fbpx
langitselatan
Beranda » LEAP: Lautan Kosmik yang (Tidak) Mati

LEAP: Lautan Kosmik yang (Tidak) Mati

Artikel terbaik ke-8  Lomba Esai Artikel Astronomi Populer (LEAP) LS
Penulis: Hastia Fathsyadira (Bandung, Jawa Barat)

“Ketika dia, siapapun dewa itu, mengatur dan memisahkan massa yang tidak beraturan, dan mengurangi, memisahkannya menjadi bagian-bagian kosmik, pertama kali ia membentuk Bumi menjadi sebuah bola yang amat besar sehingga bentuknya akan sama dari setiap sisi… Dan, karena tiap wilayah tidak boleh tidak ada makhluk hidupnya, maka bintang-bintang dan bentuk-bentuk ilahi mendiami tingkatan-tingkatan langit, lautan didiami ikan-ikan yang bercahaya, Bumi mendapatkan penghuni binatang-binatang buas, dan burung-burung mendiami udara yang mengalir… Kemudian lahirlah manusia. Meskipun hewan-hewan lain kurang baik, dan selalu memandang ke tanah, ia memberi manusia wajah yang tengadah dan membuatnya berdiri tegak dan melihat ke langit.” – Ovidius, Metamorphoses, abad pertama –

Di suatu tempat di bagian Lengan Orion-Cygnus Galaksi Bimasakti, terdapat sebuah sistem bintang yang disebut Tata Surya. Wilayah sistem bintang itu disebut sebagai tempat yang paling sempurna, karena terdapat satu-satunya (atau mungkin salah satunya) planet surga yang diciptakan di lautan kosmik. Sebuah planet yang sangat indah, aman, dan begitu ‘hidup’.

Planet Bumi. Kredit: gstatic
Planet Bumi. Kredit: gstatic

Selama yang kita ketahui, sejauh ini Bumi adalah satu-satunya planet yang memiliki kehidupan di dalamnya. Dunia ini merupakan tempat yang paling sempurna untuk kehidupan. Sebenarnya, ada beberapa alasan yang membuat planet ini istimewa. Dimulai dari orbitnya yang tepat terhadap Matahari. Orbit ini membuat Bumi menjadi tempat yang tidak terlalu panas dan terlalu dingin. Matahari juga merupakan bintang yang tepat, karena Matahari diklasifikasikan sebagai bintang kelas G. Bintang kelas G memiliki temperatur permukaan antara 5.000 hingga 6.000 Kelvin dan berwarna kuning sehingga membuatnya tidak terlalu ‘panas’ untuk Bumi. Selain itu, usia Matahari juga mendukung karena usianya tidak terlalu pendek sehingga bisa memberi cukup waktu bagi kehidupan untuk berevolusi di Bumi.

Planet Bumi merupakan planet batuan yang ukurannya juga pas. Bumi cukup besar untuk menghasilkan gravitasi yang diperlukan untuk menahan atmosfer. Bumi juga mempunyai Bulan yang menstabilkan orbit Bumi, dan sumbu miring yang membuat siklus cuaca menjadi nyaman. Dan yang sudah jelas kita ketahui, air di Bumi lah yang membuatnya menjadi tempat yang layak dihuni.

Namun, jika kita lihat lagi alasan-alasan di atas, apakah menurutmu hanya planet Bumi saja yang cocok ditempati oleh makhluk hidup? Menurutmu, apakah di luar sana ada planet yang layak huni dengan alasannya sendiri? Iya, di luar sana ada banyak planet-planet yang diprediksi layak ditempati makhluk hidup. Tapi, apakah planet-planet itu benar-benar bisa dihuni makhluk untuk hidup dan berevolusi?

Sebelum kita memikirkan peluang adanya kehidupan lain di luar sana, kita perlu memahami bahwa tidak sembarang planet bisa menampung kehidupan. Meskipun sebuah planet dinyatakan layak huni, masih banyak proses yang harus dilalui oleh sebuah planet agar bisa menjadi planet yang benar-benar cocok untuk kehidupan. Kita tahu bahwa kehidupan tidak langsung muncul ketika suatu planet terbentuk. Ada banyak proses yang harus dilalui agar makhluk hidup bisa tinggal di permukaannya. Sehubungan dengan hal itu, planet kita juga memiliki sejarah yang sangat panjang sebelum bisa ditempati oleh makhluk cerdas seperti kita manusia.

Infografis Sejarah Bumi. Sumber : Wikipedia
Infografis Sejarah Bumi. Sumber : Wikipedia

Dimulai dari 4,5 miliar tahun yang lalu, Bumi mulai terbentuk. Kita sebut masa ini sebagai Eon Hadean. Eon adalah skala waktu yang lebih besar dibandingkan era. Era merupakan bagian dari eon. Pada masa itu, Bumi merupakan tempat yang sangat panas. Temperaturnya sangat tinggi dan banyak terjadi aktivitas vulkanik. Pada masa ini belum ada kehidupan. Bulan juga diperkirakan terbentuk pada masa ini dikarenakan benda langit yang disebut Theia bertabrakan dengan Bumi. Diperkirakan ada banyak asteroid yang mengandung air yang jatuh ke Bumi sehingga membentuk lautan.

4 miliar tahun lalu Eon Hadean berakhir, berganti menjadi Eon Arkean atau Arkeozoikum. Pada saat ini, bentuk kehidupan di Bumi mulai muncul. Prokariot adalah makhluk pertama yang muncul melalui proses yang diketahui sebagai abiogenesis. Benua Ur, Vaalbara, dan Kenorland terbentuk. Atmosfer pada saat itu mengandung gas vulkanik dan gas rumah kaca.

Eon Proterozoikum dimulai 2,5 miliar tahun lalu. Pada masa ini, kehidupan yang kompleks mulai bermunculan, yaitu eukariot, termasuk organisme multiseluler. Bakteri sudah mulai berfotosintesis dan memproduksi oksigen–terima kasih berkat mereka–sehingga membentuk atmosfer yang sempurna hingga saat ini. Tanaman, hewan, dan jamur mulai terbentuk. Dalam masa ini diperkirakan terjadi penurunan suhu Bumi sehingga melebihi titik beku yang disebut dengan istilah ‘Bumi Bola Salju’. Benua awal Kolumbia, Rodinia, dan Pannotia mulai terbentuk.

Hingga 541 juta tahun yang lalu, Eon Proterozoikum berganti menjadi Eon Fanerozoikum. Pada masa ini, vertebrata yang termasuk kedalam kehidupan kompleks mulai mendominasi samudra melalui sebuah proses yang dikenal sebagai Radiasi Kambrium. Benua Pangaea terbentuk lalu terbagi menjadi Laurasia dan Gondwana. Secara perlahan-lahan, kehidupan mulai meluas ke daratan dan semua tanaman, hewan, dan jamur yang kita kenal mulai muncul, termasuk annelida, serangga, dan reptil. Ada banyak kepunahan massal terjadi di antara beberapa burung, keturunan dinosaurus, kemudian mamalia baru-baru ini bermunculan. Hewan modern–termasuk manusia–berevolusi pada fase akhir-akhir ini pada eon ini.

Bisa kita pahami dari sekilas sejarah di atas bahwa butuh waktu yang sangat panjang dan banyak sekali rintangan agar Bumi bisa menjadi tempat sekarang kita tinggal. Ada makhluk yang tidak bisa bertahan hidup, ada juga makhluk yang mampu untuk terus berevolusi, contohnya seperti kita manusia. Sejauh ini, manusia adalah satu-satunya makhluk yang mempunyai akal dan pikiran yang sempurna.

Bagaimana dengan planet lain? Apakah planet lain mempunyai sejarah juga? Ya, tentu saja. Semua planet punya sejarahnya masing-masing. Lalu, apakah di antara planet-planet itu ada kehidupan seperti di Bumi? Apakah ada banyak makhluk yang mampu berevolusi menjadi makhluk cerdas seperti manusia? Kalau soal itu, sebenarnya kita masih belum tahu pasti. Sampai saat ini kita masih belum menemukan bukti adanya makhluk hidup selain di Bumi. Meskipun belum ditemukan, tidak mustahil juga jika makhluk hidup terdapat di suatu tempat selain di Bumi.

Pertanyaan seperti ini merupakan pertanyaan besar yang masih belum diketahui jawaban pastinya. Sejak dulu, sudah banyak ilmuwan yang mencoba mencari jawaban atas pertanyaan ini. Dari pemikiran para ilmuwan tersebut, muncullah Paradoks Fermi. Paradoks Fermi adalah kontradiksi antara perkiraan kemungkinan keberadaan peradaban ekstraterestrial yang tinggi dengan kurangnya bukti atau hubungan dengan peradaban semacam itu. Dasar poin-poin argumen itu dicetuskan oleh Enrico Fermi dan Michael H. Hart, yaitu :

  1. Ada miliaran bintang di galaksi yang mirip dengan Matahari, dan kebanyakan bintang-bintang itu lebih tua dari Tata Surya.
  2. Kemungkinan besar beberapa di antara bintang-bintang itu memiliki planet yang mirip dengan Bumi yang mungkin terdapat makhluk cerdas yang berkembang disana.
  3. Dari beberapa peradaban itu mungkin saja ada yang sudah mengembangkan perjalanan antarbintang, dimana hal itu merupakan langkah yang sedang diinvestigasi di Bumi.
  4. Meskipun untuk mengembangkan perjalanan antarbintang memakan waktu yang cukup lama, sudah diyakini bahwa Galaksi Bima Sakti akan sepenuhnya terjelajahi dalam beberapa juta tahun.
Baca juga:  Ledakan Sinar Gamma Di Galaksi Andromeda? Sayangnya Bukan!

Berdasarkan argumen-argumen di atas, seharusnya Bumi sudah dikunjungi oleh makhluk-makhluk asing. Namun, Fermi masih belum menemukan bukti yang kuat untuk meyakinkan kebenaran argumen tersebut. Hal ini membuat dia bertanya, “dimana semuanya?”. Sudah banyak usaha yang dilakukan untuk menjelaskan Paradoks Fermi. Karena ini, banyak yang menduga bahwa kehidupan makhluk asing yang cerdas itu sangat langka atau mengajukan alasan bahwa peradaban lain belum ada yang berkomunikasi atau mengunjungi Bumi.

Bahasan mengenai Paradoks Fermi ini sangat luas. Kalian harus banyak membaca dan mencari tahu tentang Paradoks Fermi jika kalian benar-benar ingin memahami betapa sulitnya mencari kehidupan di atas sana. Namun, disini saya akan membahas sedikit mengenai dua prinsip yang berkaitan dengan Paradoks Fermi.

Kita tahu ada banyak bintang, dan beberapa di antaranya ada banyak planet yang mengelilinginya. Walaupun ada banyak peluang mengenai kehidupan di luar sana, mengapa kita masih belum mendeteksi satupun makhluk hidup? Apakah ada sesuatu yang menghalangi suatu kehidupan untuk berkembang?

Hal ini disebut The Great Filter. Dalam konteks Paradoks Fermi, The Great Filter adalah sesuatu yang menghalangi zat mati sejak abiogenesis sampai berkembang menjadi kehidupan yang tahan lama menurut Skala Kardashev. Skala Kardashev sendiri membahas tentang tipe-tipe peradaban yang ada di alam semesta. Konsep ini berawal dari argumen Robin Hanson yang gagal untuk menemukan peradaban asing di alam semesta. Secara tidak langsung ia menyatakan bahwa kemungkinan ada sesuatu yang salah dalam memperkirakan kemungkinan adanya makhluk cerdas selain kita. Great Filter ini menjelaskan bahwa ada sesuatu yang menghalangi suatu peradaban sehingga tidak bisa berevolusi menjadi makhluk cerdas.

The Great FIlter.
The Great FIlter.

Menurut Skala Kardashev, ada 3 tipe peradaban di alam semesta :

Tipe 1 : Peradaban Planet. Peradaban ini bisa mengolah semua sumber dari planetnya. Manusia sendiri belum memenuhi tipe ini.

Tipe 2 : Peradaban Bintang. Peradaban ini bisa mengolah semua sumber dari sistem bintangnya, dimulai dari bintang dan planet-planet.

Tipe 3 : Peradaban Galaksi. Peradaban ini dianggap ‘dewa’ karena bisa mengelola semua sumber dari galaksi tempat tinggalnya, termasuk juga menguasai peradaban Tipe 1 dan Tipe 2.

Sebenarnya, kita belum tahu pasti bagaimana Great Filter bisa terjadi. Misalkan kita sudah melewati Great Filter, itu berarti kita peradaban pertama yang cukup beruntung melewati rintangan-rintangan yang ada di Bumi ini. Kita adalah peradaban makhluk cerdas pertama yang bertahan sejauh ini di alam semesta. Dari sekilas sejarah Bumi yang mengalami rintangan-rintangan yang sudah dijelaskan di atas, berarti planet kita beruntung karena kehidupan di dalamnya masih bertahan sampai saat ini. Namun, apabila ternyata kita belum melewati Great Filter, akan sangat sulit melewatinya. Apakah Great Filter yang belum kita lewati ini akan menjadi kehancuran bagi peradaban kita? Apakah kita bisa selamat melewati rintangan ini? Hal-hal seperti perang nuklir, nanoteknologi yang kehilangan kendali, sebuah eksperimen yang membakar atmosfer, dan kecerdasan buatan yang menghancurkan penciptanya bisa juga menjadi faktor kehancuran peradaban. Great Filter mana yang akan kita hadapi dan apakah kita mampu melewatinya hingga bisa menjadi peradaban Tipe 3 yang pertama?

Selanjutnya kita akan membahas Persamaan Drake. Persamaan Drake dirumuskan oleh Frank Drake pada tahun 1961 dalam usaha untuk menemukan maksud sistematis dalam mengevaluasi beberapa kemungkinan yang berhubungan dengan makhluk asing.

Persamaan Drake. Sumber: Berkeley
Persamaan Drake. Sumber: Berkeley

Dari persamaan di atas, Frank Drake mencari jumlah makhluk asing yang bisa diajak berkomunikasi dengan memperhitungkan rata-rata bintang yang terbentuk di Galaksi Bima Sakti, bintang yang memiliki planet, planet yang berpotensi mendukung kehidupan, planet yang sudah menjadi tempat munculnya kehidupan, planet yang makhluk hidupnya sudah berkembang menjadi makhluk cerdas, makhluk asing yang mempunyai teknologi yang komunikatif, dan waktu yang diperlukan agar makhluk yang bisa berkomunikasi itu bisa terdeteksi oleh kita.

Sebenarnya, persamaan ini tidak benar-benar dipakai oleh para astronom untuk mencari kehidupan di luar sana. Frank Drake membuat persamaan ini untuk menstimulasikan dialog ilmiah dalam pertemuan ilmiah pertama Search for Extraterrestrial Intelligence (SETI). Persamaan itu merangkum konsep utama yang mana harus dipikirkan para ilmuwan mengenai makhluk asing yang bisa diajak berkomunikasi. Hal ini membuatnya bersangkutan dengan masalah Fermi daripada usaha serius untuk menemukan angka yang pasti. Kita juga tahu bahwa keempat syarat terakhir dalam persamaan itu sepenuhnya belum diketahui.

Banyak kritikan yang didapat oleh Persamaan Drake yang tidak hanya menyangkut persamaannya, tapi juga nilai atau angka dalam beberapa faktor persamaan tersebut juga berdasarkan dugaan saja sehingga persamaan tersebut tidak bisa digunakan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Ada orang yang optimis dan ada juga yang pesimis mengenai persamaan ini. Dalam pertemuan ilmiah pertama SETI ini dihadiri oleh 10 orang termasuk Frank Drake dan Carl Sagan, yang berspekulasi bahwa ada sekitar 1.000 sampai 100.000.000 peradaban di Galaksi Bima Sakti. Angka itu mereka temukan dengan memisalkan angka-angka di bawah ini yang dimasukan ke dalam persamaan :

  • R?= 1 yr?1 (1 bintang terbentuk setiap tahun, dianggap konservatif)
  • fp= 0,2 to 0,5 (satu per lima hingga setengah dari bintang yang terbentuk mempunyai planet)
  • ne= 1 to 5 (bintang-bintang yang memiliki planet mempunyai 1 sampai 5 planet yang mampu menampung kehidupan)
  • fl= 1 (100% dari planet ini mempunyai kehidupan yang berkembang)
  • fi= 1 (100% dari planet ini mempunyai makhluk cerdas)
  • fc= 0,1 to 0,2 (10–20% dari jumlah planet yang memiliki makhluk cerdas yang bisa diajak berkomunikasi)
  • L= 1.000 to 100.000.000 tahun

Jika kita memasukan angka minimalnya ke dalam persamaan, kita akan menemukan minimum N = 20. Jika kita memasukan angka maksimal, hasil nya akan N = 50.000.000. Karena Drake menyatakan bahwa hal itu masih belum jelas, pertemuan tersebut menyimpulkan bahwa N ? L, dan kemungkinan ada 1.000 sampai 100.000.000 peradaban di Galaksi Bima Sakti.

Persamaan ini memang terlihat membingungkan, karena memang sampai saat ini kita belum menemukan bukti adanya makhluk hidup selain di Bumi. Namun, Persamaan Drake bisa dimodifikasi untuk menentukan betapa tidak mungkin kehidupan cerdas untuk ada di luar sana, dan untuk memberikan bukti bahwa Bumi satu-satunya yang mempunyai kehidupan cerdas yang pernah ada, baik di galaksi kita maupun di seluruh alam semesta. Untuk menyederhanakan perhitungannya kita bisa menghapus faktor kendala komunikasi. Karena jumlah bintang dan planet diketahui, maka satu-satunya yang tidak diketahui adalah peluang bahwa planet yang dapat dihuni dan bisa mengembangkan kehidupan cerdas. Jika benar Bumi adalah satu-satunya peradaban di galaksi yang ada, peluang adanya planet berpenghuni yang bisa menampung kehidupan cerdas pastinya kurang dari 1.7 x 10-11 (sekitar 1 dari 60 miliar). Dalam skala alam semesta, angka ini menyiratkan bahwa sangat tidak mungkin Bumi menjadi satu-satunya kehidupan cerdas yang pernah ada. Gambaran dalam galaksi kita menunjukkan bahwa peradaban lain mungkin telah ada atau kemungkinan akan ada di galaksi kita.

Baca juga:  Belajar dan Bermain dengan Universe in the Box

Di dalam lautan kosmik ini ada banyak bintang dan planet yang tak terhitung jumlahnya. Meskipun belum dapat dipastikan, seharusnya ada planet lain yang memiliki proses pembentukan planet dan evolusi kehidupan berikut kecerdasan makhluknya seharusnya bisa saja berlangsung di seluruh kosmos. Namun, kenapa belum terdeteksi satupun makhluk hidup yang cerdas selain kita? Dalam bukunya, Carl Sagan menuliskan bahwa kecerdasan tidak hanya berkaitan dengan informasi saja tetapi juga penalaran : bagaimana informasi diatur dan digunakan.

Kehidupan di Bumi berawal dari lautan. Sejak makhluk hidup pertama tinggal di Bumi, mereka dapat berevolusi karena mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, memperoleh energi, dan bahkan berkomunikasi. Mungkin terdengar sederhana, namun, kemampuan inilah yang membuat peradaban di Bumi semakin berkembang dari masa ke masa. Kecerdasan seperti inilah yang bisa membuat seekor makhluk bertahan hidup, karena ia mampu memperoleh informasi dari lingkungan sekitarnya dan memanfaatkannya.

Lalu, apa yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya? Bagaimana manusia bisa mempunyai pola piker yang berbeda dengan hewan atau tumbuhan?

Ada bagian otak manusia yang berevolusi jutaan tahun yang lalu pada nenek moyang primata kita yang disebut cerebral cortex, di mana materi berubah menjadi kesadaran. Bagian ini mencakup dua pertiga dari seluruh otak kita, bagian ini adalah tempat kedudukan intuisi dan analisis kritis. Di sinilah tempat gagasan dan inspirasi kita muncul, di sini kita bisa membaca dan menulis, menghitung, dan mengarang sebuah music. Cortex-lah yang mengatur kehidupan sadar kita. Inilah yang membuat spesies kita istimewa, tempat kedudukan kemanusiaan kita. Kebudayaan kita adalah hasil dari cerebral cortex.

Seorang ahli neuron, Charles Sherrington, pernah berkata :

“[Cortex] menjadi medan yang berkilauan tempat titik-titik yang bersinar berirama Bersama dengan jalur-jalur kilatan yang bergerak kesana kemari dengan cepat. Otak bangun, dan dengannya kesadaran kembali muncul. Ini seolah-olah Galaksi Bima Sakti memasuki suatu tarian kosmik. Segera [Cortex] menjadi suatu alat tenun yang mempesona di mana jutaan kilatan menenun sebuah pola yang berubah-ubah, suatu pola yang bermakna meskipun bukan pola yang kekal, suatu harmoni berbagai subpolar. Sekarang setelah bangun tidur, sub-sub pola harmoni kegiatan besar ini bergerak ke bagian [otak] yang masih gelap. Berkas-berkas kilatan yang bersinar dan berkedip melaksanakan hubungan ini. Ini berarti badan sudah bangun dan siap melaksanakan kegiatan-kegiatan hariannya.”

Ya, bagian otak ini merupakan keajaiban yang dianugerahkan kepada manusia. Bagian otak ini yang membuat kita untuk terus berkembang dan mencari tahu misteri yang belum terpecahkan. Mengenai makhluk asing, kita memang masih belum tahu jawaban pasti mengenai keberadaan mereka. Mungkin saja di luar sana tidak ada planet sesempurna Bumi, tidak ada makhluk yang dapat berevolusi seperti Bumi, tidak ada makhluk cerdas lain seperti manusia di Bumi.

Pada saat langit malam sedang cerah, carilah tempat sepi yang jauh dari keramaian. Lihatlah langit yang dipenuhi bintang itu. Mereka berkelap-kelip, seolah sedang berbicara padamu.  Ketika kau mengagumi keindahan alam itu, kamu mungkin akan merasa tersihir oleh cahaya bintang-bintang yang akan membawa pikiranmu ke tempat lain. Santai saja, kamu bebas memikirkan semua hal yang ada di alam semesta ini, karena itulah yang otakmu inginkan.

Meskipun ada banyak permasalahan yang terjadi di Bumi, janganlah merasa takut untuk memikirkan pemasalahan-permasalahan yang jadi di luar Bumi. Apa saja yang ada di atas sana? Apakah ada makhluk hidup lain seperti di Bumi? Apa peradaban mereka juga mempunyai banyak masalah seperti di Bumi?

Ada atau tidaknya makhluk asing selain di Bumi masih menjadi misteri. Menjadi makhluk hidup saja tidak cukup, karena makhluk itu juga harus cerdas agar bisa berevolusi menjadi peradaban yang adaptif dan komunikatif. Lalu, jika ada makhluk cerdas di planet-planet di Tata Surya, tahukah mereka tentang kita? Jika makhluk cerdas itu benar-benar ada, salah satu cara agar mereka bisa menemukan kita adalah mencari kita menggunakan teleskop radio yang besar. Selama ini, kita mencari makhluk asing dengan memancarkan sinyal radio agar bisa terdeteksi oleh mereka. Dua buah pesawat angkasa Voyager juga diluncurkan untuk diarahkan ke bintang-bintang. Di dalamnya terdapat foto-foto manusia, rekaman musik, dan ucapan salam dari makhluk Bumi. Beberapa dari mereka mengungkapkan perasaan kesepian kosmik kita, keinginan kita untuk mengakhiri keterasingan kita, dambaan kita untuk mengadakan hubungan dengan makhluk lain di Kosmos. Setiap peradaban yang bisa bertemu dengan Voyager di ruang antarbintang, pasti memiliki ilmu jauh lebih dalam dari yang kita miliki. Dengan segala upaya yang dilakukan oleh manusia, diharapkan akan ada ‘seseorang’ yang dapat merespon sinyal-sinyal yang kita kirimkan.

Lalu, bagaimana menurutmu? Apakah kamu berharap kalau makhluk cerdas selain di Bumi itu ada? Bagaimana perasaanmu jika ada makhluk lain yang kembali memandangmu dari tempat yang jauh di atas sana, dan mempunyai perasaan yang sama denganmu kalau mereka juga ingin bertemu denganmu? Tentu saja perasaan ini sangat menarik dan begitu juga menakutkan. Entah kita sendirian atau tidak di alam semesta ini, keduanya sama-sama menakutkan. Namun, tentu saja kita tetap harus berhati-hati. Kita berharap bahwa jika suatu hari kita bertemu dengan suatu peradaban dari planet lain, semoga saja peradaban kita bisa saling menjaga hubungan baik dan juga perdamaian di galaksi.

[divider_line]

Daftar Pustaka

Aguilar, David A. Antariksapedia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014.
Sagan, Carl. Kosmos. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997.
https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_Earth
https://en.wikipedia.org/wiki/Great_Filter
https://en.wikipedia.org/wiki/Fermi_paradox
https://www.youtube.com/playlist?list=PL8dPuuaLjXtMczXZUmjb3mZSU1Roxnrey
https://www.khanacademy.org/partner-content/big-history-project
https://www.khanacademy.org/science/cosmology-and-astronomy/life-earth-universe

Info LS

Media komunikasi dan edukasi astronomi di Indonesia. Situs langitselatan dimulai tahun 2007 untuk memberikan informasi dan edukasi astronomi kepada masyarakat.

1 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini