Para astronom memperkirakan kalau hampir semua bintang punya planet, seperti Bumi untuk Matahari. Tapi, yang selalu jadi pertanyaan, apakah ada kehidupan di exoplanet?
Untuk menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu kita harus mengenal exoplanet dan langitnya (atmosfernya) dengan lebih detail. Ini karena komposisi dari atmosfer di exoplanet memegang peran penting untuk tumbuh kembang kehidupan di sebuah planet. Contohnya tentu saja planet yang kita kenal, Bumi.
Informasi dari cahaya
Untuk mempelajari atmosfer di planet lain yang jauh lebih kecil tentu tidak mudah. Bayangkan, bintang yang sangat besar di langit malam hanya tampak seperti titik terang. Bagaimana dengan planet yang jauh lebih kecil? Tentu tidak tampak.
Untuk mendeteksi planet di bintang lain, para astronom menggunakan metode tidak langsung. Dua cara yang sering dipakai adalah melihat pengaruh interaksi gravitasi ketika planet mengitari bintang pada spektrum cahaya, dan melihat kedipan bintang ketika planet lewat di depan bintang atau kita kenal sebagai peristiwa transit. Untuk atmosfer pun, para astronom melihat informasi yang dibawa oleh cahaya dari bintang saat melewati atmosfer planet.
Para astronom menggunakan metode transit ketika planet melintas depan bintang sehingga cahaya bintang yang mengarah ke pengamat terhalang. Bintang pun tampak meredup sesaat. Cahaya bintang yang terhalang ini masih ada yang lolos melewati atmosfer planet sehingga para astronom bisa mengetahui bahan penyusun “langit” atau atmosfer exoplanet.
Tapi, meskipun para astronom sudah menemukan cara untuk mempelajari bahan di atmosfer planet di bintang lain, tapi bagaimana pembentukannya serta bisakah mendukung kehidupan masih jadi misteri.
Mengutip Planet Mars, “Tidak ada atmosfer, tidak ada kehidupan”.
Efek Cuaca Antariksa
Menurut para astronom, informasi exoplanet yang lebih detail termasuk potensi kehidupan di planet tersebut bisa diperoleh dengan mempelajari efek radiasi dan cuaca antariksa. Yang jadi pertanyaan, bagaimana kita mempelajari efek cuaca antariksa pada planet yang mengitari bintang lain?
Para astronom memulai penyelidikannya dengan mempelajari objek yang mirip atau punya fenomena serupa di lingkungan Tata Surya sebelum kemudian dibandingkan dengan planet di bintang lain.
Salah satu kontributor utama dalam cuaca antariksa di Tata Surya adalah lontaran massa korona (CME). CME merupakan ledakan dahsyat dari lapisan terluar Matahari yang melepaskan ‘sup’ panas berupa materi energetik yang disebut plasma dan medan magnet seperti ‘pita ulang tahun’, ke Tata Surya. CME biasanya diikuti oleh semburan kembang api dari ‘cahaya’ radio redup khusus.
Ketika plasma energetik ini mencapai planet yang memiliki medan magnet kuat, seperti Jupiter, maka peristiwa temu sapa ini akan menghasilkan pancaran aurora dalam cahaya radio. Yup, benar! Jupiter juga punya aurora!
Dengan mempelajari cahaya radio khusus dari CME dan aurora, para astronom bisa melihat lebih dekat plasma panas dan lingkungan magnetik di Tata Surya.
Untuk itu, para astronom aktif sekali mencari semburan radio yang lebih terang dari sistem bintang dan planet di luar Tata Surya. Tujuannya untuk memahami evolusi atmosfer dan kemungkinan planet untuk mendukung kehidupan. Keren, kan!
Tapi, bagaimana kita bisa melihat cahaya radio khusus ini?
Perkembangan teknologi memungkinkan kita melihat cahaya tersebut dengan teleskop super sensitif, seperti LOw-Frequency ARray (LOFAR), Giant Metrewave Radio Telescope (GMRT), Karl G. Jansky Very Large Array (JVLA), Five-hundred-meter Aperture Spherical Telescope (FAST), dan Australian Square Kilometre Array Pathfinder (ASKAP). Harapannya tentu saja untuk menyingkap cahaya radio baru dan beragam dari bintang dan planet di luar Tata Surya.
Fakta Keren:
Pengamatan pada cahaya radio memberikan informasi detail terkait, planet, bintang, dan cuaca antariksa yang tidak bisa teramati dengan cahaya lainnya. Di masa depan, astronomi radio akan dapat memberikan petunjuk penting untuk menemukan planet yang bisa mendukung kehidupan.
Tulis Komentar