Di penghujung tahun 2011 ada banyak kejadian astronomi yang akan menutup perjalanan tahun ini. Ada cerita komet Love-joy yang lolos dari ganasnya Matahari. Ada juga kisah terobosan penemuan planet terkecil dengan ukuran Bumi oleh Wahana Kepler. Kedua planet ini menyita pemberitaan karena menunjukkan bahwa mencari planet ukuran kecil atau planet batuan sudah bukan lagi sebuah kendala.
Kali ini, dua buah planet seukuran Bumi lainnya berhasil ditemukan sedang mengelilingi sebuah bintang yang sedang sekarat. Yang menarik, bintang ini sudah melampau tahap raksasa merah yang artinya dia memang sedang memasuki masa menjelang kematiannya. Kedua planet tersebut ditemukan memiliki orbit yang sangat dekat seharusnya planet-planet itu sudah ditelan sang bintang ketika ia mengembang beberapa kali dari ukuran sebenarnya.
Tapi, apa arti penemuan ini?
Sistem keplanetan yang baru ditemukan ini akan membawa manusia untuk mempelajari nasib atau kisah akhir dari perjalanan sebuah bintang dan sistem kemplanetan di dalamnya. Dengan kata lain, manusia bisa melihat bagaimana kelak Tata Surya akan berakhir.
Perjalanan Akhir Sebuah Bintang
Saat Matahari mendekati akhir masa hidupnya dalam 5 milyar tahun lagi, ia akan mengembang menjadi bintang yang disebut raksasa merah. Sebuah bintang yang sudah menggunakan hampir sebagian besar bahan bakarnya. Pada saat Matahari menjadi bintang raksasa merah, ia akan mengembang dan menjadi sangat besar sehingga bagian terluarnya akan mencapai dan menelan planet-planet dalam di Tata Surya seperti, Merkurius, Venus, Bumi dan Mars.
Apa yang akan terjadi saat itu? Para ilmuwan meyakini kalau saat itu akan menjadi neraka bagi planet yang terperangkap di dalamnya.
Tapi….
Penemuan kedua planet oleh tim yang dipimpin Stephane Charpinet dari Institut de Recherche en Astrophysique et Planétologie, Université de Toulouse-CNRS, Perancis, ternyata memberi cerita yang sedikit berbeda. Keduanya menjadi dua planet pertama yang ditemukan sebagai sisa dari planet yag berhasil selamat dari lahapan sang bintang induk. Tidak hanya itu, bukti juga menunjukkan kalau keduanya juga membantu merobek selubung api bintang dalam proses “penyelamatan” dari lahapan sang bintang induk.
Ketika Matahari mengembang menjadi raksasa merah, ia akan menelan Bumi. Saat Bumi berada dalam lingkup Matahari yang demikian panas selama 1 milyar tahun saja maka ia akan menguap. Hanya planet dengan massa yang jauh lebih besar dari Bumi seperti Jupiter atau Saturnus yang dapat selamat dari proses ini.
Dua Planet Yang Lolos Dari Maut
Dua planet yang ditemukan di bintang yang sedang sekarat itu diberi nama KOI 55.01 dan KOI 55.02. Keduanya bergerak mengelilingi sang bintang dengan orbit yang sangat rapat. Keduanya bermigrasi sangat dekat dengan bintang menandakan adanya kemungkinan keduanya pernah masuk ke dalam selubung bintang saat bintang berada dalam tahap raksasa merah dan kemudian berhasil selamat.
Yang menarik lagi, radius kedua planet ini hanya 0,76 dan 0,87 kali radius Bumi. Yang artinya kalau dilihat dari ukuran, keduanya menjadi planet terkecil yang ditemukan pada bintang aktif selain Matahari. Salah satunya yakni KOI 55.01 memegang rekor terkecil saat ini.
Bintang induk dari KOI 55.01 dan KOI 55.02 merupakan bintang subkatai B yakni bintang subkatai dengan kelas spektrum B. Bintang ini merupakan bintang yang berada pada tahap akhir evolusi yang terjadi saat bintang raksasa merah kehilangan lapisan hidrogen terluarnya sebelum proses pembakaran helium di inti dimulai.
Bintang KOI 55 tersebut sudah kehilangan hampir semua selubungnya. Dan para astronom menduga kalau planet-planet di sistem bintang ini turut berkontribusi dalam peningkatan kehilangan massa yang diperlukan untuk pembentukan bintang jenis ini. Para peeliti juga menduga kalau sistem keplanetan pada sebuah bintang akan memberi pengaruh pada evolusi bintang induknya. Dan apa yang dilihat pada sistem KOI 55 memberikan sepotong cerita dan kemungkinan bagi masa depan sistem Tata Surya.
Bintang Berdenyut Ke Planet
Penemuan kedua planet ini sebenarnya merupakan sebuah kejutan dan hadiah bagi tim peneliti karena pada awalnya mereka memang tidak sedang berburu planet. Yang sedang mereka pelajari adalah bintang berdenyut. Denyutan tersebut terjadi sebagai akibat ritmik pengembangan dan kontraksi yang disebabkan oleh tekanan dan gaya gravitasi yang terjadi selama proses fusi termonuklir di dalam bintang. Dengan mempelajari bintang berdenyut, para astronom dapat mengetahui massa, temperatur, ukuran dan juga strutur interior seuah bintang.
Studi ini dikenal juga sebagai astroseismologi.
Frekuensi denyutan pada bintang menurut Elizabeth ‘Betsy’ Green, dari University of Arizona’s Steward Observatory, merupakan sidik jari bintang. Dan studi ini sama seperti seismologi yang menggunakan data gempa bumi untuk mempelajari komposisi di dalam Bumi.
Untuk mendeteksi frekuensi denyutan bintang, para pengamat harus mengamati si bintang dalam waktu yang sangat panjang untuk dapat mengukur perubahan kecil pada kecerlangan bintang. Perubahan kecerlangan pada bintang akan memberikan informasi mode denyutan jika pengamatan dapat dilakukan dengan sangat presisi.
Contoh, ada denyutan yang terjadi setiap 5859,8 detik dan ada denyutan lain yang terjadi setiap 9126,39 detik. Ada banyak bintang dengan properti yang berbeda yang bisa memiliki pulsasi atau dneyutan pada kedua frekuensi itu. Tapi, jika para pengamat bisa mengukur 10 atau bahkan 50 mode denyutan pada satu bintang, maka akan sangat memungkinkan untuk menggunakan model teoritis untuk mengetahui seperti apa bintang tersebut sehingga dapat menghasilkan denyutan seperti itu.
Satu-satunya cara untuk melakukan pengamatan denyutan bintang secara rutin adalah dengan menggunakan teleskop landas angkasa untuk bisa mengamati bintang selama 24 jam sehari. Di Bumi, bintang hanya bisa diamati di malam hari dan ada atmosfer yang juga harus diperhitungkan. Karena itulah, tim peneliti ini menggunakan data yang diperoleh oleh Teleskop Kepler, khususnya untuk bintang subkatai
Elizabeth ‘Betsy’ Green dalam penelitiannya mencari bintang subkatai di bidang galaksi bima Sakti. Dan ia sudah mendapatkan data dari subkatai B KOI 55 dengan teleskop di Kitt Peak sebelum Kepler diluncurkan. Dan setelah Kepler mulai bertugas di angkasa, data yang dihasilkan dapat dianalisa oleh rekan-rekan Green dari University of Toulouse dan University of Montreal menggunakan pemodelan komputasi mereka.
Saat menganalisa denyutan KOI 55, mereka menemukan keberadaan dua modulasi periode yang menarik yang terjadi setiap 5,76 jam dan 8,23 jam yang menyebabkan bintang berkedip sekitar satu per 5 ribu persen dari total kecerlangannya. Yang menarik, kedua frekuensi “kedipan” ini tidak mungkin dihasilkan oleh denyutan internal bintang.
Satu-satunya penjelasan mengenai kedua kedipan berkala itu datang dari keberadaan planet kecil yang melintas di depan bintang setiap 5,76 dan 8,23 jam. Untuk bisa menyelesaikan orbitnya dengan cepat, KOI 55.01 dan KOI 55.02 haruslah berada sangat dekat dengan sang bintang induk. Bahkan harus lebih dekat dari Merkurius ke Matahari. Yang membuat sistem keplanetan ini tambah menarik, bintang KOI 55 jauh lebih panas dari Matahari dan memiliki suhu 28000 Kelvin di permukaannya.
Sistem Keplanetan KOI 55
Kedua planet di bintang KOI 55 yang berada sangat dekat dengan bintangnya memberikan pengaruh lainnya juga yakni keduanya mengalami tidal locked atau terknuci secara gravitasi pada si bintang. Akibatnya, kedua planet ini akan memiliki wajah yang sama yang berhadapan dengan sang bintang seperti halnya Bulan dan Bumi.
Di Merkurius, kondisi saat siang hari luar biasa panas sekitar 442,5 Kelvin nah sekarang bayangkan kondisi kedua planet KOI yang jaraknya lebih dekat ke bintang yang juga lebih panas 5 kali dari Matahari. Orbit kedua planet yang sangat dekat ini juga bercerita tentang perjalannya selama bintang berevolusi.
Orbit yang demikian dekat menunjukkan kalau kedua planet pernah ditelan bintang atau tepatnya masuk ke dalam selubung bintang saat bintang KOI 55 mengembang menjadi raksasa merah dan kemudian berhasil selamat.
Saat sang bintang mengembang dan “meniup” selubungnya ke luar, saat itulah planet ditelan dan masuk melewati atmosfer bintang yang panas. Pada saat masuk tersebut terjadi gesekan yang menyebabkan planet bergerak spiral menuju bintang. Dengan gerak spiralnya inilah kedua planet ini membantu untuk merobek atmosfer bintang. Pada saat yang sama gesekan dengan selubung bintang juga merusak lapisan gas dan cairan di planet, dan yang tersisa hanyalah sebagian dari inti padat. Hangus tapi masih ada.
Penemuan ini menjadi dokumentasi pertama untuk planet yang mempengaruhi evolusi sebuah bintang. Selama ratusan tahun manusia hanya melihat bagian luar bintang, sekarang manusia melangkah maju dapat menyelidiki bagian dalam sebagian bintang meskipun hanya tipe khusus dari bintang berdenyut. Data yang dieroleh akan dapat dibandingkan dengan model evolusi bintang.
Dan kini, manusia pun terus melangkah maju untuk mempelajari sistem keplanetan yang bahkan berbeda dari Tata Surya dan untuk pertama kalinya melihat bagaimana sisa sebuah planet yang selamat dari maut mengitari inti bintang di masa akhir evolusinya.
Sumber : UA News
wah nais artikel gan… izin rewrite paste di blog saya gan … terima kasih
jangan terlalu dipikirin dech masih ada 5milyar tahun lagi masih bisa beranak cucu 2milyar keturunan