Para astronom berhasil menemukan lokasi penempaaan Fluorin, unsur yang biasa ditemukan dalam pasta gigi, di sebuah galaksi jauh.
Sekilas Tentang Fluor
Fluor atau Fluorin (F). Unsur dengan nomor atom 9 ini merupakan gas hijau beracun berwarna kuning-hijau yang paling reaktif secara kimia. Fluor murni sangat berbahaya karena dapat menyebabkan pembakaran kimia saat berhubungan dengan kulit.
Tapi, Fluorin dalam bentuk kalsium fluorida bisa kita temukan dalam tulang dan gigi. Mineral ini dibutuhkan dalam jumlah kecil, tapi fungsinya sangat penting. Fluorida dalam tubuh berfungsi untuk mendorong pembentukan tulang baru dan memperkuat email gigi untuk melindungi jaringan di bawahnya. Dengan kata lain, fluorida membantu untuk mencegah gigi berlubang dan bisa kita temukan dalam pasta gigi. Fluorida dalam pasta berfungsi untuk fluoride pada pasta gigi pada dasarnya bertujuan untuk mengembalikan mineral di gigi yang hilang akibat asam yang berasal dari bakteri dan makanan atau minuman bergula
Henri Moissan merupakan orang yang pertama kali menemukan Fluorin dan mengisolasinya pada tahun 1886 setelah beberapa kali mengalami keracunan. Karena itu proses pembuatan Fluorin dikenal sebagai proses Moissan. Fluorin dibuat dengan metode elektrolisis HF terlarut dalam leburan KHF2.
Tapi dari mana asal usul Fluorin? Unsur ini tentunya bukan baru terbentuk di Bumi. Apalagi fluorida ada dalam tulang dan gigi manusia.
Kita terbentuk dari materi bintang.
(Carl Sagan)
Semua elemen pembentuk kehidupan pada dasarnya terbentuk dari reaksi pembakaran di dalam bintang. Hal yang sama juga berlaku pada Fluorin. Kelimpahan Fluorin di bintang selain Matahari pertama kali ditemukan pada tahun 1992. Setelah itu, Fluorin juga ditemukan pada bintang yang miskin logam dan memberi indikasi kalau elemen ini tebentuk saat alam semesta masih muda.
Tapi bagaimana Fluor terbentuk dan bintang tipe apa yang menghasilkan fluorine dalam jumlah besar masih jadi misteri.
Fluorin di Galaksi NGP-190387
Pengamatan Teleskop Antariksa Herschel menemukan keberadaan fluorin dalam bentuk hidrogen fluorida (HF) di galaksi jauh yang jaraknya 12 miliar tahun cahaya. Pengamatan ini kemudian dikonfirmasi lagi oleh teleskop radio ALMA di Chili ketika para astronom yang dipimpin oleh Maximilien Franco dari University of Hertfordshire, UK, mencari spektrum pancaran berbagai molekul dan atom dari galaksi NGP–190387.
Deteksi fluorin di galaksi NGP–190387 menandai penemuan fluorin pertama di galaksi selain Bima Sakti dan galaksi di lingkungan Bima Sakti. Sebelumnya, para astronom juga menemukan fluorin di kuasar jauh, objek terang yang ditenagai oleh lubang hitam supermasif di pusat galaksi. Tapi fluor belum pernah diamati pada galaksi pembentuk bintang yang usianya masih sangat muda. Keberadaan fluorin pada NGP–190387 menjadi indikasi penting untuk memahami bagaimana elemen ini terbentuk di awal alam semesta.
Pengamatan Herschel dan ALMA berhasil memperlihatkan keberadaan hidrogen fluorida di awan gas raksasa di galaksi jauh NGP–190387. Cahaya dari galaksi ini baru mencapai Bumi setelah menempuh perjalanan 12 miliar tahun dan ini berarti galaksi NGP–190387 tersebut diamati saat alam semesta baru berusia 1,4 miliar tahun atau 10% dari usia saat ini.
Fluorin seperti halnya unsur lainnya juga terbentuk di pusat bintang. Dan bintang baru melontarkan elemen yang terbentuk di pusatnya saat mencapai akhir hidupnya. Bintang melontarkan unsur-unsur berat yang terbentuk dari pembakaran di pusat saat meledak sebagai supernova di akhir hidupnya.
Karena itu para astronom menduga, bintang yang menghasilkan fluor merupakan bintang yang kala hidupnya singkat dan mengalami kematian cepat lewat ledakan supernova.
Elemen Berat di Alam Semesta
Ketika Alam Semesta baru terbentuk, hanya ada 3 elemen ringan yang mendominasi yakni hidrogen, helium dan lithium. Kemunculan elemen berat di alam semesta justru berasal dari bintang.
Jadi bintang bertindak sebagai reaktor nuklir yang menggabungkan atom dan menghasilkan elemen yang lebih berat. Ketika bintang baru terbentuk, reaksi fusi hidrogen di pusat menghasilkan helium. Setelah hidrogen di pusat habis, maka bintang pun membakar helium yang menghaslikan elemen berat seperti karbon. Nah karbon ini ketika bereaksi dengan helium akhirnya menghasilkan oksigen.
Elemen berat di dalam bintang itu akhirnya bisa menyebar di Alam Semesta ketika bintang masif meledak dan melontarkan materi ke ruang antarbintang. Materi yang sudah beragam ini kemudian menjadi bahan pembentuk bintang generasi berikutnya.
Siklus hidup bintang inilah yang memperkaya ruang antarbintang dengan elemen berat. Akibatnya, semakin banyak bintang baru yang terbentuk, maka semakin tinggi pula kelimpahan elemen berat di alam semesta. Bukan hanya jumah tapi juga ragamnya karena akan semakin banyak elemen yang saling berinteraksi menghasilkan elemen baru.
Kalau semua elemen berat terbentuk di dalam bintang, tentu fluorin pun demikian. Fluorin (19F) hanya memiliki satu isotop stabil dan sangat mudah hancur di dalam bintang. Akibatnya, kelimpahan fluorin di alam semesta termasuk rendah dibanding elemen berat lainnya. Kalau ada fluorin yang selamat, maka elemen tersebut harus segera dilontarkan ke medium antarbintang setelah pembentukannya.
Mekanisme Pembentukan Fluorin
Ada beberapa mekanisme yang dikemukakan untuk menjelaskan kehadiran fluorin di alam semesta. Yang pertama, fluorin di alam semesta berasal dari bintang masif yang meledak sebagai supernova tipe II. Jadi ketika bintang masif meledak, neutrino yang dilontarkan menghantam atom neon sehingga terbentuklah fluorin.
Teori lain melibatkan bintang raksasa merah di cabang asimptotik raksasa. Bintang-bintang ini sudah mendekati akhir siklus kehidupannya, dan elemen-elemen berat termasuk fluorin yang terbentuk saat reaksi fusi dibawa oleh aliran konveksi ke lapisan teratas bintang. Fluorin dan elemen berat lainnya ini akhirnya bisa lepas dari bintang ketika bintang raksasa merah melontarkan selubung terluarnya yang kita kenal sebagai nebula planetari.
Mekanisme kedua menyatakan fluor terbentuk saat supernova tipe II. Menurut para astronom, ketika bintang masif meledak, neutrino yang menghantam atom neon menghasilkan terbentuknya fluorin.
Mekanisme lainnya, fluorin bisa ada di alam semesta setelah selamat dari kehancuran di bintang Wolf-Rayet. Fluorin terbentuk di zona konveksi bintang Wolf-Rayet saat fase pembakaran helium.
Perlu diingat untuk bintang masif, zona konveksi berada di inti sedangkan zona radiasi di bagian kulit bintang. Pada akhir fase pembakaran helium, terjadi penghancuran fluorin dalam jumlah yang signifikan.
Bintang Wolf-Rayet merupakan bintang yang mengalami kehilangan massa besar oleh angin bintang. Proses kehilangan massa ini menyebabkan zona konveksi menyusut dan fluorin bisa selamat dari kehancuran. Fluorin yang tersisa di permukaan akhirnya terpapar angin bintang yang melucuti lapisan terluar bintang.
Mekanisme Yang Bekerja di Galaksi NGP–190387
Ketiga mekanisme ini sudah lama diketahui dan jadi perdebatan terkait mekanisme apa yang paling tepat.
Penemuan fluorin di galaksi NGP–190387 justru memperlihatkan jumlah fluorin yang teramati hanya bisa dijelaskan oleh mekanisme lepasnya fluorin oleh bintang Wolf-Rayet. Sementara itu, mekanisme fluorin dari bintang di cabang asimptotik raksasa membutuhkan waktu miliaran tahun untuk menghasilkan fluorin yang teramati.
Menurut para astronom, NGP–190387 hanya membutuhkan waktu puluhan sampai ratusan juta tahun untuk menghasilkan fluorin sejumlah yang ada di Bima Sakti yang diproduksi selama 13,5 miliar tahun.
Proses kehilangan massa bintang masif Wolf-Rayet menjadi kunci penting untuk menyediakan fluorin di alam semesta yang membantu manusia menjaga kesehatan gigi!
Tulis Komentar