Dulu orang bertanya, adakah kehidupan di luar Bumi? Pertanyaan itu kemudian berkembang menjadi adakah Tata Surya yang lain di luar sana? Saat ini, Tata Surya lain sudah banyak ditemukan. Namun kebanyakan yang ditemukan terdiri dari planet-planet gas raksasa. Akhirnya manusia kembali pada pertanyannya: adakah kehidupan di luar sana?
Untuk mencari kehidupan, planet yang dicari adalah planet yang mirip Bumi. Bukan sekadar ukurannya, tapi juga komposisi terutama yang berada di daerah habitasi. Nah, tahun lalu, planet yang mengindikasikan keberadaan air memang sudah ditemukan di Gliese 581. Tapi, apakah setiap bintang yang memiliki planet, juga memiliki planet batuan?
Di dalam Tata Surya, area di dekat Matahari justru diisi oleh planet batuan seperti Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars, sementara dalam sistem ekstrasolar, planet yang berada di area dekat bintang justru planet Gas. Kali ini, para astronom berhasil menemukan kalau planet terrestrial bisa terbentuk di sebagian besar bintang bertipe Matahari di galaksi Bimasakti. Dengan demikian, kemungkinan dunia yang berpotensi untuk mendukung kehidupan akan semakin besar.
Michael Meyer dan timnya dari Universitas Arizona, Tucson berhasil menemukan kalau sistem keplanetan seperti Tata Surya bukanlah hal yang umum di Galaksi Bimasakti. Diperkirakan setidaknya 20% – 60% bintang yang mirip Matahari untuk menjadi kandidat yang bisa membentuk planet batuan. Hasil penemuan ini akan dipublikasikan di Astrophysical Journal Letters.
Para astronom menggunakan Spitzer untuk melakukan survei terhadap 6 buah bintang, yang dikelompokkan berdasarkan umur dengan massa sebanding dengan massa Matahari, dengan usia Matahari 4.6 miliar tahun. Menurut Meyer, pengamatan ini ditujukan untuk mempelajari evolusi gas dan debu di sekeliling bintang mirip Matahari dan hasilnya akan dibandingkan dengan evolusi tahap awal yang terjadi di Tata Surya.
Teleskop Spitzer memang tidak secara langsung mendeteksi adanya planet. Namun, ia akan mendeteksi keberadaan debu – yang berupa puing hasil tabrakan saat planet terbentuk – pada rentang panjang gelombang inframerah. Debu terpanas yang dideteksi berada pada panjang gelombang terpendek, antara 3,6 mikron – 8 mikron. Sementara, debu yang dingin terdeteksi pada panjang gelombang lebih panjang antara 7- mikron – 160 mikron. Debu yang hangat bisa ditelusuri pada panjang gelombang 24 mikron. Hal ini disebabkan oleh debu yang berada di dekat bintang akan jauh lebih panas dibandingkan debu yang berada jauh dari bintang. Sementara, debu yang hangat mengorbit bintang pada jarak yang sebanding dengan jarak Bumi dan Jupiter.
Meyer dan timnya menemukan sekitar 10 – 20 & bintang di setiap grup yang berusia muda menunjukan emisi dari debu pada 24 mikron. Namun, debu yang hangat ini tidak ditemukan pada bintang yang lebih tua dari 300 milyar tahun. Jika dibandingkan dengan skala waktu pembentukan dan evolusi dinamik Tata Surya, hasil ini masih bisa diterima. Berdasarkan model teoretis dan data meteorit, diperkirakan Bumi terbentuk antara 10 – 50 juta tahun dari masa tabrakan antara objek kecil.
Dalam studi yang berbeda, Thayne Currie dan Scott Kenyon dari Astrophysical Observatory, Cambridge, Mass. dan timnya juga menemukan bukti keberadaan debu dari planet terrestrial di sekitar bintang berusia 10 – 30 juta tahun. Menurut Meyer, observasi yang dilakukan tersebut menunjukkan kalau pembentukan Bumi kemungkinan besar terjadi di sekitar bintang antara 3 juta – 300 juta tahun.
Hasil pemodelan yang dilakukan Kenyon dan Ben Broomley dari University of Utah, Salt Lake City, menujukan debu yang hangat bisa dideteksi pada panjang gelombang 24 mikron saat objek kecil saling bertabrakan dan bersatu membentuk sebuah planet. Menurut Kenyon, debu hangat yang dideteksi oleh Meyer dan timnya merupakan hasil alami dalam pembentukan planet batuan.
Jumlah bintang yang bisa membentuk planet batuan memang masih ambigu, karena ada lebih dari satu cara untuk menginterpretasi data dari Spitzer. Salah satu interpretasi lainnya adalah, sebagian besar piringan masif akan mengalami proses tabrakan di awal dan kemudian membentuk planet dengan cepat. Inilah yang mungkin dilihat oleh Meyer dan timnya pada bintang muda. Piringannya akan mati muda, bersinar terang di masa awal dan kemudian musnah. Namun piringan yang kurang masif akan bercahaya lebih lambat, sehingga pembentukan planet pada kasus piringan yang kurang masif akan berjalan terlambat karena sedikitnya partikel yang saling bertabrakan.
Jika teori ini benar, maka piringan yang sangat masif akan membentuk planet pada awal masa hidupnya, sementara piringan yang tidak masif membutuhkan waktu 10 – 100 kali lebih lama. Dengan demikian, akan ada lebih dari 62% bintang yang disurvei telah membentuk atau sedang membentuk planet. Jawaban yang sesungguhnya berada di antara rentang 20 – 60% tersebut.
Pertanyaan lainnya adalah: apakah planet terrestrial mirip Bumi umum ditemukan di sekitar bintang mirip Matahari? Jawabannya akan kita ketahui saat Misi Kepler milik NASA diluncurkan tahun depan.
Sumber : JPL NASA
aq akan menjawab ras penasaran dr pertanyaan soal no 1/
Jawab: “kehidupan luar selain bumi itu sebenarnya g ada, klo ad sih pasti jaraknya jauh>?>”
DAn klo kita dpt ngungsi ke planet lain KAPAN KIAMATNYA
Baca dengan baik-baik SEMOGA SUKSES DI AKHIRAT
buat echo aka danary… itu namanya montage dari planet2 batuan. dan tolong gunakan 1 nama saja. Anda ga perlu menggunakan beberapa nama buat komentar disini.