fbpx
langitselatan
Beranda » Struktur Bintang : Sejarah dan Pengukurannya

Struktur Bintang : Sejarah dan Pengukurannya

Pengetahuan mengenai struktur bintang menempuh perjalanan yang panjang. Untuk mengetahuinya para astronom hanya mengandalkan penampakan bintang dari luar saja. Tulisan ini mencoba mengetengahkan bagaimana perjalanan itu berlangsung.

Apakah bintang itu?

Bintang-bintang. Sumber: wikipedia

Sebelum menyelam lebih dalam untuk mengetahui struktur bintang, orang harus dapat mendefinisikan terlebih dahulu apakah bintang itu sebenarnya berdasarkan penampakannya dari luar.

Sejak jaman dulu, orang mencoba menerka-nerka apa sebenarnya bintang itu, si bintik-bintik cahaya kecil di langit. Bahwa bintang sebenarnya adalah matahari-matahari lain yang letaknya sangat jauh, sudah dipostulatkan oleh filsuf-filsuf Yunani Kuno, Demokritus dan Epikurus, dan dipertegas pada 1584 oleh Giordano Bruno, seorang filsuf Italia, hingga akhirnya mencapai konsensus di kalangan astronom seabad kemudian.

Satu-satunya penghubung antara Matahari/bintang dan pengamat hanyalah cahayanya. Untuk dapat menjawab apakah sebenarnya bintang itu, cahaya inilah yang ’diubek-ubek’, dikumpulkan, disebarkan lagi, dipilah-pilah, ’diputar-putar’, dan sebagainya. Joseph von Fraunhofer pada 1814, melewatkan cahaya Matahari pada sebuah prisma. Dia mencatat dan memetakan sejumlah garis-garis gelap dalam spektrum Matahari, yang kemudian disebut sebagai garis-garis Fraunhofer. Gustav Robert Kirchhoff dan Robert Bunsen kemudian menemukan bahwa garis-garis tersebut berasal dari gas bertekanan rendah dan berhubungan dengan suatu elemen kimia yang berada di lapisan atas matahari. Fraunhofer juga kemudian menemukan bahwa bintang-bintang lain juga memiliki spektrum seperti Matahari, tetapi dengan pola garis-garis gelap yang berbeda. Jadi dari sini kemudian astronom berkesimpulan bahwa bintang sebenarnya adalah sebuah bola gas.

Garis-garis Fraunhofer. Sumber : Wikipedia

Penelitian spektrum bintang dapat mengungkap elemen apa saja yang ada di bintang, namun seberapa besar kelimpahan elemen ini baru bisa ditentukan pada 1925 setelah Cecilia Payne-Gaposchkin, dengan menggunakan teori ionisasi dari Meghnad Saha, berhasil mengungkapkan bahwa hidrogen adalah elemen kimia paling berlimpah. Jadi bintang adalah sebuah bola gas yang berpijar dengan hidrogen sebagai elemen paling berlimpah.

Pembangkitan energi di dalam bintang
OK, deal, bintang adalah bola gas yang berpijar dengan hidrogen adalah unsur paling berlimpah. Untuk mengetahui strukturnya, astronom melakukan pendekatan baik dari luar maupun dari dalam. Pendekatan dari luar dilakukan sesederhana pengamatan dari luar. Pendekatan dari dalam memunculkan satu pertanyaan penting: apa yang terjadi di pusat bintang? Bintang bisa bersinar haruslah ada energi yang dibangkitkan di bagian dalamnya.

Reaksi rantai proton-proton. Sumber: Wikipedia

Di pertengahan abad ke-19, Lord Kelvin dan Hermann von Helmholtz, dengan menggunakan teori konservasi energi mempostulatkan bahwa energi yang dihasilkan Matahari berasal dari pengerutan gravitasi. Proses pengerutan mengubah energi gravitasi menjadi energi panas dan meningkatkan suhu di inti Matahari. Dengan harga massa dan radius Matahari sekarang, dan kemudian membaginya dengan jumlah energi yang dipancarkannya, akan didapatkan usia Matahari berdasarkan mekanisme Kelvin-Helmholtz pada kisaran 18 juta tahun saja. Tentu saja hal ini bertentangan dengan bukti-bukti geologi dan biologi yang mendukung bahwa kehidupan sudah berlangsung selama miliaran tahun dan seharusnya Matahari sudah ada sejak saat itu. Walau begitu mekanisme Kelvin-Helmholtz penting pada masa-masa awal pembentukan Matahari.

Baca juga:  Mengapa Obyek Sabuk Kuiper Lebih Sulit Diamati?

Perkembangan fisika kuantum, menelurkan teori baru akan pembangkitan energi di dalam bintang. Adalah Sir Arthur Eddington pada 1920 yang mengemukakannya untuk pertama kali, melibatkan dua proton yang bergabung untuk membentuk satu inti helium dikuti dengan pelepasan energi. Pada 1939, Hans Bethe mengemukakan mekanisme daur proton-proton untuk pembangkitan energi di dalam bintang sekelas matahari, melengkapi teori mekanisme daur karbon-nitrogen-oksigen yang dikemukakan sebelumnya pada 1938 oleh Carl Friedrich von Weizsäcker.

Ketika Eddington mengungkapkan usulannya untuk pertama kali, didapati bahwa tekanan dan temperatur Matahari tidak cukup tinggi untuk melangsungkan pembakaran fusi hidrogen. Bethe melihat bahwa efek terowong dalam fisika kuantum dapat mengatasi masalah ini, sehingga reaksi fusi dapat terjadi dalam lingkungan dengan temperatur dan tekanan yang tidak terlalu tinggi. Daur proton-proton yang diusulkan oleh Hans Bethe adalah reaksi fusi yang tidak terlalu peka terhadap suhu dan berlangsung dengan lambat. Daur ini juga yang membuat bintang-bintang sekelas matahari dan yang lebih kecil dapat berumur jauh lebih panjang.

Di lain pihak, daur karbon-nitrogen-oksigen berlangsung pada temperatur dan tekanan yang tinggi yaitu saat energi kinetik mampu mengatasi penghalang gaya Coulomb. Daur karbon-nitrogen-oksigen berlangsung dengan laju cepat, sehingga sekali bintang memiliki cukup tekanan dan temperatur, daur ini akan lebih dominan ketimbang rantai proton-proton. Dengan daur CNO, terjadi semacam siklus melingkar, semakin tinggi temperatur, semakin cepat reaksi berlangsung, dan semakin cepat reaksi berlangsung, semakin tinggi temperatur. Daur ini yang dominan terjadi pada bintang-bintang yang lebih masif daripada matahari.

Reaksi daur CNO. Sumber : Wikipedia

Perbedaan mekanisme fusi nuklir di dalam bintang ini akan membuat perbedaan struktur bintang antara yang bermassa lebih kecil dari matahari dan yang lebih besar.

Penghantaran energi

Mengetahui cara energi diangkut keluar dari pusat bintang adalah penting ketika kita ingin mengetahui struktur bintang. Kita mengenal berbagai cara perpindahan energi: konduksi, konveksi, dan radiasi. Di dalam bintang, energi utamanya diangkut dengan dua cara, yaitu konveksi dan radiasi. Perbedaan mekanisme pembangkitan energi yang telah diuraikan di atas membuat struktur bintang sekelas matahari dan yang lebih kecil berbeda dengan struktur bintang yang lebih masif.

Struktur bintang sekelas matahari atau yang lebih kecil
Konveksi terjadi ketika terdapat perbedaan temperatur yang cukup besar antara dua lapisan fluida. Gas dan plasma, dua wujud zat di dalam bintang, berlaku sebagai fluida. Dalam konveksi, energi dibawa oleh materi yang bergerak dari lapisan yang bertemperatur tinggi ke rendah. Seperti yang telah dibicarakan di atas, pembangkitan energi pada bintang-bintang sekelas matahari atau yang lebih kecil, terutama ditempuh melalui mekanisme rantai proton-proton yang tidak terlalu peka terhadap suhu. Hal ini menyebabkan temperatur pada lapisan-lapisan di bagian inti tidak terlalu jauh berbeda sehingga konveksi tidak terjadi. Energi di bagian inti diangkut keluar dengan cara radiasi.

Baca juga:  Jumlah Materi Gelap Untuk Pembentukan Bintang Dalam Galaksi

Sebaliknya di bagian luar bintang, temperatur cukup rendah sehingga mengijinkan atom hidrogen berada dalam keadaan netral. Pada satu titik di dalam bintang antara inti dan permukaan, foton-foton berenergi tinggi dalam panjang gelombang ultra violet yang diradiasikan dari inti kemudian diserap oleh hidrogen-hidrogen netral untuk mengionisasi diri, sehingga seolah-olah lapisan ini menjadi tidak tembus cahaya ultra violet. Dari titik ini penghantaran dengan cara radiasi berhenti dan energi kemudian diangkut secara konveksi.

Struktur Matahari. Sumber : WIkipedia

Jadi untuk bintang-bintang sekelas matahari atau yang lebih kecil, lapisan radiasi dominan di bagian inti sementara lapisan konveksi dominan di bagian luar.

Struktur bintang yang lebih masif dari matahari

Zona konveksi dan radiasi dari bintang-bintang dengan massa berbeda. Sumber: Wikipedia

Pada bintang-bintang bermassa lebih besar daripada matahari, reaksi CNO yang sangat peka pada temperatur membuat gradien temperatur di inti sangat besar. Semakin dalam kita masuk ke lapisan-lapisan di bagian inti maka semakin tinggi temperatur, sehingga semakin cepat reaksi berlangsung. Semakin cepat reaksi berlangsung, berakibat pada semakin tingginya temperatur, begitu seterusnya, sehingga perbedaan temperatur antar lapisan di bagian inti menjadi begitu besar yang membuat pengangkutan energi di pusat diangkut dengan cara konveksi.

Energi yang begitu besar yang dibangkitkan dari reaksi CNO membuat bagian luar bintang juga memiliki temperatur yang tinggi sehingga hampir semua atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi. Hal ini menyebabkan foton-foton ultra violet tidak menemui ’halangan’ dan lolos begitu saja, sehingga penghantaran energi dengan cara radiasi lebih dominan di bagian kulit bintang.

Jadi untuk bintang-bintang yang lebih masif daripada matahari, lapisan radiasi dominan di bagian kulit/luar sementara lapisan konveksi dominan di bagian inti.

Avatar photo

Gabriel Iwan

Lulusan magister astronomi ITB yang kini aktif di dunia pendidikan ini, aktif pula menulis artikel-artikel mengenai astronomi di wikipedia Indonesia, dalam upaya menyumbangkan pengetahuannya. Gabriel atau yang biasa dipanggil Iwan atau Gaby ini memiliki keahlian dalam hal instrumentasi dan pengamatan.

8 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini