fbpx
langitselatan
Beranda » Materi Antar Bintang

Materi Antar Bintang

Keberadaan awan gelap dan terang di antara bintang medan telah diketahui secara visual. Dengan fotografi bermedan luas awan gelap dan terang terpotret dalam berbagai bentuk dan ukuran.

Kecuali Kantung Arang di rasi Crux di langit sebelah selatan, awan gelap pekat di beberapa daerah baru terekam keberadaannya berkat fotografi. Mereka tampak sebagai jendela gelap dikelilingi oleh kemilauan bintang di sekelilingnya.

NASA, ESA, and the Hubble Heritage Team (STScI/AURA) 

Ternyata bahwa “jendela” atau lorong itu bukan tak berbintang, melainkan awan kabut penghalang cahaya bintang yang datang dari seberang pengamat. Awan kabut dekat tampak lebih gelap dan mempunyai kontras terang pada perbatasannya. Tetapi kabut jauh sering tidak menampakkan kontras karena bintang latar muka (yakni bintang yang menduduki ruang antara pengamat dengan kabut) menebar dan tampak terproyeksikan pada kabut tersebut. Penebaran ini menyerupai tebaran bintang yang berada di medan sekeliling kabut. Oleh karena itu tidak tampak kontras perbatasan.

Kabut gelap telah menghasilkan kesan salah terhadap struktur galaksi kita. Telaah awal tentang struktur galaksi, yang tidak menghiraukan adanya kabut, telah menghasilkan gambar salah tentang galaksi kita. Gambar itu memperlihatkan seolah-olah matahari menduduki tengah sistem perbintangan yang hanya ber-radius 5000-6000 pc. Kesalahan itu baru dapat diperbaiki setelah disadari bahwa kabut gelap sebenarnya mempengaruhi dua hal pada kualitas cahaya bintang yang kita amati. Partikel kabut menyerap dan memerahkan cahaya bintang latar belakang. Akibat kedua peristiwa fisik itu jarak bintang semu menjadi lebih jauh dari jarak sebenarnya, dengan konsekuensi skala jarak pada galaksi tidak benar.

Tatkala telaah distribusi gugus bola menghasilkan model galaksi yang berbeda dengan telaah distribusi bintang, model lama tidak dapat dipertahankan lagi karena jelas mengandung kesalahan prinsip pada penentuan skala jarak. Namun baru pada tahun 1920-an awal dan awal 1930-an dimensi dan magnitudo besar serapan dan pemerahan diukur dengan cermat atas dasar distribusi galaksi luar dan distribusi gugus terbuka. Pekerjaan pertama disadari atas kenyataan bahwa jumlah galaksi menurun secara drastis dengan makin dekatnya dengan bidang simetri galaksi. Penelitian kedua termaksud di atas mempergunakan ketidaktaatan azas garis tengah gugus terbuka. Makin jauh gugus terbuka dari matahari, tampak hal yang tidak diinginkan, garis tengah gugus menjadi besar. Baru setelah faktor serapan diikutsertakan ke dalam perhitungan skala jarak gugus terbuka maka ketidaktaatan azas itu disingkirkan.

Berbeda dengan kabut gelap, keberadaan gas dan kabut bercahaya sudah lama diketahui. Sidik jari antar bintang dalamspektroskopi telah membawa pandangan yang benar tentang adanya atom dan molekul sebagai salah satu pengisi ruang antar bintang. Begitu pula mekanisme terbentuknya kabut bercahaya dengan mudah dapat diterangkan dengan kehadiran bintang terang di sekelilingnya.

Yang belum dapat diterangkan sampai tahun 1950-an adalah keberadaan kait mengkait dan peran materi antar bintang dalam evolusi dan dinamika bintang dan galaksi. Semenjak disadari adanya proses pembentukan dan kelahiran bintang, yang dapat dikatakan terus berlangsung, timbul pertanyaan tentang asal dan di mana proses itu pertama kali tersulut. Tidak ada tempat yang logis bagi awal pembentukan itu kecuali dengan menunjuk materi antar bintang sebagai cikal bakal terjadinya proses itu.

Baca juga:  Astro Wicara Bersama Dr. Dyas Utomo – sesi 2

Petunjuk itu kemudian diperkuat dengan adanya asosiasi antara bintang yang terang, panas dan, karena itu, masih muda dengan awan hidrogen yang terionisasi. Adanya asosiasi bintang OB dengan daerah berkabut, serta kaitan erat bintang jenis T-Tauri dengan kabut gelap, hanya memperlihatkan dengan nyata hubungan genetik antara materi antar bintang dengan pembentukan bintang. Detail mekanisme proses itu tentu saja di luar uraian singkat ini, tetapi perlu ditekankan bahwa tahun 1960-an merupakan perioda pengukuhan kaitan antara materi antar bintang dengan proses pembentukan bintang. Perioda itu ditandai dengan:

  1. Lengan galaksi (yang walaupun sudah sejak tahun 1950-an diketahui secara samar)
  2. Koinsidensi spasial kabut gelap, dengan 12CO dan 13CO dan dengan molekul H2

Ekstingsi adalah gabungan proses absorpsi dan sebaran cahaya. Dengan membandingkan kurva ekstingsi antara dua buah bintang sejenis tetapi berbeda jarak pada dasarnya dapat ditentukan jenis dan jumlah debu antar bintang. Ekstingsi untuk daerah visual sudah lama diketahui; tetapi kita harus menunggu informasi ekstingsi di daerah ultraviolet dan inframerah sampai era penelitian angkasa luar dengan wahana satelit. Walaupun gambar tentang debu antar bintang pada hakekatnya tidak berubah, yakni berbentuk bulir beras seperti yang didiktekan oleh penelitian polarisasi cahaya, didapati kenyataan dari penelitian itu bahwa terdapat variasi komposisi bulir. Satu hal yang tetap ialah perbandingan massa gas terhadap debu berkisar dari 100 sampai 150. Walaupun jumlah massa gas lebih besar, perannya terhadap ekstingsi sangat minimal. Sebaliknya gas dan molekul di ruang antar bintang memberi vista mengenai evolusi kimiawi galaksi.

Akhir pembicaraan ini akan terpumpun kepada pengamatan molekul antar bintang dan daerah pembentukan bintang. Berkat radio astronomi dapat ditangkap garis emisi berasal dari molekul antar bintang. Kalau dengan spektroskopi optik dispersi tinggi telah terungkap adanya molekul diatomik seperti CH, CH+, dan CN, maka radio astronomi pada tahun 1963 mengungkap radikal hidroksil (OH). Tahun 1970-an mencatat adanya molekul komplek multiatom seperti CH3OH. Akhir-akhir ini tercatat 43 buah molekul organik, dengan satu atau lebih atom karbon, dan bahkan didapati, secara mengagetkan, di ruang antar bintang dingin molekul dengan 11 atom, yakni HC9N. Awan molekul antar bintang ini ditemui dalam lingkungan hidup yang dingin dan panas, dan dalam awan diskrit. Dan apalagi keanehan yang muncul dalam dasa warsa ini?

Adalah pekerjaan yang tetap menarik untuk meneliti evolusi debu galaktik dan kaitannya dengan debu komet dan interplanetary. Adakah gradien kerapatan maupun komposisi antara keduanya sama ?

Avatar photo

Bambang Hidayat

astronom Indonesia yang melakukan penelitian struktur galaktika. Ia menyelesaikan tingkat sarjana tahun 1960 dari Institut Teknologi Bandung dan menyelesaikan pendidikan doktor dari Case Institut of Technology, AS. Bambang menjabat sebagai kepala Observatorium Bosscha sejak tahun 1968-1999. Pada tahun 1994, di Den Haag, Bambang Hidayat terpilih menjadi wakil presiden IAU, selama kurun waktu 6 tahun. Saat ini Bambang aktif dalam berbagi ilmunya lewat AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia)

2 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini