fbpx
langitselatan
Beranda » Kepler-10c, Planet Megabumi Pertama!

Kepler-10c, Planet Megabumi Pertama!

Para astronom baru saja mengumumkan ditemukannya planet jenis baru yakni planet batuan dengan berat setidaknya 17 kali Bumi. Mengapa ini jenis baru?

Bagi para astronom, planet seperti ini tidak mungkin terbentuk karena pada umumnya planet yang besar seperti itu akan mengakresi gas hidrogen saat membentuk planet dan berakhir sebagai planet gas serupa Jupiter. Tapi, teori bisa saja salah, apalagi planet bukan obyek laboratorium yang bisa disentuh dengan mudah.  Dan ternyata, planet batuan yang besar itu ada, dan lebih besar dari planet Bumi Super yang selama ini kita kenal. Planet Bumi Super merupakan planet dengan massa lebih besar dari massa Bumi sampai dengan 10 massa Bumi. Atau planet yang massanya antara massa Bumi dan massa Uranus dan Neptunus.

Tapi planet terbaru ini justru jauh lebih besar dan merupakan planet batuan pula. Karena itu, planet ini diberi julukan megabumi!

Planet Kepler 10c, si planet Mega Bumi. Kredit: David A. Aguilar (CfA)
Planet Kepler 10c, si planet megabumi. Kredit: David A. Aguilar (CfA)

Planet ini bisa dikatakan Godzilla-nya Bumi, kata Dimitar Sasselov, direktur  Harvard Origins of Life Initiative. Planet baru tersebut ditemukan oleh Xavier Dumusque dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) berdasarkan kandidat planet yang diamati Kepler.  Sebuah penemuan menarik dan batu loncatan baru untuk planet kebumian. Dan planet yang dinamai Kepler-10c ini bukan monter seperti Godzilla. tau mungkin seperti Godzilla yang “menjaga keseimbangan kehidupan”, maka planet megabumi juga punya implikasi yang baik bagi kehidupan.

Pencarian Kepler-10c
Planet MegaBumi, Kepler-10c, ditemukan mengelilingi bintang Kepler-10 setiap 45 hari dan sistem ini berada 560 tahun cahaya dari Bumi di rasi Draco.  Menariknya, sistem ini tak hanya diisi satu planet aka si megabumi tadi. Ia juga memiliki planet lain dengan massa 3 massa Bumi yang sudah ditemukan sebelumnya yakni planet lava Kepler-10b. Yang lebih menarik lagi, si planet lava Kepler-10b tersebut menyelesaikan satu tahunnya hanya dalam waktu 20 jam!

Seperti namanya, planet Kepler-10c, ditemukan oleh Wahana Kepler melalui pengamatan dengan metode transit, saat si bintang berkedip dan meredup sesaat jika ada planet yang melintas di depannya. Dari peredupan pada bintang induk inilah, para astronom bisa mengetahui ukuran fisik planet atau diameternya. Tapi, penelitian Kepler tidak akan bisa menghasilkan pemahaman kandungan si planet apakah ia planet gas atau batuan.

Planet Kepler-10c diketahui memiliki diameter 29000 km dengan ukuran 203 kali lebih besar dari Bumi. Dari ukuran, planet pada awal ditemukan dimasukan dalam kategori mini Neptunus dengan selubung gas tebal.

Untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang planet yang ditemukan Kepler tersebut, para astronom menggunakan instrumen HARPS-North yang dipasang pada Telescopio Nazionale Galileo (TNG) di pulau Canary.

Hasil pengamatan lanjutan inilah yang memberi kejutan bagi Xavier Dumusque dan rekan-rekannya. Planet Kepler-10c ternyata memiliki massa 17 kali massa Bumi. Jauh lebih besar dari yang diharapkan. Apalagi setelah mengetahui bahwa planet tersebut merupakan planet dengan komposisi batuan dan komponen padat lainnya. Maka planet Kepler-10c tidak lagi dimasukan dalam kategori mini neptunus melainkan megabumi.

Baca juga:  Ketika Planet Bukanlah Planet

Hal menarik lainnya, Kepler-10c tidak pernah mengalami kehilangan atmosfer, Artinya planet yang dilihat tersebut memang demikian adanya sejak terbentuk. Tapi, jika planet ini pernah memiliki atmosfer, maka ia tentu masih memilikinya saat ini.

Planet Yang Seharusnya Tak Ada
Kehadiran planet Kepler-10c menantang pemikiran para astronom untuk bisa menjelaskan teori pembentukan planet. Bagaimana, planet batuan sedemikian besar bisa terbentuk. Apalagi, berdasarkan pengamatan, sepertinya Kepler-10c tidak sendirian.

Penemuan ini dipaparkan dalam pertemuan astronom Amerika di Boston. Selain penemuan Kepler-10c yang dipaparkan oleh Xavier Dumusque, paparan lain terkait Kepler-10c juga disampaikan oleh Lars A. Buchhave dari CfA. Menurut Buchhave, ada kaitan antara periode planet (seberapa lama sebuah planet mengitari bintang) dan ukuran planet ketika ia mengalami transisi dari planet batuan ke planet gas. Dari penelitian inilah, para astronom menyimpulkan kalau planet megabumi itu tidak sendirian melainkan akan lebih banyak lagi planet megabumi yang ditemukan di masa depan.

Apalagi yang menarik dari planet kita yang baru ini? Penemuan planet megabumi Kepler-10c, memiliki implikasi yang besar bagi sejarah alam semesta dan kehidupan di sebuah planet.

Sistem planet Kepler-10 saat ini berusia 11 miyar tahun. Tidak salah! Usianya 11 milyar tahun. Usia alam semesta 13,8 milyar tahun.  Artinya, sistem ini terbentuk kurang dari 3 milyar tahun setelah Big Bang.

Kalau menilik sejarah alam semesta, maka ketika alam semesta masih muda, yang ada di alam semesta dini hanyalah hidrogen dan helium. Untuk bisa membentuk planet batuan, jelas harus ada elemen berat seperti silikon dan besi. Dan elemen berat tersebut harus dibentuk oleh bintang generasi pertama. Saat bintang generasi pertama meledak, maka bahan-bahan krusial pembentuk planet itupun menyebar di alam semesta, dan kemudian diadopsi oleh bintang dan planet generasi berikutnya. Proses ini memakan waktu milyaran tahun.

Akan tetapi, kehadiran planet Kepler-10c menunjukan kalau alam semesta mampu untuk membentuk planet batuan sedemikian besar bahkan di kala elemen berat masih sangat langka. Artinya, planet batuan bisa terbentuk lebih awal dari pada yang diduga sebelumnya. Dalam teori yang ada, mengingat alam semesta dini hanya berisi hidrogen dan helium dan elemen berat itu masih langka, maka kecenderungan planet yang terbentuk pada bintang generasi awal adalah planet gas. Tapi ternyata tidak demikian.

Dan jika planet batuan bisa terbentuk maka ada kemungkinan kehidupan pun bisa bertumbuh. Dengan kehadiran planet Kepler-10c, maka ini menjadi penanda baru perjalanan pencarian planet kebumian yang tidak saja seukuran Bumi tapi juga hampir mendekati ukuran Neptunus. Dan mengingat usia sistemnya yang sudah tua, maka para astronom harus juga memperhitungkan pencarian planet serupa Bumi di bintang-bintang tua.

Baca juga:  Aktivitas Vulkanik di 55 Cancri e

Jika bintang tua bisa menjadi rumah bagi planet kebumian, maka para pengamat dan peneliti angkasa yang ada di Bumi akan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk menemukan planet yang memiliki potensi laik huni dalam lingkungan kosmik.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

3 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini