langitselatan
Beranda » Hujan di Planet Muda, Efek Campuran Air dan Hidrogen

Hujan di Planet Muda, Efek Campuran Air dan Hidrogen

Selama ini para astronom mengira air dan gas tidak bisa bereaksi. Ternyata, dalam kondisi ekstrem reaksi kimia antara gas dan air di atmosfer planet muda bisa terjadi. 

Ilustrasi exoplanet K2-18 b. Kredit: ESA/Hubble, M. Kornmesser
Ilustrasi exoplanet K2-18 b. Kredit: ESA/Hubble, M. Kornmesser

Planet-planet yang kita kenal di Tata Surya maupun yang mengitari bintang lain itu terbentuk dari gas, es, batuan, dan logam. Ketika para astronom melakukan pemodelan pembentukan planet, mereka memperoleh satu informasi penting. Materi yang membentuk planet ini tidak mengalami reaksi kimia satu sama lainnya. 

Tapi, ternyata asumsi ini tidak tepat. 

Reaksi Kimia di Planet Muda

Para ilmuwan planet dari UCLA dan Princeton justru menemukan jawaban berbeda pada planet-planet muda seukuran Bumi hingga Neptunus. Ketika planet-planet muda yang baru terbentuk ini sedang berada di bawah kondisi pemanasan intens alias suhu dan tekenan yang ekstrem, reaksi kimia antara air dan gas hidrogen bisa terjadi. 

Reaksi ini menghasilkan percampuran air dan gas hidrogen di atmosfer planet-planet muda tersebut. Dan yang lebih mengejutkan, terbentuk hujan di kedalaman atmosfer planet tersebut!

Hasil pengamatan exoplanet memperlihatkan kalau planet-planet seukuran Bumi hingga Neptunus merupakan tipe planet yang paling umum ditemukan di Bimasakti. Planet-planet ini umumnya terbentuk dengan atmosfer hidrogen. Kondisi ini memungkinkan terjadinya interaksi antara hidrogen di atmosfer dan lelehan pada bagian dalam planet, selama jutaan hingga miliaran tahun. Interaksi antara atmosfer dan interior planet ini menjadi kunci penting untuk bisa memahami pembentukan planet dan evolusinya. Juga apa yang mungkin tersembunyi di balik atmosfernya. 

Tapi, untuk memperoleh jawabannya, para astronom tidak bisa menciptakan kondisi temperatur dan tekanan ekstrem ketika planet terbentuk di dalam laboratorium. Karena itu mereka pun beralih pada simulasi dinamika molekul mekanika kuantum. Tujuannya tentu saja untuk menyelidiki bagaimana hidrogen dan air berinteraksi dalam rentang tekanan dan temperatur yang berbeda pada planet-planet seukuran Bumi hingga Neptunus. 

Seringkali ada anggapan bahwa fisika dan kimia dasar sudah sepenuhnya dipahami. Setidaknya kita bisa mengetahui kapan suatu benda akan meleleh, larut, atau membeku. Tapi, saat membahas interior atau bagian dalam sebuah planet sampai bagian yang paling dalam, semua itu masih misteri. Tidak ada rujukan pasti apa yang terjadi dan para astronom harus mempelajari dan memprediksi apa yang terjadi dari data yang ada. Dan seringkali data itu terbatas. Apalagi untuk planet yang mengitari bintang lain. Rujukan terdekat, tentu saja planet di Tata Surya. Tapi, planet-planet seukuran Bumi hingga Neptunus atau yang kita kenal sebagai planet Bumi-super dan Neptunus-mini itu tidak ada di Tata Surya. Jadi, dari data yang terbatas, para astronom harus membangun asumsi untuk dibuktikan. 

Simulasi Dinamika Molekul Planet

Untuk simulasi ini, para astronom membuat simulasi sistem yang terdiri dari hidrogen dan air, masing-masing dengan ratusan atom, lalu menghitung bagaimana keduanya saling berinteraksi di tingkat kuantum. Atom-atom tersebut merespons secara alami, seolah-olah mereka sedang diuji dalam eksperimen laboratorium dalam kondisi serupa.

Suhu planet bisa sangat panas ketika planet baru terbentuk, atau jika planet berada dekat dengan bintang induknya. Dari simulasi, planet-planet seperti ini akan memiliki atmosfer yang disusun oleh campuran homogen antara hidrogen dan air.  Tapi, seiring evolusinya atau ketika planet makin tua, temperatur planet mendingin dan hidrogen serta air mulai terpisah. Pemisahan ini kemudian memicu “hujan” air yang turun ke bagian dalam atmosfer, menghasilkan panas yang tak terduga di kedalaman planet serta mengubah komposisi atmosfer dan evolusi planet tersebut selama miliaran tahun.

Ketika planet semakin dingin karena bertambahnya usia, awan pun terbentuk ketika uap air mengembun, pada bagian terluar atmosfer. Tak lama kemudian, hidrogen dan air mulai terpisah di bagian atmosfer dalam dan area inilah terdapat cadangan hidrogen dan air untuk planet. Pada saat inilah terjadi hujan di bagian dalam atmosfer saat air yang “lebih berat” turun sementara hidrogen yang lebih ringan naik. Akibatnya, terbentuklah lapisan luar kaya hidrogen dan lapisan dalam kaya air

Implikasi

Penemuan ini bisa membantu para astronom untuk memecahkan misteri mengapa Uranus lebih sedikit memancarkan panas dibanding Neptunus. Padahal keduanya memiliki ukuran yang hampir sama. 

Hujan air diperkirakan lebih banyak di Neptunus dibanding Uranus, sehingga menghasilkan lebih banyak panas internal di Neptunus. Dan ini bisa menjelaskan mengapa aliran panas dari Uranus jauh lebih rendah dibandingkan Neptunus

Selain itu, hasil ini juga memberikan implikasi pada pemahaman terkait exoplanet planet laik huni dengan atmosfer hidrogen yang menyelubungi samudra air di bawahnya. Contohnya adalah exoplanet K2-18 b dan TOI-270 d. Jika temperatur internal planet seperti ini cukup tinggi, maka hidrogen dan air tidak bisa terpisah, melainkan terbentuk fluida homogen antara hidrogen dan air.

Jika air dan hidrogen bercampur di bagian dalam planet, maka struktur dan evolusi termal seukuran Bumi hingga Neptunus akan berbeda dari model standar. Tapi, jika planet lebih dingin, maka akan terbentuk lapisan terpisah yang kaya akan air, mungkin dalam bentuk cair.

Penelitian ini mempersempit pencarian sistem planet di Bimasakti dalam hal ini exoplanet kaya air yang berpotensi memiliki lautan air jika atmosfer hidrogen dan airnya bercampur. Dan dengan demikian para astronom bisa mengungkap faktor apa yang mungkin menentukan perbedaan ini.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Manager 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini

Kanal LS

Toko LS
tanya LS
Gerhana

Paling Banyak Dicari

Fenomena Langit Bulan April 2025
Planet Bumi, Si Kelereng Biru Rumah Kita
Planet Merkurius: Pengantar Pesan di Langit
Garis Karman: Batas Ruang Udara & Ruang Angkasa

Langanan LS