fbpx
langitselatan
Beranda » Lokasi Tabrakan Schiaparelli

Lokasi Tabrakan Schiaparelli

Misi antariksa. Perjalanan ke luar angkasa yang sepi, tanpa awak pula. Itulah yang saat ini dikerjakan semua misi yang dikirim ke berbagai lokasi di Tata Surya. Ada yang berhasil, ada pula yang gagal. Itu resiko.

Hal yang sama terjadi dengan misi ExoMars tahap pertama dari Badan Antariksa Eropa (ESA) dan Roskosmos Rusia. Setengah misi ini berhasil, setengahnya lagi, gagal! Trace Gas Orbiter (TGO) merupakan bagian dari misi yang berhasil. TGO saat ini sudah mulai dengan kesibukannya mengelilingi Mars dan mendeteksi distribusi gas-gas di dalam atmosfer planet merah tersebut.

Rencana pendaratan Schiaparelli milik ESA di Mars. Pendaratan mengalami kegagalan 50 detik jelang mencapai permukaan Mars. Kredit: ESA
Rencana pendaratan Schiaparelli milik ESA di Mars. Pendaratan mengalami kegagalan 50 detik jelang mencapai permukaan Mars. Kredit: ESA

Misi lainnya, pendarat eksperimental Schiaparelli tak pernah bisa berbagi cerita tentang Mars. Pendarat berbentuk piring terbang ini membisu dalam diam setelah proses pendaratannya mengalami kegagalan. Yup! Gagal!

Perjalanan Schiaparelli sejak berpisah dari TGO si orbiter berjalan mulus. Tapi tak semuanya sesuai rencana. Perlu diingat, tidak mudah untuk bisa mendarat dengan selamat di Mars. Persoalan terbesarnya adalah bagaimana memperlambat kecepatan pendarat yang bergerak 21000 km/jam jadi 10 km/jam supaya bisa mendarat dengan mulus.

Bagaimanapun, Mars itu bukan planet tanpa aktivitas. Ada badai debu yang bisa berlangsung lama dan mencakup area yang luas, dan ini tentu saja bisa mempengaruhi misi. Kerapatan atmosfer yang berbeda-beda juga jadi masalah yang harus dipecahkan. Berbeda dengan Bumi yang atmosfernya tebal, atmosfer Mars yang tipis tidak akan banyak membantu Schiaparelli untuk memperlambat kecepatan. Karena itu, sudut masuk ke Mars merupakan salah satu faktor penentu. Kalau sudut awal wahana terlalu curam maka modul akan mengalami panas berlebih dan terbakar. Terlalu landai atau dangkal pun modul bisa menghantam atmosfer dan terpental ke angkasa. Satu kesempatan, berhasil atau gagal.

Untuk kasus Schiaparelli, lokasi Meridiani Plannum jadi pilihan untuk lokasi pendaratan karena ketinggiannya relatif rendah dan diharapkan ketebalan atmosfer yang ada bisa sedikit membantu dalam proses perlambatan kecepatan modul sebelum Schiaparelli membuka parasutnya.

Ternyata, rencana tinggallah rencana. Schiaparelli tidak pernah berhasil mendarat sesuai rencana. Ia bahkan terjun bebas dari ketinggian 2 – 4 km dengan kecepatan 300 km/jam atau 5 km setiap menit.

Kabar dari sinyal Giant Metrewave Radio Telescope (GMRT) di Pune, India, maupun orbiter Mars Express milik ESA bercerita tentang keberhasilan pendarat Schiaparelli saat menuju permukaan. Hampir seluruh rencana yang dirancang untuk pendaratan yang memakan waktu 5 menit 53 detik sudah dilakukan. Tapi, 50 detik sebelum mencapai permukaan, Schiaparelli membisu.

Apa yang terjadi?

Foto lokasi Schiaparelli yang dipotret Mars Reconnaissance Orbiter (MRO). Kredit: NASA/JPL-Caltech/MSSS
Foto lokasi Schiaparelli yang dipotret Mars Reconnaissance Orbiter (MRO). Kredit: NASA/JPL-Caltech/MSSS
Perubahan yang terjai dalam potret MRO bulan Mei 2016 dan Oktober 2016. Kredit: NASA/JPL-Caltech/MSSS
Perubahan yang terjai dalam potret MRO bulan Mei 2016 dan Oktober 2016. Kredit: NASA/JPL-Caltech/MSSS

Sinyal dari GMRT dan Mars Express memberi indikasi parasut dilepas lebih awal dan roket pendorong gagal untuk tetap menyala selama 30 detik. Sembilan roket pendorong yang akan membantu perlambatan dari 250 km/jam menjadi 4 km/jam itu hanya menyala selama 3-4 detik untuk kemudian mati. Implikasinya, tidak terjadi perlambatan pada kecepatan Schiaparelli dengan tangki bahan bakar yang tetap penuh. Akhirnya, Schiaparelli pun terjun bebas dengan kecepatan tinggi dan meledak saat tabrakan dengan permukaan Mars.

Baca juga:  Menuju Antariksa, Menggapai Bintang: Wahana Menguak Jagad Raya

Akhir perjalanan Schiaparelli diabadikan oleh Mars Reconnaissance Orbiter (MRO) milik NASA saat memotret area Meridiani Planum di planet merah tersebut, pada tanggal 20 Oktober 2016. Foto itu kemudian dibandingkan dengan foto area yang sama yang diambil MRO pada bulan Mei 2016. Hasilnya, ada dua fitur baru (terang dan gelap) yang tampak dalam foto dengan resolusi 6 meter per piksel tersebut.

Fitur terang baru yang dilihat MRO diduga merupakan penyekat panas dan parasut berukuran 12 meter yang digunakan oleh Schiaparelli setelah dipanggang saat memasuki atmosfer Mars. Keduanya dilepas oleh pendarat tersebut saat memasuki tahap akhir dimana Schiaparelli menyalakan kesembilan roketnya untuk memperlambat laju wahana sebelum mendarat.

Fitur lainnya yang lebih gelap, berukuran 15 x 40 meter atau hampir sebesar lapangan tenis tampak muncul pada jarak 1 km dari parasut. Noda gelap ini diduga sebagai lokasi tabrakan Schiaparelli aka kawah yang terbentuk saat terjadi tabrakan dan ledakan. Kedua fitur baru itu tampak muncul 5,4 km dari titik awal yang diharapkan jadi lokasi pendaratan Schiaparelli.

Apa yang salah?

Schiaparelli gagal. Menyedihkan, tapi ini adalah bagian penting dari seluruh misi ExoMars. Sebagai pendarat eksperimental atau pendarat ujicoba, tentunya ia bertugas untuk mengenali tantangan dan hambatan yang mungkin dihadapi saat rover ExoMars mendarat di Mars pada tahun 2020.  Kegagakan ini akan sangat membantu teknisi di ESA untuk mengetahui permasalahan yang akan mereka hadapi lagi. Secara keseluruhan, piring terbang pendarat ini cukup berhasil untuk uji coba seluruh instrumen pendaratan dan pengiriman data ke wahana induknya yakni TGO. Kegagalannya cuma satu, gagal mendarat!

Analisa awal memberi jawaban penyebab kegagalan pendaratan Schiaparelli. Tapi apa yang menyebabkan piring terbang milik ESA dan Roskosmos itu akhirnya melepas parasut lebih awal dan roket pendorong hanya berfungsi 3 detik dari 30 detik?

Kronologis kegagalan memang belum diketahui. Analisa awal sudah mulai dibuat dan hipotesa awal dikemukakan.

Salah satunya, Schiaparelli salah mengenali ketinggian. Piranti lunak yang ada di komputer Schiaparelli tampaknya berpikir kalau ia sudah ada di permukaan atau sudah sangat dekat dengan permukaan sehingga ia menghentikan roket pendorong dan menyalakan instrumen lainnya untuk merekam cuaca dan area sekeliling Mars. Yang pasti, tidak ada data yang dikumpulkan karena pendarat masih berada pada ketinggian yang cukup tinggi. Skenario berikut, terjun bebas, tabrakan dan meledak.

Kemungkinan yang terjadi adalah malfungsi piranti lunak saat menggabungkan data yang datang dari sensor berbeda. Akibatnya wahana pendarat tersebut salah mengenali ketinggian dan berpikir kalau ia sudah dekat dengan permukaan. Teori ini memang masih berupa dugaan yang belum dibuktikan sampai seluruh proses post-mortem atau otopsi data Schiaparelli dilakukan sepenuhnya. Data ini diperoleh dari orbiter yang sedang mengitari Mars maupun sinyal yang diterima teleskop radio.

Baca juga:  Peluncuran Wahana BepiColombo ke Merkurius

Jika dugaan ini benar, maka ada kabar baik dan kabar buruk.

Piranti lunak dan sensor yang dipasang pada pendarat eksperimental Schiaparelli merupakan teknologi yang juga akan digunakan pada sistem pendarat ExoMars 2020. Kabar baiknya, jika masalah ini hanya malfungsi piranti lunak, maka akan mudah diperbaiki. Kabar buruknya,  kalau ini merupakan kegagalan piranti keras pendarat, maka ESA dan Roskosmos akan menghadapi masalah serius untuk mengevaluasi kembali seluruh teknologi yang digunakan.

Kabar baik misi ExoMars Tahap I

Meskipun pendaratan Schiaparelli yang dinantikan semua orang gagal, Trace Gas Orbiter aka TGO atau Orbiter Penjejak gas milik ESA berhasil mengorbit. Jangan anggap rendah kemampuan orbiter yang satu ini. Ia akan menjejak metana di atmosfer Mars untuk mencari jawaban atas jejak kehidupan di Mars. Metana bisa terbentuk dari aktivitas geologi atau biologi. Di Bumi, metana yang ada di atmosfer memiliki jejak yang berasal dari aktivitas biologi. Singkatnya, jika ada kehidupan di Mars seperti halnya kehidupan di Bumi, maka aktivitas kehidupan bisa memproduksi metana.

Metana di Mars memang sudah pernah ditemukan di udara oleh rover Curiosity milik NASA. Awalnya, metana ditemukan pada tahun 2012 di area kawah Gale yang jadi lokasi jelajah Curiosity. Peningkatan jumlah metana di udara kembali ditemukan Curiosity dalam rentang beberapa bulan dari akhir 2013 – awal 2014. Peningkatannya hampir 10 kali lipat!

Keberadaan TGO sebagai observatorium dan mata bagi Bumi di orbit Mars akan mencari jawaban keberadaan gas metana di atmosfer Mars.

Bagi para astronom, mereka akan disibukkan oleh data yang dikirim TGO. Di sisi lain, para teknisi di ESA punya tugas penting untuk menyelesaikan post mortem Schiaparelli dan menganalisa kegagalan tersebut sebagai perbaikan untuk pendaratan rover ExoMars di tahun 2020.

Tidak ada yang menyukai kegagalan. Tapi setiap kegagalan akan memberi pemahaman yang lebih baik lagi terkait teknologi dan perencanaan pendaratan di planet tersebut.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini