fbpx
langitselatan
Beranda » Flare Matahari dan Pengamatannya

Flare Matahari dan Pengamatannya

Flare Matahari, sebuah istilah yang sudah bukan lagi monopoli kalangan akademisi yang bergelut dalam dinamika matahari. Frasa tersebut isudah menjadi istilah yang tidak asing lagi di telinga masyarakat saat ini.

Popularitas flare Matahari belakangan ini telah dipublikasikan secara luas oleh berbagai multimedia terutama terkait dengan prediksi bencana yang akan ditimbulkannya, yaitu kerusakan pada bumi sebagai tempat tinggal manusia (yang ternyata sampai saat ini hanyalah sebuah isapan jempol belaka). Meskipun demikian, publisitas flare Matahari ini telah membuka mata masyarakat tentang sebuah fenomena ilmiah yang secara rutin terjadi di matahari kita sebagai bintang yang terdekat dari bumi.

Pengamatan Flare Matahari

Perlindungan medan magnetik bumi terhadap badai dari matahari. Kredit : NASA

Flare Matahari adalah suatu fenomena yang kompleks (tidak sederhana) yang terjadi di permukaan matahari. Flare Matahari boleh dikatakan adalah sebuah ledakan yang terjadi di permukaan matahari. Ledakan ini memancarkan energi yang tinggi dan menghasilkan suhu sampai jutaan derajat dalam waktu yang singkat, juga disertai pancaran radiasi elektromagnetik pada semua panjang gelombang ditambah dengan pancaran partikel-partikel yang bermuatan bernergi tinggi.

Fenomena flare Matahari pertama kali diamati di dua tempat yang berbeda pada tanggal 1 September 1859 oleh Richard Christoper Carrington dan Richard Hodgson (keduanya adalah astronom amatir Inggris – dan sama-sama punya nama depan Richard). Mereka mengamati fenomena ini sebagai suatu peningkatan kecerlangan yang tiba-tiba dari sebuah titik/daerah di permukaan matahari. Flare Matahari yang diamati di tahun 1859 ini telah mengakibatkan terjadinya aurora yang sangat besar (meliputi duapertiga bumi) dan sangat indah di bumi seperti yang belum pernah terlihat sebelumnya, namun juga telah mengacaukan sistem navigasi dan sistem telegram. Hal ini disebabkan tumbukan partikel berenergi tinggi dari flare Matahari yang berinteraksi dengan medan magnet bumi dan menimbulkan berbagai gangguan dan fenomena elektromagnetik di bumi. Bisa dibayangkan bagaimana jika tidak ada medan magnetik bumi, maka bumi ini akan diserbu dengan hujan partikel berbahaya yang akan mengakibatkan musnahnya kehidupan dibumi. Kita harus bersyukur untuk dinamika inti bumi yang secara kontinyu menghasilkan medan magnet pelindung bagi keberlangsungan kehidupan di permukaan bumi.

Selama satu setengah abad berikutnya (sampai saat ini), penelitian mengenai flare Matahari telah maju dengan sangat pesat, baik dari segi pengamatan maupun dari segi pengembangan model-model teoritis yang terus diperbaharui sesuai pengamatan yang semakin canggih dengan peralatan yang semakin canggih pula.

Flare Matahari pertama yang diamati tahun 1859 dikategorikan sebagai White Light Flare, yaitu flare yang mengemisikan cahaya tampak yang lebih kuat dari cahaya tampak yang berasal dari piringan matahari. Intensitas White Light Flare bahkan bisa mencapai 1,5 – 2 kali lipat lebih cerlang dari cahaya piringan matahari. Meskipun demikian, sebagian besar flare mengemisikan cahaya tampak yang ‘lebih redup’ dari cahaya piringan matahari. Jika emisi cahaya tampak piringan matahari mencapai 6×1013 W/km2, maka rata-rata flare ‘hanya’ mengemisikan cahaya tampak sebesar 2×1011 W/km2, sehingga banyak flare yang sama sekali tidak tampak jika diamati secara langsung dari bumi.

Baca juga:  Melintasi Khatulistiwa Untuk Cincin Matahari
Flare dalam panjang gelombang H alpha tampak berwarna putih. Flare besar ini tampak pada 19 Juli 2000. Kredit : astrosurf

Meskipun demikian, ternyata flare dapat tampak dari ‘cahaya’ yang lain. Mula-mula para pengamat flare Matahari mengamatinya melalui panjang gelombang H alpha (656,3 nm). Mengapa harus melalui panjang gelombang ini? Karena ternyata jika flare terjadi, maka panjang gelombang H alpha ini dapat mencapai peningkatan 150% dari panjang gelombang H alpha yang dipancarkan piringan matahari (Lihat Gambar). Melalui cara inilah para pengamat dapat menemukan dan meneliti flare Matahari yang terjadi di matahari.

Klasifikasi Flare Matahari
Pada saat ini, dengan peralatan yang semakin canggih, baik pengamatan landas bumi maupun dari ruang angkasa, maka flare Matahari sudah dapat diamati dengan lengkap dalam berbagai panjang gelombang, dari gelombang radio, gelombang mikro, gelombang infra merah, gelombang cahaya tampak, gelombang ultra violet, bahkan sampai gelombang sinar X dan sinar gamma, bahkan juga dapat mengamati partikel-partikel energi tinggi yang terlontar dari ledakan flare Matahari dan juga dapat menganalis medan magnet dari sunspot penghasil flare.

Dengan berbagai jenis pengamatan ini, maka ada berbagai macam klasifikasi flare yang muncul berdasarkan panjang gelombangnya. Klasifikasi flare dalam panjang gelombang sinar X telah ditulis sebelumnya dalam Klasifikasi Flare Matahari.

Klasifikasi flare dalam gelombang H alpha, yang digunakan oleh buletin NOAA, dapat dinyatakan dalam tabel berikut ini :

Menurut klasifikasi ini, flare paling kecil dan paling redup dalam H alpha diklasifikasikan sebagai flare Sf dan flare yang paling besar dan paling terang dalam H? diklasifikasikan sebagai flare 4b.

Ada lagi klasifikasi lain yang berdasarkan karakteristik gelombang radio yang dipancarkan. Klasifikasi ini disusun oleh Wild & McCready (1950) untuk tipe I, II dan III, kemudian dilengkapi oleh Boischot (1957) untuk tipe IV dan oleh Wild dkk (1959) untuk tipe V. Klasifikasi ini membagi flare menjadi 5 kelas dalam rentang gelombang radio, yaitu :

  1. Semburan tipe I. Tipe ini berada di daerah 5 MHz dan berlangsung beberapa jam setelah flare.
  2. Semburan tipe 2. Mempunyai frekuensi antara 100 MHz – 250 MHz, yang bergeser secara perlahan menuju frekuensi yang lebih rendah, sampai 1 MHz. Hal ini mengindikasikan adanya pergerakan sumber radio dengan kecepatan 1000 – 1500 km/s. Tipe ini mempunyai hubungan erat dengan flare pemancar sinar gamma.
  3. Semburan tipe III. Diamati dari 5 MHz – 600 MHz dengan karakteristik pergeseran frekuensi yang cepat dari tinggi menuju ke rendah, sekitar 20 MHz – 100 MHz. Dalam beberapa peristiwa, tipe III menunjukkan pergeseran yang terbalik, dari frekuensi rendah menuju frekuensi tinggi dengan karakteristik spektrum berbentuk U. Tipe III berhubungan dengan elektron berenergi 40 KeV (flare pemancar sinar X) yang mana pergeserannya menunjukkan kecepatan sumber radio sebesar 100.000 km/s. Sebagian besar tipe III menunjukkan elektron yang bergerak menjauh dari matahari, tetapi untuk tipe U, elektron setelah menjauh dari matahari, kembali lagi menuju matahari, seolah telah menempuh lintasan tertentu yang diduga adalah loop magnet.
  4. Semburan tipe IV hampir sama dengan tipe II, hanya dalam frekuensi yang lebih rendah. Emisinya menunjukkan elektron yang terperangkap dalam loop yang besar . Ada jenis semburan tipe IV yang sumbernya bergerak menjauh dari matahari dengan kecepatan 100 – 1000 km/s dan dapat bergerak sampai sejauh 10 kali radius matahari.
  5. Semburan tipe V biasanya mengikuti semburan tipe III, tetapi dengan waktu hidup yang singkat (1-3 menit saja) Tipe IV diduga terjadi dari aliran yang kaya akan elektron dan terperangkap di korona, lalu menjadi tampak oleh radiasi synchroton atau melalui gelombang plasma.
Baca juga:  Suar Matahari di Awal April 2014
Klasifikasi Flare Matahari dalam panjang gelombang radio. kredit : Castelli et. al (1967)

Loop Magnet

Loop magnet  kredit : NASA

Tidak hanya sampai disitu, perkembangan peralatan pengamatan telah semakin canggih sehingga kini dapat juga mempelajari loop magnet yang merupakan sumber energi terjadinya flare di matahari. Loop ini dihasilkan dari aktivitas medan magnet yang kuat yang terjadi di bintik matahari atau sunspot.

Dengan berbagai cara yang semakin canggih, para peneliti terus mengamati dan mempelajari flare Matahari di bintang yang terdekat dari bumi ini, dan sampai saat ini belum ada satupun flare yang sudah terjadi maupun yang diprediksi akan terjadi yang dapat menjadi bencana bagi bumi kita ini.

Avatar photo

Mariano Nathanael

lulusan Astronomi ITB dengan keahlian di bidang Matahari. Saat ini bekerja sebagai Guru di SMAN 2 Bandung dan mengajar mata pelajaran Fisika. Selain itu ia terlibat aktif sebagai pelatih Ekskul Astronomi dan Ekskul OSN Atronomi di beberapa SMA di Bandung dan sekitarnya, dan juga aktif sebagai pengurus di FPA Kota Bandung.

2 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini