fbpx
langitselatan
Beranda » Asteroid Jatuh di Gunung Berapi yang (Masih) Meletus

Asteroid Jatuh di Gunung Berapi yang (Masih) Meletus

Kawah tumbukan besar yang menjadi sumber tektit Australasia akhirnya ditemukan. Selama ini ternyata ia bersembunyi di tempat terbuka, dibalut lembaran-lembaran lava basalt sangat muda yang membanjir dari letusan gunung berapi tak-biasa.

Dari kawah tumbukan besar inilah tersembur material cair plastis produk tumbukan yang kemudian menjadi butiran-butiran tektit Australasia. Tektit dengan area sebaran demikian luas hingga melingkupi sepertiga paras Bumi. Sebagian diantaranya berjatuhan di Indonesia, sebagai Batu Satam (di pulau Belitung) dan Agni Mani (di pulau Jawa).

Gambar 1. Kedudukan Kawah Bolaven dan dataran Tinggi Bolaven, dalam citra Google Earth pada pandangan miring (oblique). Ellips kuning menunjukkan posisi tepi kawah, sementara ellips merah menunjukkan punggungan pusat kawah. Di latar depan nampak alur Sungai Mekong, sungai utama di Semenanjung Indochina. Diadaptasi dari Sieh dkk, 2019.
Gambar 1. Kedudukan Kawah Bolaven dan dataran Tinggi Bolaven, dalam citra Google Earth pada pandangan miring (oblique). Ellips kuning menunjukkan posisi tepi kawah, sementara ellips merah menunjukkan punggungan pusat kawah. Di latar depan nampak alur Sungai Mekong, sungai utama di Semenanjung Indochina. Diadaptasi dari Sieh dkk, 2019.

Di pulau Belitung, di antara pesona bongkahan-bongkahan granit berusia sangat tua (hingga 250 juta tahun), terselip butir-butir batuan hitam mengkilap yang sangat muda. Hanya 790.000 tahun umurnya. Butir-butir tersebut adalah Batu Satam, salah satu bahan mentah batu permata yang memiliki tekstur permukaan sedikit kasar, mengkilap mirip kaca (glassy) dan beralur-alur mirip jejak jari di permukaanya, sebuah ciri khas regmaglypt.

Cendekiawan kebumian menyebut Batu Satam sebagai Bilitonit, yakni bagian grup tektit Australasia yang masih misterius meski telah diteliti dalam kurun waktu panjang, sejak seabad lalu. Tektit adalah kelompok batuan metamorf produk metamorfosis batuan beku/sedimen oleh tekanan luar biasa besar yang diterima batuan asal di saat pembentukannya, yang berkaitan dengan tumbukan benda langit. Kala sebuah komet atau asteroid jatuh menumbuk paras Bumi, energi luar biasa besar dilepaskan dalam tempo sangat singkat pada area target tak terlalu luas. Sehingga membangkitkan tekanan luar biasa besar, yang secara artifisial hanya bisa diserupai peristiwa ledakan nuklir pada matra permukaan/bawah permukaan tanah. Tekanan luar biasa besar menyebabkan batuan target tertekan demikian hebat. Salah satu implikasinya, batuan target meleleh lantas terlontar tinggi secara balistik sebagai material produk tumbukan.

Sepanjang masih melayang di udara, lelehan itu mulai mendingin kembali menjadi butiran-butiran beraneka ukuran. Selagi belum sepenuhnya membeku, atmosfer yang kian memadat seiring kian turunnya ketinggian yang ditempuh material produk tumbukan memberikan efek-efek aerodinamik kian menguat. Sehingga paras butiran-butiran yang mulai memadat itu dipaksa melunak lagi dan laksana dipahat, menghasilkan bentuk-bentuk membulat mirip bola, mengerucut mirip tetesan air, memanjang laksana tabung dengan sepasang ujung membesar mirip alat angkat beban (dumbell) hingga mirip kancing baju. Semuanya berhiaskan regmaglypt di permukaannya.

Gambar 2. Sampel Batu Satam (kiri) dan Granit Belitung (kanan). Dua komponen tulangpunggung taman bumi (Geopark) Belitung. Sumber: Sudibyo/koleksi pribadi, 2019.
Gambar 2. Sampel Batu Satam (kiri) dan Granit Belitung (kanan). Dua komponen tulangpunggung taman bumi (Geopark) Belitung. Sumber: Sudibyo/koleksi pribadi, 2019.

Ada beberapa sifat unik dari tektit, yaitu :

  1. komposisinya relatif homogen,
  2. kandungan air dan senyawa-senyawa mudah menguap yang sangat rendah (dibandingkan dengan batuan yang lain),
  3. melimpahnya kandungan lechatelierit (SiO2 amorf),
  4. minimnya kandungan mikrolit,
  5. terdistribusi spesifik pada satu area serakan (strewnfield) yang selalu berhubungan dengan sebuah kawah tumbukan besar sebagai sumbernya.

Bilitonit mempunyai ‘saudara’ di pulau Jawa, misalnya yang ditemukan di Sangiran (Jawa Tengah), disebut Javanit. Budaya Jawa Kuna menyebut Javanit sebagai Agni Mani, istilah Sansekerta yang bermakna mutiara api (dari surga). Di mancanegara, bagian grup tektit Australasia juga ditemukan hampir di sekujur Australia sebagai Australit. Suku Aborigin menamakannya Ooga dan memperlakukannya sebagai benda suci. Di Filipina, bagian grup tektit Australasia disebut Filipinit. Suku Aeta memanfaatkan Filipinit sebagai mata panah maupun perhiasan batu. Di masa yang lebih kemudian, yakni pada zaman batu, Filipinit digunakan sebagai jimat dan gelang batu. Dan di kawasan Semenanjung Indochina, grup tektit Australasia yang terserak di sini dinamakan Indochinit.

Meski (mungkin) tak berperan penting dalam sejarah setempat, Indochinit merupakan tektit Australasia yang istimewa. Karena memiliki tektit Muong-Nong. Berbeda dengan bagian-bagian grup tektit Australasia lainnya, tektit Muong-Nong berukuran cukup besar dan cukup massif (yang terbesar memiliki massa 29 kilogram). Tektit Muong-Nong juga mengandung anomali lainnya, yakni memiliki struktur berlapis-lapis. Jadi sangat bertolak belakang dengan ciri umum sebuah tektit. Tektit unik seperti tektit Muong-Nong hanya ditemukan dalam grup tektit Australasia.

Gambar 3. Tiga macam tektit yang menjadi bagian grup tektit Australasia. a. Agni Mani atau Javanit, yang ditemukan di pulau Jawa. b. Australit sebanyak tiga butir berbentuk dumbell, yang ditemukan di Australia. Dan c. Filipinit, yang ditemukan di Filipina. Semuanya terbentuk dari satu sumber yang sama pada 790.000 tahun silam. Sumber: MeteoriteTimes.Com/Lehrman, 2012 & Tektites.co.uk/Aubrey, 2011.
Gambar 3. Tiga macam tektit yang menjadi bagian grup tektit Australasia. a. Agni Mani atau Javanit, yang ditemukan di pulau Jawa. b. Australit sebanyak tiga butir berbentuk dumbell, yang ditemukan di Australia. Dan c. Filipinit, yang ditemukan di Filipina. Semuanya terbentuk dari satu sumber yang sama pada 790.000 tahun silam. Sumber: MeteoriteTimes.Com/Lehrman, 2012 & Tektites.co.uk/Aubrey, 2011.

Dataran Laos

Tektit Australasia merupakan satu di antara empat tektit dengan area serakan yang cukup luas secara geografis. Tiga area serakan lainnya adalah area serakan Amerika Utara, area serakan Eropa Tengah dan area serakan Pantai Gading (Afrika). Area serakan tektit Australasia merupakan yang terluas sekaligus memiliki umur paling muda. Selain di daratan Asia tenggara dan Australia, tektit Australasia khususnya yang berukuran sangat kecil (mikrotektit) juga ditemukan di dasar Samudera Indonesia (Indian Ocean). Ia juga ditemukan di dasar Samudera Pasifik sisi barat mulai dari Mikronesia hingga Kepulauan Ogasawara (Jepang). Bahkan dalam perkembangan terakhir, mikrotektit Australasia juga ditemukan di pantai timur Afrika, pantai timur Antartika serta di Dataran Tinggi Tibet (China). Semua penemuan ini menjadikan area serakan tektit Australia merentang hingga seluas 150 juta km2, setara dengan sepertiga luas paras Bumi kita.

Hingga 2019, misteri utama yang melingkupi tektit Australasia adalah kawah tumbukan sumbernya yang belum juga ditemukan. Padahal dengan area serakan demikian luas dan umur demikian muda secara geologis, kawah tumbukan sumbernya seharusnya berukuran cukup besar sehingga relatif mudah ditemukan. Jika mengacu pada konsentrasi Iridium, salah satu penanda peristiwa tumbukan benda langit, yang terdeteksi pada sedimen dasar Laut Cina Selatan, Laut Filipina dan Samudera Indonesia bagian tengah maka Schmidt dkk (1993) menduga kawah tumbukan sumber tektit Australasia memiliki garis tengah kurang dari 20 kilometer. Glass & Pizzuto (1994) menyanggahnya dengan mengajukan anggapan baru, kawah tumbukan itu seharusnya jauh lebih besar dengan garis tengah antara 32 hingga 114 kilometer! Argumen baru itu didukung Hartung & Koberl (1994), yang mengajukan gagasan kawah tumbukan yang sedang dicari-cari itu mungkin sebagian tergenangi air sebagai Danau Tonle Sap, sebuah danau besar (luas 100 x 35 km2) di Kamboja.

Gambar 4. Peta area serakan tektit Australasia, tektit dengan serakan terluas yang mencakup 30 % paras Bumi. Semenanjung Indochina diperlihatkan lebih detail, karena disinilah ditemukan tektit-tektit istimewa, yakni tektit Muong-Nong. Peta titik-titik penemuan tektit Muong-Nong disajikan bersama dengan peta geologi vulkanik dari zaman Kenozoikum akhir. Sumber: Sieh dkk, 2019.
Gambar 4. Peta area serakan tektit Australasia, tektit dengan serakan terluas yang mencakup 30 % paras Bumi. Semenanjung Indochina diperlihatkan lebih detail, karena disinilah ditemukan tektit-tektit istimewa, yakni tektit Muong-Nong. Peta titik-titik penemuan tektit Muong-Nong disajikan bersama dengan peta geologi vulkanik dari zaman Kenozoikum akhir. Sumber: Sieh dkk, 2019.

Salah satu kunci melacak kawah tumbukan sumber tektit Australasia terletak pada tektit Muong-Nong, yang sifat-sifatnya bertolak belakang terhadap tektit pada umumnya. Tektit Muong-Nong memiliki ukuran sangat besar, jauh lebih massif dan strukturnya berlapis-lapis. Secara aerodinamis tektit Muong-Nong takkan terlontar jauh dari sumbernya seperti yang dialami tektit-tektit Australasia lainnya. Tektit Muong-Nong hanya ditemukan di bagian Thailand timur, Kamboja, Laos selatan, Vietnam dan pulau Hainan (China). Dikombinasikan dengan kontur kerapatan mikrotektit dari Glass & Pizzuto (1994), maka lokasi kawah tumbukan yang dicari itu kemungkinan berada di Kamboja, atau di Laos bagian selatan, atau di Thailand bagian timur, atau di Vietnam bagian selatan.

Baca juga:  Komet Yang Datang dan Pergi

Penelitian menarik dilakukan Howard dkk (2000) di Dataran Tinggi Khorat, Thailand timur. Di sini mereka menemukan beragam fosil kayu dari tumbuhan hutan yang hidup pada masa tektit Australasia terbentuk. Salah satu fosil kayu memiliki batang setebal 2 meter yang ‘gundul’ dengan cabang-cabang terpatahkan dan nampak tercerabut paksa dari akarnya. Batang kayu itu juga menampakkan tanda-tanda terbakar parah hingga ke pusatnya. Penelitian lainnya dari Povenmire dkk (1999) di Lembah Bose yang terletak China bagian selatan menemukan lapisan arang yang menjadi pertanda pernah terjadi kebakaran lahan dan hutan berskala besar di sini. Dalam lapisan arang tersebut ditemukan pula butir-butir tektit Australasia, sehingga dapat dipastikan berasal dari masa 790.000 tahun sekali. Cukup menarik bahwa Lembah Bose dipenuhi situs-situs zaman batu tua yang dihuni populasi manusia purba Homo erectus pada masanya.

Batang-batang pohon yang tercerabut paksa dan terbakar parah di hutan belantara menunjukkan bekerjanya hempasan gelombang kejut dan paparan sinar panas. Keduanya adalah dampak khas peristiwa tumbukan benda langit khususnya yang melepaskan energi sangat besar. Jangkauan hempasan gelombang kejut dan paparan sinar panas adalah terbatas, berbanding lurus dengan besarnya energi yang dilepaskan peristiwa tumbukan benda langit. Jika energi tumbukannya sebesar 1 juta megaton TNT, maka radius maksimum paparan sinar panasnya mencapai 600 kilometer, sementara radius maksimum hempasan gelombang kejut yang sanggup merubuhkan batang pohon besar mencapai 400 kilometer. Maka hasil-hasil penelitian Khorat dan Lembah Bose itu kian memperkukuh argumen kawah tumbukan sumber tektit Australasia tersembunyi di daratan Semenanjung Indochina.

Disinilah sebuah fakta lain muncul. Yakni eksistensi Dataran Tinggi Bolaven sebagai hamparan endapan lava basalt produk letusan gunung berapi tak-biasa. Pertanyaan baru pun mengemuka, apakah kawah tumbukan itu tersembunyi di bawah tumpukan lava?

Kawah Bolaven

Bekerja atas dasar pertanyaan tersebut, sebuah tim peneliti gabungan dibentuk yang beranggotakan Earth Observatory of Singapore (EOS) dari Singapura, Universitas Wisconsin Madison dari Amerika Serikat, Universitas Chulalongkorn dari Thailand, Kementerian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Thailand serta Kementerian Pertambangan dan Energi Laos. Setelah melaksanakan kegiatannya secara komprehensif sepanjang 2017 hingga 2018, mereka mempublikasikan bahwa kawah tumbukan sumber tektit Australasia telah ditemukan.

Dalam memburu kawah tersebut, tim peneliti gabungan ibarat melakukan kerja detektif dengan bersenjatakan ilmu geologi dan geofisika. Mereka berangkat dari asumsi: kawah tumbukan sumber tektit Australasia berusia sangat muda dalam perspektif geologis, sehingga seharusnya masih terkuak di paras Bumi. Kecuali jika tersembunyi karena tertimbun tanah oleh suatu sebab, misalnya erosi. Curah hujan kawasan memang cukup tinggi, yakni mencapai 1.500 cm/tahun. Akan tetapi proses erosi di Dataran Tinggi Khorat dan sepanjang Sungai Mekong beserta anak-anak sungainya terbukti kurang intensif. Seharusnya sebagian struktur kawah tersebut masih terkuak meski proses erosi selama 790.000 tahun terakhir mengoyak-oyaknya.

Kandidat lain yang bisa menyembunyikah kawah tumbukan sumber tektit Australasia adalah vulkanisme. Dataran Tinggi Bolaven di Laos selatan merupakan kawasan vulkanisme titik-panas yang aktif sejak setidaknya 16 juta tahun silam. Layaknya vulkanisme titik-panas di tempat lain, seperti di Islandia, Kepulauan Hawaii maupun Saudi Arabia bagian barat, vulkanisme Bolaven memuntahkan lava basalt melalui erupsi-erupsi efusif dari sejumlah titik letusan. Tidak dijumpai sebentuk gunung berapi kerucut menjulang tinggi di sini, sebaliknya hanya ada padang lava nan luas berhias kerucut-kerucut skoria nan rendah di sana-sini. Sebagian kerucut skoria itu mengelilingi kota Paksong, pemukiman penting bagi dataran tinggi yang terkenal sebagai produsen kopi. Jika vulkanisme Bolaven sedang aktif saat tumbukan benda langit pembentuk tektit Australasia terjadi dan tetap aktif hingga beratus ribu tahun kemudian, lava basalt yang dimuntahkannya mampu mengubur kawah tumbukan itu hingga paripurna.

Berangkat dari anggapan itu, tim peneliti gabungan menyelidiki Dataran Tinggi Bolaven lebih lanjut. Diketahui endapan lava basalt Bolaven terhampar di atas batuan sedimen tua berumur minimal 65 juta tahun berupa batupasir kuarsa berselang-seling batulempung. Lava basalt menutupi area seluas 5.000 km2 dengan volume luar biasa besar, yakni 910 km3, dan ketebalan maksimum 500 meter pada satu titik di sebelah barat daya kota Paksong. Uji pertanggalan radioaktif berbasis isotop Argon40 dan Argon39 menunjukkan erupsi magmatis Bolaven berlangsung secara terus-menerus mulai 16 juta tahun silam sebelum kemudian berhenti pada 27.000 tahun silam. Sehingga kala tumbukan benda langit yang membentuk tektit Australasia terjadi, erupsi masih terjadi di kawasan vulkanik ini dan terus berlanjut hingga 770.000 tahun kemudian.

Gambar 5. Peta anomali gravitasi Bouguer untuk dataran Tinggi Bolaven, setelah memperhitungkan sejumlah koreksi. Nampak konsentrasi material dengan densitas rendah (ditandai dengan ellips), sebuah indikasi adanya cekungan elliptik yang ditimbuni materi lebih ringan. Hal itu merupakan salah satu ciri khas kawah tumbukan benda langit. Sumber: Sieh dkk, 2019.
Gambar 5. Peta anomali gravitasi Bouguer untuk dataran Tinggi Bolaven, setelah memperhitungkan sejumlah koreksi. Nampak konsentrasi material dengan densitas rendah (ditandai dengan ellips), sebuah indikasi adanya cekungan elliptik yang ditimbuni materi lebih ringan. Hal itu merupakan salah satu ciri khas kawah tumbukan benda langit. Sumber: Sieh dkk, 2019.

Tim peneliti gabungan melaksanakan pengukuran anomali gravitasi Bouguer yang kemudian dipetakan dengan memperhitungkan aneka koreksi. Hasilnya, terdapat area beranomali gravitasi negatif yang berbentuk ellips dengan panjang 17 kilometer dan lebar 13 kilometer. Ini adalah indikasi adanya struktur terpendam. Kota Paksong berdiri tepat di atas sisi barat struktur tersebut. Struktur tersebut memiliki sumbu utama (panjang) yang berimpit dengan arah barat laut – tenggara. Nilai anomali gravitasi mengindikasikan struktur terpendam ini berbentuk mirip mangkuk raksasa berisikan timbunan batupasir berpori (volume pori 25 %) setebal maksimum 100 meter. Ukurannya terlalu besar untuk jejak aktivitas vulkanik yang mampu membentuk struktur seperti ini, seperti kawah maar, sebaliknya justru sesuai dengan kawah tumbukan benda langit. Sehingga struktur tersebut dapatlah disebut Kawah Bolaven, mengacu pada geografi daerah tersebut. Struktur ellips tersebut mengindikasikan bahwa asteroid atau komet yang membentuknya datang dari altitude sangat rendah, yakni sekitar 10º.

Baca juga:  Stein - Permata Di Angkasa Dalam 3-Dimensi

Seluruh Kawah Bolaven tertimbun sepenuhnya di bawah endapan lava basalt setebal antara 130 hingga 260 meter. Di permukaannya nampak sedikitnya 18 kerucut skoria, pusat-pusat erupsi efusif yang lebih muda usianya ketimbang tektit Australasia. Cukup menarik seluruh endapan lava basalt yang ada di atas Kawah Bolaven, tepatnya hingga radius 11 kilometer dari pusat kawah, berusia lebih muda ketimbang 790.000 tahun. Dua hal inilah yang menjadi bukti kebenaran anggapan tim peneliti gabungan, bahwa pasca terjadinya tumbukan benda langit pembentuk tektit Australasia, kawah tumbukannya terpendam sepenuhnya di bawah endapan lava basalt yang diletuskan oleh gunung berapi tak-biasa di kawasan tersebut.

Selain data anomali gravitasi dan umur lava basalt penutup kawah, tim peneliti gabungan masih memiliki dua data pendukung lainnya. Salah satunya bahkan menjadi penentu status Kawah Bolaven. Sejarak 16 kilometer di sebelah tenggara kota Paksong, atau 12 kilometer sebelah tenggara tepi Kawah Bolaven, tim peneliti gabungan menemukan bebatuan menarik tersingkap di tebing yang dipotong dalam pembangunan jalan raya. Tebing ini relatif cukup tinggi sehingga tak turut terkubur endapan lava basalt Bolaven. Struktur batuannya menunjukkan tebing ini merupakan ejecta (endapan material produk tumbukan) Kawah Bolaven. Berdasarkan kedudukan bongkah-bongkah batuannya, diinterpretasikan material itu mendarat pada lokasi ini dalam kecepatan minimal 450 meter/detik (1.600 km/jam).

Gambar 6. Singkapan batuan produk tumbukan benda langit pembentuk Kawah Bolaven dan tektit Australasia di tebing yang dipotong dalam pembangunan jalan raya. Nampak lapisan-lapisan batuan pada tebing (atas) dan pola garis-garis deformasi datar/PDF (planar deformation feature) pada kristal kuarsa dalam batuan saat diamati dengan mikroskop polarisasi. Sumber: Sieh dkk, 2019.
Gambar 6. Singkapan batuan produk tumbukan benda langit pembentuk Kawah Bolaven dan tektit Australasia di tebing yang dipotong dalam pembangunan jalan raya. Nampak lapisan-lapisan batuan pada tebing (atas) dan pola garis-garis deformasi datar/PDF (planar deformation feature) pada kristal kuarsa dalam batuan saat diamati dengan mikroskop polarisasi. Sumber: Sieh dkk, 2019.

Temuan paling signifikan adalah eksistensi kristal-kristal kuarsa dengan jejak metamorfosis dinamik yang tertanam di dalam fragmen batupasir. Jejak metamorfosis tersebut ditunjukkan pola garis-garis deformasi datar atau PDF (planar deformation feature) dan pola garis-garis datar atau PF (planar feature) yang teramati dengan mikroskop polarisasi. Keberadaan PDF maupun PF merupakan bukti kunci yang mengesahkan status sebuah struktur sebagai kawah tumbukan benda langit. Pola PDF hanya bisa terbentuk oleh tekanan sangat tinggi yang diderita mineral kuarsa, hingga setinggi 10 – 35 GigaPascal (1,1 juta ton/m2 hingga 3,6 juta ton/m2). Secara alamiah pola PDF hanya bisa dibentuk oleh peristiwa tumbukan benda langit, karena hanya dalam peristiwa inilah timbul tekanan luar biasa besar yang secara artifisial menyamai tekanan yang diproduksi ledakan nuklir.

Bukti keempat, atau bukti terakhir, adalah komposisi kimiawi tektit Australasia yang diperbandingkan dengan batuan target di Kawah Bolaven. Bertumpu pada analisis PCA (principal component analysis) terhadap tujuh senyawa oksida utama (SiO2, Al2O3, TiO2, FeO, MgO, CaO dan K2O) antara tektit Australasia dengan batupasir tua dan lava basalt Bolaven, ditemukan lebih 90 % variasi komposisi kimiawi di antara tektit-tektit Australasia dapat dijelaskan sebagai akibat terjadinya pencampuran batupasir tua dengan batu basalt Bolaven dalam beragam proporsi.

Dengan kata lain segenap tektit Australasia membawa jejak-jejak kimiawi dari batuan target yang adalah batuan dasar Dataran Tinggi Bolaven. Tektit yang terlontar lebih dekat seperti tektit Muong-Nong mengandung lebih banyak jejak kimiawi batupasir dan batulempung, menunjukkan mereka berasal dari bagian dasar Kawah Bolaven. Sementara tektit Indochinit lainnya serta Filipinit, Batu Satam, Agni Mani dan tektit-tektit Australasia yang ditemukan di China bagian selatan memiliki jejak kimiawi yang relatif berimbang antara batupasir dan batu lempung dengan lava basalt Bolaven. Menunjukkan tektit-tektit tersebut berasal dari bagian tengah Kawah Bolaven. Dan tektit yang terlontar paling jauh seperti Australit lebih banyak mengandung jejak kimiawi lava basalt Bolaven, yang diinterpretasikan berasal dari bagian atas Kawah Bolaven.

Ragam komposisi tektit-tektit Australasia menunjukkan saat tumbukan benda langit terjadi pada 790.000 tahun silam, batuan dasar di Dataran Tinggi Bolaven yang berupa sedimen tua sudah mulai ditutupi endapan lava basalt dari erupsi- erupsi Bolaven. Sedimen tua itu sudah sangat melapuk, hingga membentuk selapis lempung di permukaannya. Lempung dikenal cukup baik menyerap dan menahan isotop Berilium10 yang terikut dalam air hujan. Tingginya konsentrasi Berilium10 pada tektit Australasia khususnya pada Australit dapat dijelaskan oleh fenomena tersebut.

Pada akhirnya, dengan penemuan kawah Bolaven ini dapat disimpulkan bahwa tumbukan benda langit terbesar terakhir di wajah Bumi kita, dengan diameter benda langit penumbuk antara 1,4 hingga 1,9 kilometer yang terjadi pada 790.000 tahun silam, memang berlangsung di Asia Tenggara. Kawah Bolaven sekaligus menjadi satu-satunya kawah tumbukan di Bumi yang terbentuk oleh sebuah asteroid atau komet besar yang jatuh tepat di gunung berapi yang sedang meletus. Asteroid tersebut mungkin bergaris tengah 1,4 hingga 1,9 kilometer, dengan massa 5,3 hingga 13,3 milyar ton dan jatuh menumbuk dengan energi tumbukan sebesar 274.000 hingga 685.000 megaton TNT. Tingkat energi tumbukan ini menyamai apa yang dilepaskan dalam Letusan Toba Muda pada 75.000 tahun silam. Maka dampaknya ke lingkungan pun relatif serupa.

[divider_line]

Disarikan dari Ekliptika dengan perubahan seperlunya.

Muh. Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang suka menatap bintang dan terus berusaha mencoba menjadi komunikator sains. Saat ini aktif di Badan Hisab dan Rukyat Nasional Kementerian Agama Republik Indonesia. Juga aktif berkecimpung dalam Lembaga Falakiyah dan ketua tim ahli Badan Hisab dan Rukyat Daerah (BHRD) Kebumen, Jawa Tengah. Aktif pula di Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Falak Rukyatul Hilal Indonesia (LP2IF RHI), klub astronomi Jogja Astro Club dan konsorsium International Crescent Observations Project (ICOP). Juga sedang menjalankan tugas sebagai Badan Pengelola Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong dan Komite Tanggap Bencana Alam Kebumen.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini