fbpx
langitselatan
Beranda » Sekilas Peristiwa Langit Tahun 2019

Sekilas Peristiwa Langit Tahun 2019

Selamat datang tahun 2019. Berbagai peristiwa langit tahun 2019 akan menyemarakkan perayaan 100 Tahun : Di Bawah Langit yang Sama.

Tahun 2019, pengamat di Indonesia, khususnya di sebagian Sumatera dan Kalimantan akan sangat beruntung menikmati Gerhana Matahari Cincin. Sementara itu, di wilayah lain harus cukup puas untuk menikmati Gerhana Matahari Sebagian.

Selain Gerhana Matahari di penghujung 2019, pengamat di Indonesia masih bisa mengamati semarak hujan meteor tahunan dan peristiwa oposisi planet.

GMC 2009 di Lampung. Kredit: Ferry M. Simatupang / langitselatan
GMC 2009 di Lampung. Kredit: Ferry M. Simatupang / langitselatan

Gerhana

Musim gerhana akan dimulai dengan Gerhana Matahari Sebagian yang terjadi pada minggu pertama tahun 2019 dan disusul Gerhana Bulan Total dua minggu kemudian. Sepanjang tahun 2019, akan ada 5 gerhana dengan komposisi 3 Gerhana Matahari dan 2 Gerhana Bulan.

Untuk pengamat di Indonesia, hanya Gerhana Bulan Sebagian dan Gerhana Matahari Cincin yang bisa diamati dari wilayah negara kita.

6 Januari – Gerhana Matahari Sebagian
Mengawali tahun 2019, pengamat di wilayah Asia Timur dan Pasifik Utara bisa mengamati Gerhana Matahari pertama tahun ini. Selama GMS, lokasi yang dilintasi gerhana hanya akan mengalami peredupan atau berkurangnya cahaya Matahari.

Untuk GMS 6 Januari, hanya pengamat di sebagian wilayah China, Rusia, Taiwan, Korea Utara, Korea Selatan, dan sebagian wilayah Alaska. Gerhana Matahari Sebagian terbesar bisa diamati di wilayah Rusia.

21 Januari – Gerhana Bulan Total
Dua minggu setelah gerhana Matahari, pengamat di wilayah Pasifik Tengah, Amerika, Eropa dan Afrika bisa menyaksikan gerhana bulan total yang sering dijuluki gerhana bulan darah, karena warnanya yang merah. Wilayah Indonesia tidak akan bisa mengamati gerhana bulan ini karena gerhana terjadi saat siang hari.

Keseluruhan gerhana bulan akan terjadi selama 5 jam 11 menit 30 detik dengan durasi gerhana total 1 jam 1 menit 59 detik.

2 Juli – Gerhana Matahari Total
Gerhana Matahari Total 2019 akan menjadi gerhana yang paling ditunggu oleh para astronom dan pemburu gerhana. GMT 2019 akan menjadi perayaan 100 tahun uji coba teori relativitas umum Einstein yang dilakukan satu abad lampau.

Gerhana Matahari Total 2019 hanya bisa diamati pengamat dari wilayah Pasifik Selatan dan Amerika Selatan, dengan totalitas gerhana bisa diamati oleh pengamat di wilayah Chile dan Argentina. sebagian besar wilayah gerhana akan mencakup area lautan pasifik.

17 Juli – Gerhana Bulan Sebagian
Gerhana Bulan kedua dan terakhir di tahun 2019 terjadi tanggal 17 Juli dengan sebagian Bulan masuk dalam bayang-bayang Bumi.

Gerhana Bulan Sebagian (GBS) 17 Juli 2019 bisa diamati dari wilayah Amerika Selatan, Eropa, Asia dan Australia. Pengamat di sleuruh wilayah Indonesia bisa mengamati GBS mulai tengah malam sampai saat matahari terbit. Bahkan Bulan terbenam dalam kondisi masih gerhana.

Gerhana Bulan Sebagian 17 Juli 2019 dimulai dengan gerhana penumbra pukul 01:43 WIB dini hari dan berakhir pukul 07:17 WIB. Untuk fase gerhana sebagian akan dimulai saat Bulan memasuki umbra Bumi pukul 03:01 WIB dan baru akan keluar dari umbra Bumi pukul 05:59 WIB.

Untuk wilayah Indonesia tengah dan timur, Bulan sudah terbenam sebelum meninggalkan bayangan inti Bumi. Sedangkan di wilayah barat, Bulan terbenam saat memasuki gerhana penumbra.

26 Desember – Gerhana Matahari Cincin
Musim gerhana tahun 2019 ditutup dengan Gerhana Matahari Cincin (GMC). Gerhana Matahari terakhir pada tahun 2019 ini akan jadi momen yang paling dinantikan oleh pengamat di Indonesia. Jalur cincin dari GMC 26 Desember 2019 akan melintasi beberapa wilayah di Sumatera dan Kalimantan. Di antaranya adalah Padangsidempuan, Duri, Batam, Siak, Karimunbesar, Tanjung Batu, Bintan, Tanjung Pinang, Singkawang, Pemangkas, dan Sambas. Wilayah lain yang masuk dalam jalur cincin adalah Semenanjung Arab, Singapura, dan Sarawak.

Pengamat di luar jalur cincin yang bisa menikmati Gerhana Matahari Sebagian mencakup seluruh wilayah di Indonesia, negara-negara di bagian timur laut Afrika, Arab, Asia, dan Australia.

Gerhana Matahari Sebagian dimulai pukul 09:29 WIB dan berakhir pukul 15:05 WIB. Untuk gerhana cincin dimulai pukul 10:34 WIB dan berakhir pukul 13:57 WIB. Puncak gerhana terjadi tepat pukul 12:17 WIB selama 3 menit 39 detik. Puncak gerhana matahari cincin terlama terjadi di wilayah Siak, Riau.

Oposisi & Konjungsi

2 Januari — Konjungsi Saturnus
Saturnus akan berada pada posisi terjauh dari Bumi yakni 11,04 AU, dan Matahari berada di antara kedua planet. Akibatnya, pengamat di Bumi tidak akan bisa melihat planet cincin tersebut karena jaraknya yang sangat dekat dengan Matahari, yakni 0°28’. Jika Saturnus bisa diamati, maka planet ini sangat redup dengan diameter piringan 15’’.

30 Januari — Konjungsi Superior Merkurius
Merkurius akan berpapasan dekat dengan Matahari di langit sehingga planet ini menghilang dan tidak akan tampak bagi pengamat di Bumi. Pada saat konjungsi superior, Matahari berada di antara Merkurius dan Bumi, dan hanya terpisah 2°05′ dari Matahari.  Merkurius berada pada sisi terjauhnya dari Bumi, dan terjadi dalam satu siklus sinodik planet tersebut (116 hari).

Peristiwa konjungsi superior Merkurius juga menandai akhir kenampakan planet ini kala fajar dan mulai bertransisi untuk hadir kala senja dalam beberapa minggu lagi.

Ketika Merkurius sedang berada pada posisi terjauhnya dari Bumi, ia akan berada pada jarak 1,41 AU dari Bumi.

7 Maret — Konjungsi Neptunus
Neptunus berada pada jarak terjauhnya dari Bumi yakni 30,93 AU. Neptunus akan berada pada sisi berlawanan dari Bumi dan Matahari berada di antara kedua planet. Dari sudut pandang pengamat di Bumi, Neptunus akan tampak sangat dekat dengan Matahari dengan jarak 0°57’ dan tidak akan tampak bagi pengamat di Bumi. Jika Neptunus bisa diamati, maka planet ini sangat redup dengan diameter piringan 2,2’’.

15 Maret — Konjungsi Inferior Merkurius
Merkurius berada sejajar di antara Matahari dan Bumi dan terpisah 3°29′ dari Matahari. Pada posisi ini, Merkurius berada pada papasan terdekatnya dengan Bumi dengan jarak 0,62 AU. Karena itu Merkurius tidak akan tampak bagi pengamat karena planet terdekat Matahari ini terbit dan terbenam hampir bersamaan dengan Matahari.

Peristiwa konjungsi inferior Merkurius menandai akhir kenampakan planet ini kala senja dan mulai bertransisi untuk hadir kala fajar dalam beberapa minggu lagi.

23 April — Konjungsi Uranus
Uranus berada pada jarak terjauhnya dari Bumi yakni 20,85 AU. Uranus akan berada pada sisi berlawanan dari Bumi dan Matahari berada di antara kedua planet. Dari sudut pandang pengamat di Bumi, Uranus akan tampak sangat dekat dengan Matahari dengan jarak 0°29’ dan tidak akan tampak bagi pengamat di Bumi. Jika Uranus bisa diamati, maka planet ini sangat redup dengan diameter piringan 3,4’’.

Uranus akan berada pada posisi terjauh dari Bumi dan Matahari ada di antara kedua planet ini. Akibatnya, pengamat di Bumi tidak akan bisa melihat planet cincin yang menggelinding tersebut, karena jaraknya yang sangat dekat dengan Matahari.

21 Mei — Konjungsi Superior Merkurius
Merkurius akan berpapasan dekat dengan Matahari di langit sehingga planet ini menghilang dan tidak akan tampak bagi pengamat di Bumi. Pada saat konjungsi superior, Matahari berada di antara Merkurius dan Bumi, dan hanya terpisah 0°19′ dari Matahari.

Ketika Merkurius sedang berada pada posisi terjauhnya dari Bumi, ia akan berada pada jarak 1,32 AU dari Bumi.

Baca juga:  Pemungutan Suara NameExoWorlds Sudah Dibuka!

10 Juni – Oposisi Jupiter
Planet terbesar di Tata Surya akan berada pada posisi terdekat dengan Bumi dan tampak sangat terang di langit malam. Saat oposisi, Jupiter akan berada pada jarak 4,28 AU dengan diameter piringan 45’’. Para pengamat bisa menikmati kehadiran Jupiter di rasi Ophiuchus dengan kecerlangan -2,6 magnitudo sejak Matahari terbenam sampai fajar menyingsing. Pengamat juga bisa mengamati satelit-satelit galilean yang mengitari planet raksasa tersebut.

9 Juli – Oposisi Saturnus
Planet yang cincinnya tampak indah itu akan berada pada posisi terdekatnya dengan Bumi tanggal 9 Juli. Saat oposisi, Saturnus akan berada pada jarak 9,03 AU dengan diameter piringan 18,4’’.

Jadi jangan lewatkan! Saturnus akan tampak lebih terang dibanding waktu lainnya dengan kecerlangan 0,1 magnitudo dan dapat dinikmati kehadirannya sepanjang malam di rasi Sagittarius. Gunakan teleskop dan kameramu untuk memotret planet cincin ini.

21 Juli — Konjungsi Inferior Merkurius
Merkurius berada sejajar di antara Matahari dan Bumi dan terpisah 4°57′ dari Matahari. Pada posisi ini, Merkurius berada pada papasan terdekatnya dengan Bumi dengan jarak 0,58 AU. Karena itu Merkurius tidak akan tampak bagi pengamat karena planet terdekat Matahari ini terbit dan terbenam hampir bersamaan dengan Matahari.

14 Agustus — Konjungsi Superior Venus
Venus akan berpapasan dekat dengan Matahari di langit sehingga bintang kejora ini menghilang di balik cahaya Matahari.

Pada saat konjungsi superior, Matahari berada di antara Venus dan Bumi, dan hanya terpisah 1°16′ dari Matahari. Venus berada pada sisi terjauhnya dari Bumi dengan jarak 1,73 AU, dan terjadi dalam satu siklus sinodik planet Venus (584 hari). Peristiwa konjungsi superior Venus juga menandai akhir kenampakan planet ini kala fajar dan mulai bertransisi untuk hadir kala senja dalam beberapa minggu lagi.

2 September — Konjungsi Mars
Mars akan berada pada posisi terjauhnya Bumi yakni 2,67 AU, dan Matahari berada di antara kedua planet. Akibatnya, pengamat di Bumi tidak akan bisa melihat planet merah tersebut karena jaraknya yang sangat dekat dengan Matahari, yakni 1°04′. Jika Mars bisa diamati, maka planet ini sangat redup dengan diameter piringan 3,5’’.

4 September — Konjungsi Superior Merkurius
Merkurius akan berpapasan dekat dengan Matahari di langit sehingga planet ini menghilang dan tidak akan tampak bagi pengamat di Bumi. Pada saat konjungsi superior, Matahari berada di antara Merkurius dan Bumi, dan hanya terpisah 1°42′ dari Matahari.

Ketika Merkurius sedang berada pada posisi terjauhnya dari Bumi, ia akan berada pada jarak 1,37 AU dari Bumi.

10 September – Oposisi Neptunus
Tidak mudah untuk mengamati planet es biru ini. Tanggal 8 September menandai posisi terdekatnya dengan Bumi. Saat oposisi Neptunus sedang berada pada jarak 28,93 AU di rasi Aquarius dengan kecerlangan 7,8 magnitudo. Untuk bisa melihat planet es ini, siapkan teleskop dan jangan kecewa jika menemukan Neptunus hanya titik biru di teleskop anda.

28 Oktober – Oposisi Uranus
Uranus, si planet es raksasa akan berada pada jarak terdekatnya dengan Bumi yakni 18,83 AU.  Planet yang bergerak menggelinding ini akan tampak unik sebagai titik warna biru kehijauan di teleskop. Untuk menemukannya, arahkan teleskop ke rasi Aries. Saat oposisi Uranus sedang berada di rasi Aries dengan kecerlangan 5,7 magnitudo.

11 November — Konjungsi Inferior Merkurius / Transit Merkurius
Merkurius berada sejajar di antara Matahari dan Bumi dan terpisah 0°01′ dari Matahari. Pada posisi ini, Merkurius berada pada papasan terdekatnya dengan Bumi dengan jarak 0,68 AU. Karena itu Merkurius tidak akan tampak bagi pengamat karena planet terdekat Matahari ini terbit dan terbenam hampir bersamaan dengan Matahari.

Bagi pengamat di Amerika, Lautan Atlantik, Lautan Pasifik, Selandia Baru, Europa, Afrika dan Asia Barat, Merkurius akan tampak bergerak melintasi di depan Matahari. Transit Merkurius akan dimulai pukul 19:35 WIB dan berakhir 01:04 WIB.

28 Desember — Konjungsi Jupiter
Jupiter berada pada jarak terjauhnya dari Bumi, yakni 6,21 AU. Saat konjungsi dengan Matahari, Jupiter akan berada pada sisi berlawanan dari Bumi dengan Matahari ada di antara keduanya. Bagi pengamat, Jupiter akan menghilang dari langit malam dan posisinya bisa ditemukan hanya terpisah 0°05′ dari Matahari.

Ekuinoks & Solstice

Ekuinoks dan Solstis dan 4 musim yang terjadi di Bumi. Kredit: langitselatan
Ekuinoks dan Solstis dan 4 musim yang terjadi di Bumi. Kredit: langitselatan

21 Maret – Ekuinoks
Matahari berada di ekuinoks atau di atas garis khatulistiwa. Lamanya siang dan malam menjadi sama yakni 12 jam. Bagi masyarakat di belahan bumi utara, tanggal 21 Maret merupakan Vernal Ekuinoks atau titik balik musim semi yang menandai awal musim semi. Di belahan Bumi selatan, ekuinoks di bulan Maret merupakan ekuinoks musim gugur yang menandai awal musim gugur.

Vernal Ekuinoks akan terjadi tanggal 210 Maret pukul: 04:44 WIB

21 Juni – Solstice (Summer Solstice Belahan Utara ; Winter Solstice – Belahan Selatan)
Titik balik musim panas bagi masyarakat di Belahan Bumi Utara dan titik balik musim dingin bagi penduduk di Bumi Belahan Selatan. Selain itu, bagi penduduk di belahan selatan, ini merupakan malam terpanjang dan bagi mereka yang berada di utara, ini adalah siang terpanjang.

Titik balik musim panas akan terjadi tanggal 21 Juni pukul: 22:40 WIB, ketika Matahari berada di rasi Cancer.

23 September – Ekuinoks
Matahari berada di ekuinoks atau di atas garis khatulistiwa. Lamanya siang dan malam menjadi sama yakni 12 jam. Bagi masyarakat di belahan bumi utara, tanggal 23 September merupakan Ekuinoks Musim Gugur atau titik balik musim gugur yang menandai awal musim gugur. Sebaliknya di belahan Bumi selatan, ekuinoks di bulan September merupakan vernal ekuinoks atau ekuinoks musim semi yang menandai awal musim semi.

Autumnal Ekuinoks akan terjadi tanggal 23 September pukul: 14:36 WIB

22 Desember – Solstice (Winter Solstice – Belahan Utara ; Summer Solstice – Belahan Selatan)
Titik balik musim dingin bagi masyarakat di Belahan Bumi Utara dan titik balik musim panas bagi penduduk di Bumi Belahan Selatan. Selain itu, bagi penduduk di belahan selatan, ini merupakan siang terpanjang dan bagi mereka yang berada di utara, ini adalah malam terpanjang.

Titik balik musim dingin akan terjadi tanggal 22 Desember pukul: 11:05 WIB, ketika Matahari berada di rasi Capricorn.

Hujan Meteor

4 Januari Hujan Meteor Quadrantid
Tahun 2019 akan diawali oleh pertunjukkan hujan meteor Quadrantid di langit dari tanggal 28 Desember – 12 Januari. Puncak hujan meteor Quadrantid akan berlangsung tanggal 4 Januari 2019 pukul 09:20 WIB. Hujan meteor Quadrantid tampak muncul dari rasi Bootes yang terbit pukul 03:00 WIB di arah timur laut, satu jam sebelum Bulan sabit tipis terbit.

Berbeda dengan hujan meteor lainnya, intensitas maksimum hujan meteor Quadrantid hanya terjadi beberapa jam. Quadrantid berasal dari puing-puing Komet Wirtanen saat berpapasan dengan Bumi pada tahun 1974.

Saat malam puncak, pengamat bisa menikmati setidaknya 50-120 meteor per jam. Akan tetapi, bagi pengamat di belahan Bumi Selatan, hujan meteor Quadrantid tidak sebaik pengamat di Utara dan banyaknya meteor yang bisa dinikmati juga lebih sedikit.

Baca juga:  Dominasi Planet Mini Neptunus

23 April – Hujan Meteor Lyrid
Hujan meteor yang berasal dari debu ekor komet Thatcher C/1861 G1 akan mencapai puncak tanggal 23 April dini hari atau tepatnya kisaran pukul 07:00 WIB. Hujan meteor Lyrid bisa dinikmati setelah rasi Lyra yang jadi arah datangnya, terbit pukul 22:00 WIB. Kehadiran Bulan Cembung besar akan jadi sumber utama polusi cahaya dalam pengamatan hujan meteor Lyrid.  Saat Lyrid mencapai intensitas maksimum, pengamat hanya bisa melihat 18 meteor per jam yang bergerak dengan kecepatan 48,8 km/detik.

6 Mei Hujan Meteor Eta Aquariid
Dimulai tanggal 19 April – 28 Mei, hujan meteor Eta Aquariid yang berasal dari sisa komet Halley akan mencapai maksimum tanggal 6 Mei. Hujan meteor tersebut akan tampak tampak datang dari rasi Aquarius dan bisa diamati setelah lewat tengah malam sampai jelang fajar, setelah rasi Aquarius terbit pukul 01:23 waktu lokal.

Bulan sedang berada pada fase Bulan Baru dan terbit serta terbenam beriringan dengan Matahari. Di malam puncak, pengamat bisa melihat 40 – 85 meteor yang berasal dari sisa komet Halley setiap jam dengan kecepatan 66,9 km/detik.

30 Juli – Hujan Meteor Delta Aquariid Selatan
Hujan meteor Delta Aquariid merupakan hujan meteor yang berasal dari pecahan komet Marsden dan Kracht Sungrazing. Sama seperti eta Aquariid, hujan meteor delta Aquariid selatan yang berlangsung dari 12 Juli – 23 Agustus, juga tampak berasal dari rasi Aquarius. Hujan meteor ini akan mencapai puncaknya pada tanggal 30 Juli dengan 16 – 25 meteor per jam dengan kecepatan 41 km/det.

Tapi jika ingin melakukan pengamatan, hujan meteor Aquariid sudah bisa diamati sejak pukul 19:45 waktu lokal sampai fajar menyingsing. Bulan sabit tua yang berusia 28 hari baru terbit jelang fajar. Karena itu, pengamatan tidak akan terganggu cahaya Bulan.

30 Juli – Alpha Capricornid
Selain delta Aquariid selatan, pada tanggal 30 Juli hujan meteor alpha Capricornid akan mencapai puncaknya. Hujan meteor yang berlangsung dari 3 Juli sampai 15 Agustus akan tampak datang dari arah rasi Capricorn dan berasal dari komet 45P Honda-Mrkos-Pajdusakova. Dugaan lain asal hujan meteor ini dari asteroid 2002 EX12 yang kemudian dikenal sebagai komet 169P/NEAT.

Puncak hujan meteor Capricornid akan terjadi tanggal 30 Juli dengan laju 5 meteor per jam. Akan tetapi, biasanya ada bola api yang terbentuk dan melintas di langit malam. Rasi Capricorn sudah terbit sejak Matahari terbenam dan pengamat bisa menikmati hujan meteor alpha Capricornid sepanjang malam sampai fajar menyingsing. Bulan sabit tipis yang terbit jelang fajar tidak akan menjadi polusi cahaya untuk pengamatan.

13 Agustus Hujan Meteor Perseid
Dimulai tanggal 17 Juli – 24 Agustus, hujan meteor Perseid yang berasal dari debu komet Swift-Tuttle tersebut akan mencapai puncak tanggal 13 Agustus. Di malam puncak diperkirakan 100 meteor akan melintas setiap jam dan tampak datang dari rasi Perseus. Untuk lokasi pengamatan yang bebas polusi cahaya, pengamat bisa menyaksikan setidaknya 50-75 meteor setiap jam.

Rasi Perseus baru terbit tengah malam yakni pukul 00:16 WIB dari arah timur laut. Bulan Cembung besar yang sedang bergerak turun ke arah barat dan terbenam pada pukul 04:06 WIB akan jadi sumber polusi cahaya.

21 Oktober Hujan Meteor Orionid
Hujan meteor Orionid yang berasal dari sisa debu komet Halley akan kembali menghiasi langit malam dari 2 Oktober sampai 7 November. Sesuai namanya, hujan meteor Orionid tampak muncul dari rasi Orion si Pemburu dan mencapai puncak pada tanggal 21 Oktober.

Saat malam puncak, pengamat bisa menikmati 25 meteor per jam yang melaju dengan kecepatan 66 km/detik. Rasi Orion terbit pukul 22:19 WIB di arah timur dan bisa diamati sampai fajar menyingsing. Bulan perbani akhir yang terbit tengah malam akan menjadi sumber polusi cahaya yang mengganggu pengamatan.

5 November – Hujan Meteor Taurid Selatan
Hujan meteor Taurid berasal dari butiran debu Asteroid 2004 TG10 dan sisa debu Komet 2P Encke, berlangsung sejak 10 September – 20 November dan tidak pernah menghasilkan lebih dari 5 meteor per jam. Menariknya, hujan meteor taurid ini kaya dengan bola api.

Puncak hujan meteor yang tampak datang dari rasi Taurus berlangsung tanggal 5 November, hanya dengan 5 meteor per jam yang lajunya hanya 28 km/detik. Hujan meter Taurid bisa diamati setelah Matahari terbenam saat rasi Taurus juga terbit di arah timur sampai jelang fajar saat rasi ini akan terbenam di barat. Sampai tengah malam, Bulan Perbani Awal akan jadi polusi cahaya. Akan tetapi, setelah Bulan terbenam tengah malam, Taurid Selatan bisa diamati tanpa ada gangguan cahaya yang dipantulkan Bulan.

12 November – Hujan Meteor Taurid Utara
Hujan meteor Taurid Utara juga tampak datang dari rasi Taurus dan dimulai dari tanggal 20 Oktober – 10 Desember dengan puncak pada tanggal 12 November. Saat malam puncak, Hujan Meteor Taurid Utara akan menghiasi langit dengan 5 meteor per jam dengan laju 29 km/jam.

Rasi Taurus terbit setelah Matahari terbenam dan bisa diamati sampai fajar menyingsing. Bulan Purnama akan jadi faktor utama polusi cahaya yang mengganggu pengamatan.  Perpaduan hujan meteor Taurid Utara dan Selatan yang masih berlangsung di akhir Oktober dan awal November menjadi atraksi menarik di langit. Apalagi dengan kehadiran fireball.

17 November – Hujan Meteor Leonid
Hujan meteor Leonid tahunan yang satu ini berlangsung dari 6 – 30 November dan malam puncak akan terjadi pada tanggal 17 – 18 November. Pengamat yang berburu leonid bisa menikmati 15 meteor per jam yang melaju dengan kecepatan 71 km/det.  Hujan meteor Leonid yang berasal dari sisa debu komet Tempel-Tuttle akan tampak datang dari arah rasi Leo.

Bagi pemburu meteor, rasi Leo baru akan terbit tengah malam pada pukul 00:19 WIB. Bulan cembung besar sudah lebih dahulu terbit dan akan menghiasi langit malam sampai fajar menyingsing.

14 Desember – Hujan Meteor Geminid
Hujan meteor Geminid akan menjadi penutup rangkaian hujan meteor tahunan selama 2019. Geminid memang merupakan atraksi menarik di langit malam dengan 120 meteor per jam pada saat mencapai maksimum.

Hujan meteor yang tampak datang dari rasi kembar Gemini ini berlangsung dari tanggal 4 — 17 Desember dngan intensitas maksimum akan terjadi tanggal 14 Desember. Hujan meteor Geminid yang melaju dengan kecepatan 35 km/detik, bisa dinikmati kehadirannya setelah rasi Gemini terbit antara pukul 20.00 WIB. Bulan Cembung besar yang terbit beriringan dengan arah datang Geminid akan menjadi sumber polusi cahaya alami di langit sehingga tidak mudah bagi pengamat untuk melakukan pengamatan.

Clear Sky!

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini