksi gravitasi dengan objek yang dikelilinginya. Pola ini kita kenal sebagai gradien eksentrisitas negatif.
Bentuk tak biasa dari piringan puing-puing debu ini menjadi bukti kuat pahatan planet purba. Sebuah planet masif yang masih tersembunyi yang
berperan penting memahat arsitektur piringan reruntuhan debu Fomalhaut.
Pembentukan planet di dalam piringan ini dimulai dengan tabrakan dan penggabungan materi yang makin lama makin masif. Ketika planet semakin masif, maka gravitasinya juga makin besar dan ini tentu saja mempengaruhi area sekelilingnya. Gravitasi planet yang besar akan menarik dan tentu saja mengubah bentuk piringan di sekitarnya sekaligus mengatur dan mengendalikan eksentrisitas piringan bahkan sejak masih berupa piringan protoplanet.
Tak cuma itu. Gravitasi planet masif misterius ini juga menjaga bentuk piringan di area tersebut selama lebih dari 400 juta tahun. Para astronom memastikan lewat pemodelan dan simulasi stabilitas jangka panjang, kalau pelakunya cukup satu planet masif yang masih tersembunyi menanti untuk ditemukan.
Pengamatan
Para astronom menemukan perubahan kelonjongan bentuk piringan reruntuhan debu Fomalhaut dengan teleskop radio ALMA. Mereka memanfaatkan citra resolusi tinggi ALMA pada panjang gelombang 1,3 mm untuk memperoleh data piringan Fomalhaut. Dari data yang ada serta pemodelan yang dibuat, para astronom berhasil menemukan penurunan eksentrisitas yang tajam saat radius bertambah.
Sementara itu, tim astronom yang berbeda juga menemukan kalau pergeseran kecerlangan antara sisi perisenter (bagian piringan terdekat bintang) dan apisenter (terjauh). Selain itu, ada perbedaan lebar piringan yang diukur ketika dibandingkan dengan data JWST dan ALMA. Penemuan ini tidak bisa dijelaskan dengan model eksentrisitas konstan. Sementara itu, model baru dengan gradien eksentrisitas justru mampu merekonstruksi sejarah dan kondisi terkini sistem Fomalhaut.















Tulis Komentar