fbpx
langitselatan
Beranda » Jejak Uap Air di Atmosfer Exoplanet Neptunus Mini K2-18b

Jejak Uap Air di Atmosfer Exoplanet Neptunus Mini K2-18b

Para astronom berhasil mendeteksi uap air di atmosfer exoplanet yang berada di zona laik huni bintang. Menariknya, planet ini merupakan planet Bumi Super dengan temperatur yang cukup hangat. Singkatnya, ada uap air di atmosfer planet Bumi super yang berada di zona laik huni dan temperatur planet cukup hangat untuk mempertahankan air tetap cair.

Voila…para astronom menemukan planet laik huni yang memiliki potensi untuk kehidupan berevolusi. Sebelum membuat kesimpulan, ada baiknya ditelusuri dahulu apakah planet ini bisa menjadi harapan untuk kehidupan. Air memang syarat pertama untuk menemukan planet laik huni seperti Bumi yang kita kenal. Akan tetapi, evolusi kehidupan dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Sistem Exoplanet K2-18

Ilustrasi planet K2-18b, dengan bintang induknya tampak di latar belakang. Para astronom berhasil mendeteksi uap air di atmosfer planet ini. Kredit: ESA/Hubble, M. Kornmesser.
Ilustrasi planet K2-18b, dengan bintang induknya tampak di latar belakang. Para astronom berhasil mendeteksi uap air di atmosfer planet ini. Kredit: ESA/Hubble, M. Kornmesser.

Namanya K2-18b, planet ini ditemukan oleh Wahana Kepler pada tahun 2015, mengorbit bintang katai merah di rasi Leo yang jaraknya 110 tahun cahaya.

Bintang katai merah merupakan bintang yang lebih kecil dan lebih dingin dari Matahari. Diketahui pula kalau massa bintang K2-18 hanya 0,35 massa Matahari sedangkan temperaturnya hanya 3457 K. Temperatur yang lebih rendah membuat lokasi zona laik huni bintang juga jadi lebih dekat dengan bintang, dari ~0,12 – 0,25 AU atau lebih dekat dari jarak Merkurius ke Bumi.

Planet K2-18b diketahui berada pada jarak 0,12 AU dan mengelilingi bintang induknya setiap 33 hari. Itu artinya planet ini masih berada dalam rentang zona laik huni bintang.  Yang lebih menarik, temperaturnya antara 200K – 320K atau antara -73º C – 47º C.  Artinya planet ini cukup hangat untuk tetap mempertahankan air dalam wujud cair.  Planet K2-18b diketahui merupakan planet Bumi super dengan ukuran 2,7 kali Bumi dan massanya 8,6 massa Bumi.  Dengan demikian kerapatannya diperkirakan 2,38 gr/cm3 (kerapatan Bumi 5,51 gr/cm3).

Pengamatan lain dengan metode kecepatan radial memberi indikasi keberadaan planet kedua yakni K2-18c, dengan perkiraan massa 5,62 massa Bumi dan hanya mengelilingi bintang dalam 9 hari. Akan tetapi planet K2-18c belum bisa dikonfirmasi keberadaannya dan bisa jadi merupakan sinyal dari aktivitas bintang, dan bukan planet.

Uap Air di Atmosfer

Dalam penelitian ini, para astronom menganalisis 8 data transit dari K2-18b yang diamati oleh Teleskop Hubble. Transit yang dimaksud adalah ketika planet yang mengitari bintang, melintas di depan piringan bintang. Akibatnya cahaya bintang akan meredup sesaat. Perubahan cahaya inilah yang dideteksi untuk mengetahui keberadaan sebuah planet di bintang lain.

Untuk mengetahui komposisi atmosfer di exoplanet, analisis dilakukan untuk melihat perubahan warna saat cahaya dari bintang melewati atmosfer planet. Dari analisis spektrum 8 kali transit K2-18, para astronom mengonfirmasi keberadaan uap air di atmosfer. Akan tetapi, seberapa besar kelimpahan uap air di atmosfer maupun berat molekulnya belum bisa ditentukan.

Baca juga:  Saudara Kembar Bumi Bisa Sangat Berbeda!

Selain menemukan uap air, para astronom juga melihat petunjuk siklus air yang mengubah gas menjadi cair dan kembali lagi menjadi gas.  Sederhananya, uap air tersebut berkondensasi menjadi air yang dicurahkan sebagai hujan di planet tersebut.

Ada 3 penjelasan yang diberikan untuk hasil ini. Yang pertama, tidak ada awan di planet K2-18b dan 20-50% atmosfernya adalah air. Skenario lain yang melibatkan awan dan molekul lain dengan jumlah berbeda memperlihatkan kalau atmosfer K2-18b mengandung air sebesar 0,01% dan 12,5%.

Para astronom memperkirakan bahwa K2-18b merupakan planet silikat dengan atmosfer atau sebuah planet dengan perbandingan massa airnya kurang dari 50%.

Kalau dari data yang ada, jelas ini adalah kabar baik. Telah ditemukan sebuah planet cocok untuk kehidupan. Air merupakan komponen utama yang dicari. Tapi, komponen pendukung lainnya juga menentukan apakah sebuah planet laik huni atau tidak.

Laik Huni?

Apakah K2-18b memang bisa menopang kehidupan yang kita kenal di Bumi? Ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan untuk menentukan apakah K2-18b laik huni atau tidak. Yang pertama tentu lokasinya. Berada di zona laik huni bintang membuat K2-18b memiliki peluang bisa mempertahankan air tetap cair. Akan tetapi, tidak demikian. Venus dan Mars juga berada zona laik huni. Akan tetapi belum ditemukan kemungkinan kehidupan di kedua planet tersebut. Bahkan Venus bukan tempat yang nyaman untuk kehidupan. Planet ini sangat panas dan uap air di atmosfernya sudah dilucuti oleh cahaya Matahari.

Faktor lainnya, K2-18b mengitari bintang K2-18 yang merupakan katai merah. Bintang yang lebih kecil, lebih dingin dan juga lebih redup dari Matahari. Bintang katai merah juga memiliki kala hidup yang sangat panjang dibanding bintang serupa Matahari. Bintang-bintang ini butuh waktu triliunan tahun untuk membakar hidrogen menjadi helium. Jika demikian tentu kehidupan akan memiliki waktu yang cukup untuk berevolusi.

Sayangnya tidak demikian. Planet laik huni seperti K2-18b, mengalami penguncian gravitasi dan hanya satu sisi yang berhadapan dengan bintang. Artinya ada sisi siang dan malam abadi dengan garis batas senja abadi juga.  Temperatur kedua sisi pun akan sangat berbeda. Pada sisi siang akan terus menerus terpanggang sedangkan sisi malam justru sangat dingin. K2-18b memang menerima panas yang sama seperti Bumi. Tapi bagaimana distribusi panas ke sisi malam dan bagaimana kehidupan bisa bertumbuh pada lingkungan seperti ini masih menjadi tanda tanya.

Masalah lain dari bintang katai merah adalah aktivitas semburan sinar-X dan sinar ultraungu yang bisa menghancurkan kehidupan yang terbentuk di planet. Bintang K2-18 tergolong bintang katai merah yang aktif. Itu artinya bintang ini bisa melepaskan semburan beberapa kali dalam satu hari. Jika ada kehidupan di planet K2-18b, kehidupan itu tidak akan bertahan karena terpapar radiasi bintang secara terus menerus.

Baca juga:  Malam-malam Tanpa Awan di Bumi-Super

Itu dari sisi bintang. Jika menilik ukuran, massa, dan kerapatan planet, maka bisa diketahui juga komposisi planet tersebut. Apakah merupakan planet batuan seperti halnya Bumi atau justru gas seperti Neptunus.

Meskipun dari massanya, K2-18b masih bisa dikategorikan sebagai planet Bumi super, akan tetapi, planet dengan ukuran lebih 1,6 kali ukuran Bumi bukanlah planet batuan. Planet seperti ini justru memiliki atmosfer tebal  seperti planet gas raksasa dan dikategorikan sebagai Neptunus mini. Dari kerapatan, K2-18b memiliki kerapatan 2,38 gr/cm3. Nilai kerapatan ini lebih renggang dari Bumi yang kerapatannya 5,5 gr/cm3 tapi juga lebih rapat dari Neptunus yang kerapatannya 1,6 gr/cm3.  Karena itu, diduga K2-18b memiliki inti batuan/logam dan atmosfer tebal di sekelilingnya. Hasil pengamatan juga memperlihatkan bahwa atmosfer K2-18b sebagian besar disusun oleh hidrogen dan helium. Selain kedua gas tersebut, ada indikasi keberadaaan metana dan nitrogen meski belum bisa dikonfirmasi. Itu artinya ada kesesuaian jika K2-18b adalah planet gas seperti Neptunus dan bukan planet batuan seperti Bumi. Pada planet seperti ini, kehidupan bahkan tidak akan pernah bisa muncul.

Meskipun kemungkinan planet K2-18b menjadi planet laik sangat kecil, penemuan uap air pada planet di area laik huni merupakan terobosan. Selama ini atmosfer yang berhasil dideteksi berasal dari planet-planet Jupiter panas. Implikasi pentingnya, mencari dan menemukan uap air pada atmosfer planet kecil yang hangat bisa dilakukan.

Pengamatan lanjut dari sistem K2-18b akan dapat memberi informasi yang lebih banyak.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini