fbpx
langitselatan
Beranda » Kandidat Exobulan Pertama Yang Mengitari Exoplanet

Kandidat Exobulan Pertama Yang Mengitari Exoplanet

Kandidat exobulan atau satelit yang mengitari planet di bintang lain berhasil ditemukan sedang mengitari planet Kepler-1625b.

Ilustrasi exobulan yang mengitari planet sebesar Jupiter. Kredit: Dan Durda
Ilustrasi exobulan yang mengitari planet sebesar Jupiter. Kredit: Dan Durda

Exoplanet atau planet yang mengitari bintang lain. Pencariannya dimulai dengan mencari planet yang mengitari bintang serupa Matahari. Ternyata, bintang mati seperti pulsar pun bisa memiliki planet. Seiring waktu, ditemukan juga planet pada bintang katai merah maupun bintang ganda.

Tak hanya bintang. Exoplanet ternyata punya lebih banyak ragam planet. Ada Jupiter panas, Bumi super maupun Neptunus mini.

Bagaimana dengan satelit? Kita tahu kalau planet di Tata Surya punya satelit. Bahkan, Jupiter dan Saturnus memiliki lebih dari 50 satelit! Ukurannya juga beragam dari beberapa kilometer sampai lebih besar dari Merkurius (Ganymede).

Tapi, selama bertahun-tahun kita belum menemukannya. Kendala terbesar tentu saja pada metode pendeteksian. Bagaimana menemukan objek yang lebih kecil dari planet. Sinyal yang diterima bisa saja salah dan berasal dari anomali instrumen, planet lain pada sistem atau bahkan aktivitas bintang.

Mungkin penantian itu akan berakhir. Duo astronom Alex Teachey dan David Kipping berhasil menemukan kandidart exobulan yang mengitari salah satu exoplanet yang ditemukan Kepler. Exobulan itu ditemukan mengitari planet Kepler-1625b.

Sebelumnya, ada 4 kandidat exobulan lain yang juga ditemukan. Akan tetapi belum bisa dikonfirmasi karena dua di antaranya bisa jadi merupakan kandidat protobulan dan belum tentu terbentuk dan akhirnya stabil.

Satu kandidat lain masih belum bisa dikonfirmasi apakah yang ditemukan adalah satelit yang mengitari planet pengembara atau justru pasangan bintang katai coklat dan planet. Kandidat terakhir pada planet WASP-12b masih belum bisa dikonfirmasi. Meskipun demikian, diduga satelit itu sinyal yang salah karena planet Jupiter panas seperti WASP-12b harusnya sudah kehilangan pengiringnya saat bermigrasi ke dekat bintang.

Sistem Kepler-1625

Kepler-1625. Bintang ini berada 8000 tahun cahaya dari Bumi dan diketahui memiliki satu planet yakni Kepler-1625b. Sesuai namanya, exoplanet ini ditemukan oleh Wahana Kepler dam misinya mencari planet baru pada bintang-bintang di rasi Lyra dan Cygnus.

Bintang Kepler-1625 ini hampir 80% lebih besar dari Matahari atau lebih tepatnya 1,79 kali ukuran Matahari, dengan massa 1,079 massa Matahari. Meski lebih besar dan lebih masif, bintang serupa Matahari ini sedikit lebih dingin dari Matahari dengan temperatur 5548 K.

Pada sistem ini ditemukan sebuah planet yang diberi nama Kepler-1625b. Planet ini membutuhkan 287,37 hari untuk mengitari bintang induknya. Meski belum dipastikan, diperkirakan Kepler-1625b berada pada jarak 0,811-0,8748 AU atau sekitar 80% jarak Matahari – Bumi. Pada jarak ini pulalah yang diperkirakan sebagai area batas dalam zona laik huni bintang Kepler-1625.

Tampak menjanjikan, tapi planet ini bukan planet kebumian. Exoplanet yang satu ini termasuk besar. Ukurannya hampir sama dengan Jupiter atau sekitar 11 kali ukuran Bumi tapi diperkirakan 10 kali lebih masif dari Jupiter.

Baca juga:  Planet Extrasolar yang Sedang Terbentuk di TW Hydrae

Tentu tak mengherankan kalau planet ini punya satelit. Yang jadi masalah adalah pendeteksian objek pengiring planet ini. Ukurannya yang jauh lebih kecil tentu menjadi kendala utama.

Berburu Exobulan

Pencarian bulan pada exoplanet bukan hal mudah. Tantangan terbesar adalah mengenali sinyal yang sangat lemah dari objek yang mengiringi planet. Pengamatan langsung tentu sangat tidak mudah karena perbedaan kecerlangan yang sangat besar antara bintang, planet dan satelit.

Pendeteksian tidak langsung lainnya memang memberi ruang untuk menemukan satelit pada exoplanet. tapi jelas tidak mudah. Efek yang dihasilkan sangat kecil. Salah satu yang memungkinkan adalah metode transit. Apalagi Wahana Kepler memang mencari exoplanet dengan metode transit. Dengan metode ini, kita mencari peredupan cahaya bintang saat planet melintas di depan bintang.

Jika exoplanet memiliki bulan, maka pengamat akan melihat ketidakteraturan pada data transit. Pengamat bisa menemukan peredupan yang ditandai dengan penurunan pada kurva cahaya akibat fluks yang diterima dari bintang berkurang. Peredupan itu terjadi sebelum atau sesudah peredupan utama yang berasal dari planet, sebagai indikasi ada objek pengiring yang memimpin atau mengekor planet. Peredupan oleh satelit juga bisa terjadi saat transit utama dari planet. Akibatnya terjadi distorsi profil transit planet pada kurva cahaya yang diterima pengamat.

Harus diingat kalau satelit lebih kecil dari planet. Akibatnya, efek peredupan cahaya bintang saat transit pun amat sangat lemah dan penurunannya pada kurva cahaya jauh lebih landai dari transit exoplanet. Karena itu, satelit sangat sulit dideteksi.

Exobulan Kepler-1625b I

Dalam perburuan mencari exobulan, Alex Teachey dan David Kipping mempelajari data 284 planet. Hasilnya, ada penyimpangan pada kurva cahaya exoplanet Kepler-1625b dari transit selama 19 jam. Pengamatan lanjutan pun dilakukan dengan Teleskop Hubble selama 40 jam. Pengamatan dimulai jauh sebelum transit dimulai dan baru diakhiri beberapa waktu setelah transit selesai. Dengan cara ini, anomali yang terjadi sebelum dan sesudah transit bisa diketahui.

Hasilnya terdapat 3 anomali yang terjadi pada 3 transit exoplanet pada waktu yang berbeda. Peredupan yang dilihat bisa saja merupakan sinyal yang salah dan penyimpangan berasal dari anomali wahana antariksa, planet lain di sistem, atau aktivitas bintang. Kajian yang dilakukan tidak memberi indikasi sinyal yang salah.

Dalam pengamatan lanjutan, transit exoplanet terjadi lebih cepat 78 menit dari waktu yang diperkirakan. Ini terjadi sebagai akibat dari interaksi gravitasi antara planet dan satelit. Dan gangguan seperti ini hanya bisa terjadi jika satelit cukup masif. Karena transit dimulai lebih cepat, jika ada satelit di planet itu, si satelit akan transit setelah planet.

Kurva cahaya transit Kepler 1625b. Tampak ada dua penurunan yang terjadi. Penurunan yang lebih landai disebabkan oleh satelit. Kredit: Alex Teachey & David Kipping.
Kurva cahaya transit Kepler 1625b. Tampak ada dua penurunan pada kurva.  Kredit: Alex Teachey & David Kipping.

Ternyata benar. Data pengamatan Teleskop Hubble memperlihatkan kedipan kedua pada cahaya bintang setelah kedipan utama saat planet transit. Kedipan di sini merupakan penurunan fluks yang diterima dan ditandai dengan penurunan pada kurva cahaya. Dari sini, bisa diketahui kalau kandidat exobulan memiliki ukuran hampir empat kali lebih besar dari Bumi atau seukuran Neptunus! Satelit ini juga memiliki massa serupa Neptunus dan mengorbit planet dari jarak 3 juta km.

Baca juga:  Kepler Mendeteksi Atmosfer Planet

Kandidat exobulan itu diberi nama Kepler-1625b I.  Jika ditilik jaraknya,  Kepler 1625b dan kandidat satelitnya berada pada zona laik huni. Artinya, exobulan ini bisa berpotensi punya kehidupan jika komposisinya memungkinkan. Jika satelit ini serupa Neptunus, maka tentu kehidupan akan sulit berevolusi dalam lingkungan planet es raksasa. Tampaknya, satelit ini terbentuk dari penggabungan materi pada piringan sirkumplanet atau cakram materi yang muncul setelah planet terbentuk.

Apakah kandidat satelit Kepler-1625b I adalah benar sebuah satelit yang megiringi planet? Jawaban itu baru bisa kita peroleh di masa depan saat pengamatan lanjut dilakukan untuk memastikan kembali calon exobulan Kepler-1625b I. Salah satu pengamatan lanjut akan kembali dilakukan oleh “duo penemu” Kepler-1625b I dengan teleskop Hubble.

Untuk itu kita tunggu saja hasilnya!

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini