Ekspedisi ini berawal dari sebentuk kenekatan dan berakhir sebagai tamu negara di Istana Kepresidenan Timor-Leste. Ekspedisi ini telah berkembang menjadi ekspedisi astronom ASEAN yang melibatkan astronom profesional dan amatir dari Indonesia, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Timor-Leste.
Tim ekspedisi pun meluangkan waktu untuk berbagi edukasi tentang Gerhana Matahari Total (GMT) ini baik di tingkat lokal distrik Lautém maupun tingkat nasional melalui media massa Timor-Leste. Gerhana Matahari Total ini cukup spesial karena di ujung-ujung jalurnya terjadi Gerhana Matahari Hibrid (GMH).
Sementara itu di ITERA … 20 April 2023, tanggal yang sudah masuk agenda kegiatan prioritas semenjak November 2022 di Observatorium Astronomi ITERA Lampung (OAIL). Bersama staf OAIL dan dosen-dosen Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan (SAK), sebuah rencana yang cukup ambisius digelar, yakni melakukan ekspedisi lintas negara ke Timor Leste memburu Gerhana matahari total yang akan terjadi disana.
Banyak kegiatan ilmiah yang ingin dilakukan karena ITERA merupakan playground yang kondusif bagi kegiatan multidisiplin. Sosialisasi ke sivitas akademika, terutama dosen, dilakukan dan menjaring minat yang cukup menggebu dari dosen-dosen muda berbagai disiplin ilmu, seperti Biologi, Teknik Informatika, Teknik Lingkungan. Ya, peristiwa gerhana matahari tidak melulu hanya bisa diisi oleh astronom dengan teleskopnya. Biolog dengan berbagai gagasan penelitian untuk mengamati perilaku vegetasi maupun hewan. Rencanapun dibentangkan dengan satu variabel yakni dana. Proposalpun disampaikan ke Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, ITERA. Proposal yang sarat dengan rencana kegiatan ilmiah dan pengabdian kepada Masyarakat selain promosi ITERA ke negara tetangga kita.
Pengembangan jejaring bersama grup astronomi amatir dan representatif negara-negara dalam jejaring SEAAN (South East Asia Astronomy Network) memiliki peran yang sangat penting. Dari jejaring tersebut berhasil terbentuk satu tim ekspedisi besar yang sukses menjalankan berbagai misi memanfaatkan peristiwa alam nan besar ini.
Setahun telah berlalu. Izinkanlah kami berbagi cerita sebagai refleksi satu tahun ekspedisi GMT ke Timor-Leste tersebut.
Perencanaan Awal
Berbagai pihak melakukan perencanaan perjalanan secara serius dimulai sejak September 2022. Sebagaimana telah dipetakan dalam situs Time and Date tentang GMH 20 April 2023 ini (https://www.timeanddate.com/eclipse/map/2023-april-20), Timor-Leste termasuk yang dilalui jalur totalitasnya. Secara khusus tim telah mengidentifikasi secara mendetail berbagai lokasi di darat yang kemungkinan masih ada penduduknya – hal ini penting mengingat kebutuhan dukungan logistik seperti halnya listrik dan koneksi internet.
Tim juga mengidentifikasi pola awan rata-rata pada bulan April di kisaran jalur tengah terjadinya GMT/GMH kali ini. Berdasarkan data yang dihimpun di situs Eclipsophile besutan Jay Anderson tentang GMH 20 April 2023 (https://eclipsophile.com/hse2023/), rata-rata awan bulan April pada jalur tengah gerhana tersebut dapat dipetakan sebagai berikut:
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa peluang langit cerah pada saat terjadinya GMT yang terbaik di Australia, diikuti Timor-Leste, dan kemudian Papua Indonesia.
Tim juga mengidentifikasi karakteristik lingkungan sosial, konektivitas, dan estimasi biaya per destinasi terhadap berbagai lokasi dalam jalur totalitas tersebut. Berdasarkan lingkungan sosial, Exmouth, Lospalos, dan Biak cenderung lebih menarik dibandingkan pilihan destinasi lainnya. Berdasarkan observasi, Exmouth Australia telah diiklankan besar-besaran secara internasional sebagai destinasi pilihan untuk GMH tahun 2023, sementara pada saat analisis ini dibuat, kedua kota di Timor-Leste, Viqueque dan Lospalos, bersama dengan Damer/Oeta belum cukup populer untuk peristiwa GMT/GMH ini. Di lain pihak, beberapa Institusi Indonesia (seperti BRIN, Observatorium Bosscha, langitselatan.com) telah mengisyaratkan rencananya ke Kisar dan Biak.
Merangkum semuanya, dari sudut pandang keberangkatan dari Jakarta, pilihan terbaik jatuh pada Viqueque dan Lospalos di negara Timor-Leste. Estimasi total biaya transportasinya jauh lebih rendah dibandingkan pilihan untuk pergi ke Australia dengan hanya sedikit lebih tinggi dari destinasi Biak di Indonesia. Selain itu peluang langit tertutup awan di Timor-Leste yang berkisar 55%, masih lebih baik daripada Biak Indonesia yang berkisar 75% meskipun tidak sebaik Australia Barat yang hanya berkisar 30%.
Persiapan Keberangkatan
Persiapan lebih lanjut memasuki tahun 2023 mulai menampakkan banyak tantangan. Perencanaan awal ekspedisi ini tampaknya masih kurang begitu menarik antara lain karena: Estimasi biaya transportasi yang relatif lebih mahal daripada destinasi domestik lain, belum ada jaminan tempat penginapan, ketidakjelasan regulasi visa untuk pendatang non-WNI (non-Warga Negara Indonesia), kekhawatiran keterbatasan infrastruktur di negara yang baru merdeka belum lama ini, dan banyak hal lainnya. Saat-saat inilah berbagai pertolongan datang membantu.
Seorang teman WNI yang memiliki usaha di Timor-Leste menyarankan untuk masuk Timor-Leste melalui jalan darat lewat Kupang. Saran ini berdampak signifikan menurunkan biaya transportasi dari yang sebelumnya diestimasikan sekitar Rp 14 juta per orang menjadi hanya sekitar Rp 6 juta per orang. Nilai ini jauh lebih rendah daripada biaya transportasi ke Biak Indonesia dan juga masih lebih rendah daripada ke Kisar atau Damar/Oeta yang juga di Indonesia. Selain itu, ada pula suatu kebetulan yang menyenangkan yaitu mulai beroperasinya Damri rute Kupang-DIli dengan tarif Rp 350 ribu sekali jalan mulai tanggal 30 Maret 2023.
Seorang teman WN Timor-Leste menyarankan lebih baik mengambil posisi di Lospalos ketimbang Viqueque, selain karena infrastruktur jalan yang relatif lebih baik, Lospalos juga berada di Distrik Lautém yang mayoritas masih lancar dalam Bahasa Indonesia. Salah satu kekhasan distrik ini adalah kemampuan penduduknya dalam lima bahasa: Fataluku (bahasa setempat), Tetun (bahasa nasional Timor-Leste), Portugis (bahasa nasional resmi), Indonesia (bahasa perdagangan), dan Inggris (bahasa perdagangan). Tak heran karena di dalam distrik ini terdapat reruntuhan pelabuhan Com (Porto Com) yang pada zamannya dulu menghubungkan bagian Pulau Timor tersebut dengan Pulau Kisar yang merupakan bagian Provinsi Maluku dalam Negara Indonesia.
Walaupun tim telah berhasil mengamankan tempat penginapan transit di Dili dan telah melayangkan surat permohonan ke Ministériu Interiór (Kementerian Dalam Negeri) Timor-Leste, namun jaminan tempat penginapan di Lospalos belum berhasil diperoleh dan belum ada kejelasan regulasi visa bagi pendatang non-WNI. Saat inilah Maun (“Mas” atau “Bang” dalam Bahasa Tetun) Luís Nivio de Fátima Soares selaku IAU NOC (International Astronomical Union National Outreach Coordinator) untuk Timor-Leste bergabung ke dalam tim bersama rekan-rekan kerjanya dari Komisaun Nasionál Timor-Leste ba UNESCO (KNTLU – Komisi Nasional Timor-Leste untuk UNESCO).
Peran Maun Luís dan rekan-rekannya ini sangat signifikan dalam membantu mengamankan penginapan, terlebih karena ternyata Mana (“Mbak” dalam Bahasa Tetun) Sandra dan Maun Caetano berasal dari Distrik Lautém. Selain itu koordinasi dengan Ministériu Interiór sebagai kementerian yang membawahi imigrasi pun dapat dilakukan secara lebih intensif. Segera setelah itu Tim Vietnam menyatakan minatnya untuk bergabung dengan tim ekspedisi ini sehingga dengan demikian terbentuklah Tim ASEAN untuk Ekspedisi Gerhana Matahari dengan keterlibatan aktif 32 orang dari 4 negara: Timor-Leste, Indonesia, Brunei Darussalam, dan Vietnam:
Negara (alfabetis) | Organisasi/Institusi | Jumlah Orang |
Brunei | Astronomical Association of Brunei Darussalam | 1 |
Indonesia | Institut Teknologi Sumatra (ITERA) | 5 |
ArisanAstro | 2 | |
Forum Ekselen Bisnis Indonesia (FEBINDO) | 1 | |
Timor-Leste | Komisaun Nasionál Timor-Leste ba UNESCO (KNTLU) | 5 |
Universidade Nasionál Timór Lorosa’e (UNTL) | 2 | |
Ziziphus | 1 | |
Vietnam | VietAstro / Ho Chi Minh City Amateur Astronomy Club (HAAC) | 10 |
Danang Astronomy Club (DAC) | 2 | |
Vietnamese Astronomical Society | 2 | |
Vietnamese Association of Photographic Artists (VAPA) | 1 | |
Total | 32 |
Tim ini juga mendesain logo yang digunakan dalam kaos dan berbagai publikasi lainnya. Logo tersebut menampilkan 14 sinar korona, semata-mata mewakili 14 distrik dari Timor-Leste dan bukannya korona sesungguhnya. Pemilihan warna logo didasarkan pada warna bendera Timor-Leste, yaitu hitam, putih, kuning, dan merah. Selain itu terdapat tulisan “Gerhana Matahari Total 20 April” yang mengelilingi gambar logo utama dalam 4 (empat) bahasa sesuai dengan konstitusi Timor-Leste, yaitu 2 (dua) bahasa resmi: Tetun dan Portugis, serta 2 (dua) bahasa pekerjaan: Indonesia dan Inggris.
Penentuan Lokasi
Tim memilih Kota Lospalos sebagai lokasi pengamatan, namun permasalahan baru timbul yaitu telah penuhnya seluruh penginapan di kota tersebut. Beruntung bahwa masih ada penginapan tersedia di Desa Com. Analisis lebih lanjut menggunakan peta dari Xavier M. Jubier menunjukkan bahwa ada satu lokasi yaitu Pantai Airleu di dekat Com sehingga pemilihan ini menjadi semakin menarik.
Simulasi menggunakan Stellarium juga menunjukkan bahwa posisi matahari juga relatif tinggi sejak awal hingga akhir terjadinya gerhana. Estimasi puncak GMT yaitu pada 13.22.12 waktu setempat dengan ketinggian sekitar 65-70º. Tidak hanya itu, ada 5 (lima) planet yang akan mengiringi peristiwa ini, yaitu: Jupiter, Saturnus, Merkurius, Venus, dan Mars yang diperkirakan akan terlihat dengan jelas saat matahari tertutup penuh oleh piringan bulan.
Sebagai bonus tambahan, berdasarkan data dari https://www.lightpollutionmap.info/, sekitar Com adalah daerah dengan skala Bortle antara 1 dan 2, lebih gelap dibandingkan Lospalos yang sampai di skala 3.
Kontribusi terhadap Edukasi Astronomi Timor-Leste
Tim ekspedisi baik secara keseluruhan maupun masing-masing negara memberikan kontribusinya terhadap edukasi astronomi khususnya terkait GMT 20 April 2024. Salah satu yang cukup krusial adalah pemahaman mengenai faktor keselamatan mata yang yang harus diperhatikan dalam pengamatan GMT. Tim mempublikasikan materi GMT dalam 4 (empat) bahasa yang digunakan di Timor-Leste seperti dijelaskan di atas.
Selain itu, timbul pula kekhawatiran di kalangan masyarakat Timor-Leste akan potensi kebutaan yang terjadi karena pengamatan GMT. Kekhawatiran ini diperkuat dengan adanya kepercayaan yang mulai beredar bahwa dengan kacamata gerhana pun masih dapat mengalami kebutaan. Kebetulan di saat ini terinformasikan bahwa Presiden Timor-Leste, Dr. José Ramos-Horta, berminat untuk bertemu dengan Tim Ekspedisi ASEAN untuk GMT.
Saat bertemu dengan Presiden, tim menjelaskan perihal pengamatan yang sesungguhnya aman bagi mata selama memang melakukannya sesuai rekomendasi, yaitu menggunakan kacamata gerhana bersertifikasi ISO 12312-2 dan CE. Tim juga menjelaskan perihal potensi wilayah Timor-Leste dalam mengembangkan wisata astronomi karena masih banyak wilayah gelap dengan skala Bortle 1-3 dan ditunjang dengan iklim sabana tropis yang hampir sepanjang tahun cerah hampir tanpa awan. Pertemuan dengan Presiden ini dilanjutkan dengan jumpa pers nasional dengan Bapak Dr. Hakim Luthfi Malasan berupaya membuka mata masyarakat tentang prinsip kehati-hatian untuk pengamatan GMT 20 April 2023.
Sehari sebelum GMT, tim menyempatkan berbagi dalam edukasi astronomi terkait GMT di Ensino Basico Central (Pendidikan Dasar Sentral) di Desa Com, Lautém. Selain menjelaskan seperti apa itu GMT kepada siswa-siswi di sekolah tersebut, tim juga mengajak mereka untuk mengamati langsung matahari siang itu dengan teleskop berfilter dan membagi-bagikan kacamata gerhana secara gratis.
Tim Vietnam secara khusus menyumbangkan 2 (dua) buah teleskop kepada Tim Timor-Leste untuk dapat digunakan dalam pengembangan astronomi di Timor-Leste.
Pengamatan Hari H
Tim ASEAN menyebar ke beberapa lokasi di sekitar Com. Tim dari ITERA (Indonesia) pimpinan Bapak Dr. Hakim yang lebih berbasis pada riset lebih memilih mengambil lokasi di garis tengah GMT, yaitu di Pantai Airleu. Tim lainnya memilih untuk bertempat di Dermaga Com, termasuk memberikan aba-aba kepada masyarakat tentang kapan boleh melepas kacamata gerhana dan kapan harus memasangnya kembali.
Pemilihan lokasi di Com ini ternyata merupakan pilihan yang sangat tepat. Langitnya sangat cerah (hampir fotometrik). Meskipun sempat ada kekhawatiran karena tim tiba di Dili disambut dengan hujan, hari-hari menjelang dan saat terjadinya gerhana matahari ini dihiasi dengan langit biru di siang hari dan di malam hari. Sesuai dengan perkiraan potensi tertutup awan 55%, tim mendapatkan sisa 45% yang tidak tertutup awan. Tim mendapatkan laporan cerahnya langit dari rekan-rekan yang mengamati di Exmouth Australia dan di Kisar Indonesia, namun sebaliknya mendung dan hujan di Biak Indonesia.
Tim peneliti ITERA tersusun atas pengamat astronomi dari Observatorium Asttronomi ITERA Lampung, dan dosen spesialis sains atmosfer. Berbagai instrument penelitian disiapkan dengan lebih banyak didasarkan pada prinsip DIY (Do It Yourself!), meliputi : Motorized alt-az Goto Mounting portable diberi nama Utopia, SERUIT (Solar Experiment & Radiation Unit ITERA), Meteo-Drone, All-sky camera dan SQM (Sky Quality Meter). Peranti seperti spektrograf kisi transmisi (Star Analyzer SA-100) yang dipasangkan pada kamera Astro-CMOS (mirrorless) resolusi tinggi, Automated Weather System (AWS), dan Air quality monitor Aeroqual. Jumlah instrument yang diemban lebih banyak dari individu yang akan mengukur menjadi tekanan tersendiri bagi group. Beberapa kali latihan pengukuran dilakukan untuk menajamkan kemampuan masing-masing. Misi ekspedisi yang dicanangkan adalah penelitian astronomi dan sains atmosfer pada saat-saat pra, selama dan pasca totalitas gerhana,
Pemandangan sekeliling Com sangat indah alami. Khas Timor-Leste, yaitu pantai, laut, pepohonan, pegunungan di latar belakang, dan bersih dari sampah karena rakyatnya sangat tertib dalam membuang sampah. Pemandangan ini ditunjang oleh keramahan penduduknya yang juga masih bisa bercakap dengan Bahasa Indonesia.
Yang menjadi bonus, pemerintah setempat menyelenggarakan panggung hiburan rakyat dan pasar kaget dari pagi hari hingga menjelang terjadinya peristiwa gerhana matahari di dekat Dermaga Com. Para penyanyi diiringi pemain band menyanyikan berbagai lagu dengan Bahasa Tetun yang sekalipun tidak dipahami oleh mayoritas anggota tim namun dapat mengundang untuk ikut bergoyang. Pasar kaget pun menjajakan tidak hanya makanan minuman namun juga termasuk tais, kain tradisional Timor-Leste yang ditenun dengan tangan dan bercorak warna indah. Melalui panggung hiburan tersebut, Maun Luís memberikan aba-aba kapan boleh melepas kacamata gerhana dan kapan harus memasangnya kembali.
Tak hanya itu, Com rupanya menjadi alternatif favorit para pemburu GMT dari mancanegara. Tim bertemu dengan mereka yang datang jauh-jauh dari Amerika Serikat, Portugis, Australia, dan banyak lagi termasuk dari Indonesia.
Aktivitas Pasca GMT
Setelah selesai mengamati GMT, hari berikutnya tim beranjak ke Universidade Nasionál Timór Lorosa’e (UNTL) di Auditorium Kampus Hera untuk berbagi pengalaman mengenai praktik astronomi tidak hanya terbatas pada gerhana. Tim diwakili oleh Bapak Dr. Hakim Luthfi Malasan dari Indonesia, Bang Hazarry Haji Ali Ahmad dari Brunei Darussalam, dan Mas Bonifasius Adi Nugroho dari Indonesia.
Presiden Timor-Leste mengundang para astronom mancanegara untuk ikut dalam jantar (makan-makan) di Palácio de Lahane (Istana Lahane), tempat penerimaan para tamu negara. Ternyata selain acara makan-makan tersebut juga diluncurkan prangko keluaran khusus GMT 20 April 2024. Tim yang hadir cukup beruntung karena mendapatkan amplop yang turut ditandatangani secara langsung oleh Presiden Timor-Leste sendiri.
Akhir Perjalanan
Sekalipun perencanaan awal dimulai dengan keraguan, namun dengan tetap gigih memperjuangkannya ekspedisi GMT 20 April 2024 menjadi suatu ekspedisi yang sangat membekas dalam ingatan segenap anggota tim. Tidak hanya sebatas pada observasi GMT, tim juga merasakan keramahan lokal dari tingkat desa hingga kepala negara, termasuk berbagi ilmu dari tingkat sekolah dasar hingga universitas. Adapun kegiatan penelitian pasca peristiwa GMT belum berhenti. Saat ini kolaborasi BRIN-ITERA-ITB sudah menyelesaikan sebuah makalah yang merupakan analisis Ludendorff (Coronal Flattening Index) terhadap bentuk korona hasil pencitraan resolusi tinggi tim Aruna Leste ITERA dan relasinya dengan aktivitas matahari. Makalah ini sudah hampir accepted dan akan dipublikasikan dalam jurnal bergengsi astronomi, Solar Physics. Kita nantikan!
Sampai jumpa di ekspedisi GMT ASEAN lainnya!
Tim Gabungan Ekspedisi
- B. Adi Nugroho (Arisan Astro, Jakarta), Perencana perjalanan ke Timor-Leste
- Hakim L. Malasan (Observatorium Astronomi ITERA Lampung/OAIL; Prodi Astronomi ITB), Ketua Tim ekspedisi Aruna Leste
- Aditya A. Yusuf (OAIL),
- Deni Okta Lestari (Ketua Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan),
- Hendra A. Prastyo (OAIL),
- Alfiah Rizky D. Putri (Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan)
- Gianlugi G. Malyar (TOASTI, Alumni OSN Astronomi)
- Zulkarnen (Arisan Astro, Kupang)
- Gaguk Yudi A (FEBINDO, Jakarta)
- Hazarry H.A. Achmad (Astronomical Society of Brunei Darussalam)
- Huynh Phuong Loan & Tan Vu Nguyen (VietAstro)
Tulis Komentar