Bila kita memiliki kesempatan untuk pergi ke daerah yang jauh dari cahaya lampu perkotaan dan cuaca betul-betul cerah tanpa awan, kita akan dapat melihat selarik kabut yang membentang di langit. “Kabut” itu ikut bergerak sesuai dengan gerakan semu langit, terbit di timur dan terbenam di barat.
Keberadaan kabut ini telah dijelaskan keberadaannya oleh berbagai peradaban semenjak lama. Di kalangan masyarakat Jawa kuno, pada musim kemarau kabut ini melewati zenith, membentang dari timur ke barat, menyerupai sepasang kaki yang mengangkangi Bumi. Kaki ini adalah milik Bima, anggota keluarga Pandawa yang diceritakan dalam pewayangan Mahabharata. Demikian besar tubuhnya dan betapa saktinya ia, sehingga kabut itu dinamakan Bima Sakti, sebuah nama yang hingga saat ini masih kita gunakan untuk menamai gumpalan kabut tersebut.
Nun jauh dari Jawa, di Yunani, masyarakat di sana memberikan nama lain untuk objek yang sama. Mitologi Yunani menceritakan kelahiran Herakles (dinamakan Hercules dalam mitologi Romawi), anak raja diraja para dewa—Zeus—dengan Alcmene yang manusia biasa. Hera, istri Zeus yang pencemburu, menemukan Herakles dan menyusuinya. Herakles sang bayi setengah dewa menggigit puting Hera dengan kuatnya. Hera yang terkejut kesakitan melempar Herakles dan tumpahlah susu dari putingnya, berceceran di langit dan membentuk semacam jalur berkabut. Tumpahan susu ini kemudian dinamakan“Jalan Susu.” Demikianlah imajinasi orang-orang Yunani menamakan kabut tersebut, atau galaxias dalam Bahasa Yunani. Oleh orang-orang Romawi kuno, yang mitologinya kurang lebih sama dengan mitologi Yunani, galaxias diadaptasi menjadi Via Lactea atau “Jalan Susu” dalam Bahasa Latin. Dari sini pulalah kita memperoleh nama Milky Way yang juga berarti “Jalan Susu” dalam Bahasa Inggris.
Hakikat kabut ini tidak banyak dibicarakan dalam kosmologi Aristotelian, dan Aristoteles sendiri menganggap kabut ini adalah fenomena atmosfer belaka yang muncul dari daerah sublunar. Namun, ketika Galileo mengembangkan teknologi teleskop dan mengarahkannya ke kabut “Jalan Susu,” ia melihat ratusan bintang. Di daerah “berkabut” terdapat konsentrasi bintang yang lebih padat daripada daerah yang tidak dilewati oleh pita “Jalan Susu.” Rupanya kabut ini tak lain adalah kumpulan dari cahaya bintang-bintang yang jauh dan kecerlangannya terlalu lemah untuk bisa ditilik oleh mata manusia, sehingga agregat dari pendaran cahaya mereka terlihat bagaikan semacam kabut atau awan.
Bagaimana menjelaskan Kabut “Jalan Susu” atau “Bima Sakti” dalam konteks susunan jagad raya? Seorang pembuat jam yang mempelajari astronomi secara mandiri, Thomas Wright dari Durham, menjelaskan gejala ini sebagai akibat dari posisi kita dalam sebuah kulit bola. Thomas Wright menuliskan ini pada tahun 1750 dalam bukunya An original theory or new hypothesis of the Universe, dan membuat ilustrasi pada gambar di samping. Bintang-bintang tersebar merata pada sebuah kulit bola. Andaikan Matahari kita terletak pada titik A, maka bila kita melihat ke arah B dan C kita akan melihat lebih sedikit bintang daripada bila kita melihat ke arah D dan E. Kabut “Jalan Susu” yang merupakan daerah di langit dengan konsentrasi bintang yang lebih tinggi inilah yang kita lihat sebagai arah D dan E.
Sebagai alternatif, Thomas Wright juga memodelkan bintang-bintang yang terdistribusi menyerupai cincin pipih, dan ini juga dapat menjelaskan keberadaan kabut “Jalan Susu.” Bila Matahari terletak di permukaan cincin ini, kita akan melihat lebih banyak bintang bila melihat ke arah permukaan cincin, namun tidak akan banyak bintang yang dapat kita amati bila kita melihat ke arah yang tegak lurus permukaan cincin.
Filsuf Jerman Immanuel Kant kemudian membaca buku Thomas Wright dan kemudian memodifikasi ide Wright dan mengatakan bahwa bintang-bintang terdistribusi membentuk cakram pipih. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa cakram pipih ini merupakan sebuah sistem gravitasi yang mandiri dan di luar sistem ini juga terdapat sistem-sistem lain yang berbentuk serupa. Lebih lanjut Kant berspekulasi bahwa objek-objek menyerupai awan—disebut juga nebula, dari Bahasa Yunani yang berarti “awan”—yang beberapa di antaranya diamati oleh astronom Charles Messier adalah sistem bintang mandiri yang lokasinya jauh dari sistem bintang “Jalur Susu” tempat Matahari kita berada.
Baik ide Thomas Wright maupun Immanuel Kant merupakan spekulasi belaka di hadapan kurangnya data mengenai distribusi bintang-bintang di sekitar Matahari kita. Usaha serius untuk memetakan bintang-bintang di sekitar Matahari kita dilakukan kemudian oleh seorang pemusik Jerman yang menjadi pengungsi di Inggris: Friedrich Wilhelm Herschel yang kemudian dikenal dengan nama Inggrisnya yaitu William Herschel.
Herschel memulai penggunaan statistik dalam astronomi dengan mempraktikkan cacah bintang. Yang dilakukan Herschel adalah menyapu seluruh daerah langit secara sistematis dengan teleskopnya dan menghitung jumlah bintang yang dapat ia lihat di dalam daerah pandang teleskopnya. Dengan cara ini ia dapat memetakan kerapatan bintang ke segala arah dari Matahari. Herschel juga mengambil asumsi penting yaitu mengandaikan kecerlangan intrinsik semua bintang besarnya sama dengan kecerlangan Matahari, sehingga dengan mengukur kecerlangan semu setiap bintang, ia dapat mengetahui jarak setiap bintang dari Matahari.
Pengandaian ini tentu saja tidak tepat karena banyak bintang yang secara intrinsik jauh lebih terang maupun lebih redup daripada Matahari kita, namun Herschel berharap bahwa Matahari adalah bintang yang jamak ditemukan di alam semesta dan oleh karena itu dapat menjadi cuplikan yang mewakili seluruh bintang. Dengan cara ini ia berhasil membuat peta sistem bintang “Jalur Susu.” Pada masa ini teori gravitasi Newton sudah diterima sebagai sebuah realitas dan digunakan untuk menjelaskan kekuatan yang dapat menjelaskan keterikatan satu sama lain Matahari dan bintang-bintang di sekitarnya membentuk sistem bintang. Dengan dua kenyataan ini, teori gravitasi Newton dan cacah bintang Herschel, orang menyadari bahwa Matahari adalah bagian sistem bintang-bintang yang terikat secara gravitasi, dan “kabut” Jalur Susu adalah akibat dari posisi kita di dalam sistem ini. “Galaksi” kemudian menjadi nama bagi sistem bintang-bintang ini, dan nama Galaksi kita adalah Milky Way atau orang Indonesia menyebutnya Bima Sakti. Nama yang berasal dari narasi mitologis boleh tetap sama, namun paradigma “Jalur Susu” telah berubah.
Memasuki abad ke-20, ukuran Galaksi Bima Sakti (gambar di samping, panel atas) dan lokasi persis Matahari kita di dalamnya belum diketahui dengan pasti. Teka-teki kedua yang tidak kalah pentingnya adalah hakikat dari nebula-nebula yang banyak ditemukan di sekitar Matahari: Apakah mereka adalah sistem-sistem bintang yang setara dengan Galaksi Bima Sakti namun mandiri, ataukah mereka adalah bagian dari sistem Bima Sakti? Tanpa mengetahui informasi akurat mengenai jarak nebula-nebula ini, siapapun bebas berspekulasi. Nebula yang banyak diamati pada masa itu adalah nebula Andromeda dan nebula-nebula lainnya yang berbentuk spiral (gambar di samping, panel kiri bawah) maupun nebula-nebula lainnya yang bentuknya tak beraturan (gambar di samping, panel kanan bawah). Dilihat dengan teleskop pada akhir abad-19, kedua objek ini terlihat sama saja dan tidak bisa dibedakan mana yang lebih dekat ataupun lebih jauh jaraknya dari Matahari.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, menurut Immanuel Kant, objek-objek ini letaknya sangat jauh, berada di luar Galaksi Bima Sakti, dan merupakan sistem bintang yang menyerupai Bima Sakti namun independen, Mereka adalah “pulau-pulau kosmik.” Bagi astronom Harlow Shapley, nebula-nebula tersebut jaraknya relatif dekat dan merupakan bagian dari Galaksi Bima Sakti.
Harlow Shapley adalah orang yang berjasa mengukur dimensi Galaksi kita. Dengan menggunakan bintang jenis tertentu, ia dapat mengukur jarak yang sangat jauh dari Matahari kita, mencapai ribuan tahun cahaya.
Pada tahun 1920, diadakan debat terbuka antara Harlow Shapley dengan astronom Heber Curtis yang mengusung pendapat bahwa nebula-nebula tersebut adalah sistem yang independen. Dalam debat yang di kemudian hari dinamakan sebagai Debat Akbar (The Great Debate) ini, kedua pembicara memaparkan data pengamatan astronomi yang mendukung hipotesis mereka, akan tetapi debat ini tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti mengenai skala Galaksi dan alam semesta kita.
(Bersambung)
Owalah, beneran dari nama Yunani tho. Baru tahu 😀
Sudah lama penasaran bagaimana orang (jaman pre-teleskop raksasa), bisa mengira2 bentuk Galaksi ini.
Terus baru tahu juga kalo Bima Sakti sudah terkenal di masyarakat sejak dulu. Kirain ide siapa yang menerjemahkan “Milky way” jadi Bima sakti 😀
penjelasannya bagus, mudah dimengerti buat sy yg awam astronomi ini
btw, dari dulu saya selalu bingung kenapa Galaksi kita dinamakan milky way, lebih bingung lagi kalo diterjemahkan ke bhs indonesia menjadi “bima sakti”
tapi dgn adanya artikel ini, skrng jadi tau deh asal muasal namanya 🙂 …jadi gak sabar membaca artikel bagian keduanya 😀
Mas saya penggemar astronomi tp masih sangat awam…mau nanya nih…melihat gambar Bima Sakti yg tampak dari atas saya belum ngerti gimana sih caranya mengambil gambar obyek tsb ? katanya letak tata surya kita ada di pinggir piringan cakram Bima Sakti tsb, itu artinya kita berada didalam galaksi tsb, tp seakan-akan galaksi itu difoto dari atas, padahal untuk pergi sisi atas galaksi tentu sangat jauh ( jutaan thn cahaya )…bener2 pertanyaan bodoh dan sangat awam…mohon penjelasanya mas..thanks
Itu bukan foto galaksi kita dari atas, tetapi foto galaksi lain yang bentuknya mirip dengan galaksi kita. Biasanya yang sering dijadikan contoh adalah Galaksi Andromeda atau Galaksi M51.
wah saya tambah bingung mas..trus gimana kita tahu kalo letak tatasurya kita ada di pinggir piringan itu ya ? sori banyak nanya mas.
Cara taunya mirip2 dengan teknik2 membuat atlas sebelum ada foto udara. Bikin survey daerah sekitar. Kalau caranya Herschel, dia buat sensus bintang (semua bintang diamati satu-satu, dihitung jaraknya) lalu bikin peta (gambar 6). Sampai sekarang caranya juga sama hanya saja metodenya (dan juga teknologinya) lebih maju. Nanti lebih detail dibahas di bagian 2.
ok mas trims bgt langsung dijawab…ditunggu nih artikel terusannya ya
mas … artikel bagian 2 udah ada belum ya?
Keren,.,.,
wah pusing………..banget pikiranku masih belum bisa mencerna !
Ooo gitu to asal muasalnya, jadi lebih tau ttg asal muasal galaksi bimasakti
Milky way…..
Betapa indahnya, terbentang dalam kebisuan malam. Bagi para pencinta alam, tentunya jalur susu ini banyak membantu memberikan “sedikit” cahayanya dikala sedang berjalan dimalam hari.
Pk Tri,,, Saya mau tanya, Sejak kapan Galaksi Bimasakti dan Andromeda terbentuk, ( Berapa lama setelah Big Bang ) bagaimana cara mengetahuinya ??
Galaksi Bima Sakti dan Andromeda terbentuk segera setelah alam semesta tercipta, jadi kira2 sekitar 13.5 Milyar tahun lalu, namun awalnya Galaksi kita ini hanya gumpalan gas yang kecil saja sebelum akhirnya dapat membentuk gugus bintang dan juga menarik materi-materi gas di sekitarnya lewat tarikan gravitasi. Proses pembentukan galaksi menjadi bentuknya seperti sekarang ini butuh waktu lama dan akan terus berubah bentuk. Alam semesta adalah tempat yang sangat dinamis dan selalu berubah, hanya saja perubahannya dalam skala yang jauh lebih panjang daripada umur manusia.
Cara mengetahui pembentukan galaksi (proses dan juga umurnya) kini banyak dilakukan dengan simulasi superkomputer yang melibatkan parameter kosmologi. Hasilnya kemudian dicocokkan dengan apa yang kita amati.
Apakah bisa kita melihat kabut itu dari Indonesia yang letaknya pas katulistiwa? ada yang pernah lihat? sulit sekali rasanya mengamati langit dengan jelas….
Sulit melihat Bima Sakti dari tengah-tengah kota. Pergilah ke daerah yang sepi penduduk dan tidak banyak lampu, dan juga cuaca harus cerah tanpa awan.
ooooh jadi itu yach….yang dikatakan bima sakti 😀
Mas, kalau saya beli teleskop panjang fokal 900mm aparture 70mm, sudah bisa belum untuk dapat melihat galaksi-galaksi dengan penampakan seperti yang ada pada gambar-gambar yang umum tentang galaksi, misalnya yang spiral, ddl, jadi tidak sekedar titik putih saja, thank
Dengan karakteristik seperti itu, teleskop tersebut hanya cukup untuk mengamati galaksi besar yang paling dekat yaitu Galaksi Andromeda. Lain dari itu saya pikir sulit.
maz,, saya kurang paham dengan yang namanya penelitian apalagi menggunakan alat yang sederhana. bagaimana agar lebih mengarti???
bagaimana komentar anda atas semua ini?????????
trs kenapa di indonesia milky way disebut bimasakti mba?
karena bagi org jawa, milky way tampak seperti selendang bima yg merentang
Kalau artikel ini dibaca, akan dijelaskan dalam paragraf-paragraf pertama 🙂
Keren jadi tau akhirnya emang besar yg di ciptakaNya.
saya baru jelas tapi mungkin ada yg salah minta di luruskan ya mas
di galaksi bima sakti itu kan banyak bintang seperti matahari.. yg bercahaya.
apakah bintang yang banyak jumlahnya itu di kelilingi oleh planet2 seperti sistim tata surya kita??
apakah benar kesimpulan saya ini? bumi kita dan planet2 mengitari matahari dan matahari itu mengitari pusat bima sakti… yg di tengahnya adalah lubang hitam yg bisa menghisap banyak materi angkasa dan bintang2
Sekarang kita sudah mengetahui bahwa planet-planet mengelilingi bintang, seperti tata surya kita, adalah suatu hal yang umum. Banyak artikel di langitselatan ini yang membahas penemuan planet di luar tata surya kita.
Katanya, jarak bumi-matahari +/- 8 menit cahaya, MIsalnya jika matahari meledak jam 12 siang, maka manusia dibumi baru akan melihatnya jam 12,08. JIka benar begitu,, bagaimana jika instrumen dibumi (yg memakai gel radio dgn kecepatan 300km/detik) dan dapat mengamati benda langit dgn jarak 13 milyar tahun cahaya, apakah image yg terlihat itu keadaan sekarang 22-04-2012 atau keadaan 13 milyar tahun lalu. Tolong pencerahannya ??, dari dulu binguung dgn yg satu ini, pakah ada kecepatan yg lebih cepat dari cahaya??????. jgn2 cuma tipuan mata/instrumen, sepeti memandang rel kereta yg semakin jauh smakin menyempit, tolong ya mas, dan mba ????
Yang kita amati adalah keadaan 13 milyar tahun lalu. Semakin jauh kita melihat sebuah objek, semakin jauh kita melihat ke masa lalu.
Menurut teori relativitas, kecepatan cahaya adalah kerangka acuan mutlak dan tidak ada objek yang dapat bergerak melebihi kecepatan cahaya.
sungguh pusing … pusing… pusing…
Mas aku mau nanya……
ada ngak kemungkinan kehidupan lain di alam semesta ini……
Ibarat ada nama dan alamat yang sama di jagat raya ini.
Kan miliaran bintang,salah satunya matahari dan sembilan planet yang
sering kita kenal ini…….ada ngak yaaaa.
Kemungkinan kehidupan lain di alam semesta memang ada. Tapi memang belum ditemukan.
truzzz kak,, Penemu yg sbenar’na syapa?? Thomas Wright,Immanuel Kant,Charles Messier,William Herschel ato Harlow Shapley??
Inti dari tulisan ini bukan untuk menunjuk siapa satu orang penemu sesuatu barang atau konsep. Justru kebalikannya, untuk menunjukkan bahwa konsep dan barang lebih sering dibangun secara kolektif oleh banyak orang dari berbagai latar belakang dan periode masa. Sayang masyarakat kita (ini di mana-mana ya, bukan hanya di Indonesia) lebih menghargai pencapaian individual dalam “penemuan” suatu barang atau konsep. Ini seringkali tidak benar dan cenderung menyederhanakan persoalan.
Mudah-mudah kamu bisa memahami ini dan bisa mulai berhenti menanyakan siapa penemu (misalnya) telepon, radio, komputer, Galaksi Bima Sakti, dan lain-lain. Mulailah kita bertanya bagaimana (misalnya) telepon, radio, komputer, Galaksi Bima Sakti, dan lain-lain ditemukan/diciptakan. Saya pikir ini pertanyaan yang lebih menarik untuk didiskusikan.
Saya pernah menulis lebih detail mengenai persoalan ini, di bawah ada komentar yang menarik juga dari orang bernama mamanglo.
Huaaahhh, iseng googling tau-tau terdampar di website ini. Informasi yang berharga banget. Keep writing… 😉
nice info pak, sy tertarik dengan pengetahuan tentang alam semesta ini
sy mau tanya apakah kebanyakan pengetahuan tentang astronomi menggunakan spekulasi berdasar teori-teori populer di kehidupan kita?
Kalau bisa, ada nggak tulisan dalam bahasa Indonesia yang menjelaskan bagaimana sejarah terbentuknya galaksi? Dari bigbang sampai jadi galaksi itu gimana? Saya pernah menonton film dokumenter 3 Dimensi judulnya Hubble, katanya ketika meneropong daerah gelap di sekitar rasi Orion gambar teleskop itu melihat bayi galaksi yang mirip berudu (anak katak). Bah, apa pula itu bayi galaksi? Kalau ada bayi galaksi, seperti apa pula janinnya?
Mohon tulisannya.
Terima kasih untuk tulisan yang ini.
Sambungannya mana ya?
untuk saya yang menyukai langit.. kira2 binokular/teleskop tipe/jenis apa yang bisa saya gunakan untuk melihat galaksi2 m15 dan andromeda atau pun galaksi2 lainnya?
mohon bantuannya mas 😀
mau liat galaksi beli aja dobsonian teleskop diatas 8 inchi beli di ebay atau amazon.
Ijin copy tulisannya kang 🙂
Mohon update info mengenai alam semesta seperti ini Pak. Terimakasih
Sebelum 13,5 milyar tahun lalu ada apa ya ? mohon pencerahan
Apa yang terjadi sebelum Big Bang belum diketahui.