fbpx
langitselatan
Beranda » Chang’e, Perjalanan Negeri Tirai Bambu ke Bulan

Chang’e, Perjalanan Negeri Tirai Bambu ke Bulan

Alkisah di negeri China, Kaisar Batu Giok memerintah di kayangan. Ia tidak hanya memerintah kayangan tapi juga seluruh Bumi. Sang Kaisar mempunyai 10 anak laki-laki. Suatu hari kesepuluh anak sang Kaisar berubah menjadi 10 Matahari dan Bumi pun di ambang kehancuran.

Chang'e sang Dewi Bulan. Kredit: NASA
Chang’e sang Dewi Bulan. Kredit: NASA

Kaisar Batu Giok coba menghentikan aksi anak-anaknya, tapi ia gagal. Akhirnya ia pun meminta bantuan Houyi dan istrinya Chang’e untuk menyelesaikan masalah tersebut. Houyi dikenal sebagai pemanah. Dan untuk menyelesaikan masalah, ia pun memanah kesembilan putra Kaisar Batu Giok. Melihat sembilan anaknya mati di tangan Houyi Kaisar Batu Giok pun menghukum pasangan tersebut untuk tinggal di Bumi dan kehilangan keabadian.

Melihat istrinya, Chang’e yang sangat sedih karena tak lagi hidup abadi, Houyi pun mencari pil abadi untuk mengembalikan keabadian keduanya. Ia berhasil mendapatkan pil keabadian dengan satu syarat. Masing-masing hanya boleh meminum setengahnya saja. Tapi, Chang’e kemudian menelan seluruh pil tersebut dan ia pun melayang dan akhirnya mendarat di Bulan. Ia pun kemudian hidup di Bulan bersama seekor kelinci yang pekerjaannya membuat ramuan keabadian.

Kisah Chang’e tidak hanya berhenti sebagai sebuah mitos yang diceritakan turun temurun. Kehadiran Gadis Kelinci di Bulan sempat menjadi pembicaraan saat pendaratan Apollo 11 antara Houston dan Buzz Aldrin, yang meminta mereka untuk “melihat dan mencari keberadaan seorang dewi yang sudah hidup lebih dari 4000 tahun di Bulan bersama kelincinya”.

Kita sama-sama tahu si dewi Bulan dan kelincinya tak pernah dan tak mungkin ditemukan. Tapi kisah Chang’e masih berlanjut hampir 40 tahun kemudian, ketika pemerintah China memutuskan untuk membangun wahana antariksa bernama Chang’e untuk mengorbit Bulan.  Chinese Lunar Exploration Program (CLEP) merupakan program “Perjalanan ke Bulan” yang dibangun oleh China.

Program ini akan memiliki beberapa tahapan, dimulai dengan misi tahap 1  dimana China akan mengirimkan wahana yang akan mengorbit Bulan (Chang’e 1 & 2), yang dilanjutkan oleh fase pendaratan di Bulan oleh misi tanpa awak (Chang’e 3 & 4), fase ketiga merupakan misi yang akan dilaksanakan tahun 2018 oleh Chang’e 5 dengan tujuan untuk membawa pulang sampel dari Bulan dan tahap akhir dari program jangka panjang ini akan diakhiri oleh pendaratan misi berawak di Bulan di kisaran tahun 2025 – 2030!

Sebuah perjalanan panjang dengan visi jangka panjang untuk perkembangan sains dan teknologi di China. Untuk saat ini perjalanan itu masih di tahap awal. Tapi mari kita simak rangkaian awal program CLEP dari negeri tirai bambu tersebut.

Chang’e 1
Pada tahun 2007, untuk pertama kalinya China National Space Administration (CNSA), space agency milik China meluncurkan orbiter Chang’e 1 untuk mengorbit Bulan sebagai awal dari misi ke Bulan yang direncanakan negeri Tirai Bambu tersebut. Chinese Lunar Exploration Program, merencanakan 3 tahap perjalanan dimana Chang’e 1 menjadi pelopor sekaligus uji coba untuk misi selanjutnya.

Chang'e 1 yang bertugas mengorbit Bulan. Kredit: people.com.cn
Chang’e 1 yang bertugas mengorbit Bulan saat menabrak Bulan. Kredit: people.com.cn

Chang’e 1 diluncurkan tanggal 24 Oktober 2007 dari Xichang Satellite Launch Center, dan memasuki orbit Bulan pada tanggal 5 November 2007. Wahana Chang’e pada awalnya memiliki masa tugas hanya 1 tahun, namun kemudian diperpanjang sampai tahun 2009.

Baca juga:  Mengenal Gerhana Matahari

Dalam misinya, Chang’e 1 berhasil memetakan permukaan Bulan lewat foto 3 dimensi yang dihasilkan. Pemetaan tiga dimensi menjadi terobosan baru, karena selama ini pemetaan yang dihasilkan hanya berupa peta dua dimensi. Yang menarik, Chang’e 1 juga berhasil memetakan area kutub yang selama ini sulit untuk dipotret. hasil pemetaan yang dilakukan Chang’e 1 menjadi sangat berguna untuk para astronom dalam mempelajari topografi Bulan dalam hal ini untuk pemahaman geologi, struktur dan evolusi Bulan. Hasil inilah yang kemudian digunakan untuk mencari lokasi untuk pendaratan misi ke Bulan, sehingga wahana antariksa yang diterbangkan ke Bulan bisa mendarat dengan mulus.

Chang’e 1 juga melakukan analisa kelimpahan senyawa kimia yang ada di Bulan. Dalam misinya, Chang’e merekam data angin Matahari dan mempelajari pengaruh aktivitas Matahari pada Bumi dan Bulan. Ia juga mempelajari ketebalan tanah di permukaan Bulan untuk mengetahui radiasi gelombang mikro yang diterima permukaan Bulan. Chang’e 1 juga melakukan analisa jumlah helium-3  (³He) dan distribusinya di tanah Bulan. Helium 3 disinyalir merupakan bahan bakar yang aman untuk pembakaran nuklir di masa depan.

Kehadiran Chang’e 1 juga diperuntukkan untuk mengetahui teknologi yang tepat yang dapat digunakan untuk misi ke Bulan sekaligus untuk pengalaman awal bagi persiapan misi selanjutnya.  Disini Chang’e 1 mempelajari kondisi lingkungan antara Bumi – Bulan sebagai gambaran untuk misi selanjutnya.  Setelah bertugas lebih dari setahun, pada bulan Maret 2009, Chang’e 1 jatuh ke Bulan dan hancur.

Foto permukaan Bulan yang diambil Chang'e 1. Kredit: Chang'e
Foto permukaan Bulan yang diambil Chang’e 1. Kredit: Chang’e

Chang’e 2
Misi Chang’e 1 kemudian dilanjutkan oleh misi Chang’e 2 yang juga masih menjadi bagian dari fase pertama Chinese Lunar Exploration Program (CLEP). Diluncurkan 1 Oktober 2010, Chang’e 2  sebagai penerus Chang’e 1 yang mengakhiri masa tugasnya di tahun 2009.  Perjalanan Chang’e 2 memiliki tujuan penting untuk mengumpulkan foto resolusi tinggi untuk lokasi yang akan menjadi lokasi pendaratan misi Chang’e 3. Ia juga bertugas untuk melakukan uji coba bagi misi Bulan selanjutnya dan persiapan eksplorasi luar angkasa dalam hal ini deep space explorations.
Masih mengusung misi tanpa awak, Chang’e 2 diluncurkan dari kompleks peluncuran LC2, XSLC (Xichang Satellite Launch Center), di barat daya China. Ia diluncurkan menuju orbit transfer Bumi – Bulan dengan perigee 200 km dan apogee 380000 km.  Dalam 5 hari, Chang’e 2 masuk dalam gravitasi Bulan dan kemudian memulai proses mengorbit Bulan pada jarak 100 km di atas permukaan Bulan setiap 118 menit.

Chang'e 2. Kredit: SHAO
Chang’e 2. Kredit: SHAO

Chang’e 2 dilengkapi dengan 5 muatan ilmiah untuk memotret, pendeteksian spektrum sinar Gamma, pendeteksi ion angin Matahari, praktik energi tinggi dll. Ia pun sukses menyelesaikan misinya di Bulan dengan mengambil foto resolusi tinggi seluruh Bulan, foto area Sinus Iridium, teluk Pelangi (yang akan jadi lokasi pendaratan Chang’e 3) dan data lingkungan Bumi – Bulan.
Peta Bulan yang dirilis oleh State Administration of Science, Technology and Industry for National Defence (SASTIND) dibuat menggunakan lebih dari 700 foto yang diambil oleh Chang’e 2. Peta ini menjadi peta dengan forfotoo resolusi paling tinggi permukaan Bulan yang ada saat ini dan diambil dari ketinggian 15 – 100 km di atas permukaan Bulan.

Baca juga:  Gerhana Bulan Sebagian 29 Oktober 2023!
Peta Bulan resolusi tinggi yang dihasilkan Chang'e 2. Kredit: China Space Program
Peta Bulan resolusi tinggi yang dihasilkan Chang’e 2. Kredit: China Space Program

Chang’e 2 meninggalkan orbit Bulan pada Juni 2011 dan mengorbit titik Lagrange 2 (L2) yang berada 1,5 juta km dari Bumi setelah melakukan perjalanan selama 77 hari. Chang’e 2 kemudian melanjutkan misinya untuk melakukan terbang lintas jarak dekat pada asteroid 4179 Tautatis. Ia meninggalkan titik L2 pada 15 April 2012 dan berhasil melakukan terbang lintas dengan Tautatis pada 13 Desember 2012. Chang’e 2 dalam misinya ke Tautatis, melakukan pemotretan asteroid dari jarak 240 – 93 km. Meskipun citra yang diambil tidak lebih baik dari pemetaan radar, namun foto berwarna yang dihasilkan akan memberikan perspektif baru bagi para ilmuwan untuk menentukan albedo.  Chang-e 2 dari China menjadi negara ke-4 yang melakukan papasan dekat dengan asteroid setelah  NASA ( misi NEAR/Shoemaker dan Dawn), ESA (Rosetta), JAXA (Hayabusa).

Detail kawah yang dihasilkan dalam foto yang diambil Chang'e 2. Kredit: CNSA / China Lunar Exploration Program
Detail kawah yang dihasilkan dalam foto yang diambil Chang’e 2. Kredit: CNSA / China Lunar Exploration Program

Setelah menyelesaikan misi terbang lintas dengan asteroid Tautatis, Chang’e 2 kemudian melanjutkan perjalanannya melintas angkasa untuk melakukan misi deep space dan pada bulan Juli 2014, Chang’e 2 sudah berada pada jarak 50 juta km dari Bumi.  Sebuah pencapaian baru bagi negeri Tirai Bambu yang sedang memasuki “space race”.

Dan fase awal atau tahap pertama dari Misi Perjalanan ke Bulan pun selesai dan dilanjutkan oleh Chang’e 3 pada misi fase berikutnya untuk mendarat di Bulan

Misi Berawak Negeri Naga

Astronaut Liu Yang, astronaut wanita pertama dari China. Kredit: Reuters
Astronaut Liu Yang, astronaut wanita pertama dari China. Kredit: Reuters

Selain misi tak berawak Chang’e, China juga meluncurkan misi berawaknya melalui wahana Shenzhou 9 yang menerbangkan 3 astronaut-nya untuk melakukan docking dengan modul Tiangong-1 yang sudah lebih dulu mengorbit Bumi dan berada di ruang angkasa selama 10 hari. Perjalanan ini selain menandai perjalanan misi berawak China yang pertama, misi Shenzhou juga menandai kehadiran astronaut wanita pertama dari China yakni Liu Yang, yang diberangkatkan bersama dua astronaut pria Jing Haipeng and Liu Wang, dari Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan pada 16 Juni 2012.

Kehadiran China dalam kancah eksplorasi luar angkasa tidak sekedar mengisi kekosongan panggung misi kembali ke Bulan yang dihentikan oleh Amerika dan Rusia selama beberapa dekade. China juga mengarahkan dirinya untuk penjelajahan ruang angkasa di uar Bulan. Terbukti dengan perjalanan lanjutan Chang’e 2.   Selain China, Jepang dan India juga sedang membangun misi luar angkasanya. Kehadiran berbagai misi antariksa dari berbagai negara tentunya tidak sekedar bercerita tentang kepentingan politik dan persaingan penjelajahan antariksa melainkan juga bukti kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang hasilnya akan memperkaya khazanah pengetahuan manusia akan alam semesta.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

2 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini