fbpx
langitselatan
Beranda » Mengendus Keberadaan Planet di Piringan Bintang Muda

Mengendus Keberadaan Planet di Piringan Bintang Muda

Astronom saat ini bisa mempelajari piringan pembentuk planet disekitar bintang muda yang serupa Matahari, yang dengan jelas memperlihatkan gerak dan distribusi gas pada bagian dalam piringan. Hasilnya diperkirakan bisa mendeteksi keberadaan planet raksasa. Semua ini dimungkinkan dengan menggunakan metode pengamatan dari Very Large Telescope (VLT) milik ESO.

Piringan pembentuk planet yang berada di sekitar bintang muda. Kredit : ESO

Planet merupakan rumah bagi terbentuknya kehidupan, karena itu penelitian pada planet extrasolar menjadi salah satu komponen penting untuk bisa mengungkap misteri kehidupan tersebut. Lebih dari 300 planet telah diketahui mengorbit bintang selain Matahari, dan tak bisa dipungkiri dunia baru yang ditemukan itu memiliki perbedaan-perbedaan yang menakjubkan dalam karakteristiknya, sekaligus menantang manusia untuk mengungkapnya. Namun, tidak berarti astronom hanya melihat dan mencari pada sistem dimana planet sudah tersebentuk. Mereka juga mencari dan mendapatkan pemahaman baru dengan mempelajari piringan disekitar bintang muda dimana planet akan terbentuk. Ini seperti kita pergi menjelajah waktu 4,6 milyar tahun lalu ke masa pembentukan Tata Surya.

Klau Pontoppidan dan teman-temannya menganalisis 3 bintang yang analog dengan Matahari yang sekelilingnya memiliki piringan gas dan debu yang merupakan pabrik terbentuknya planet. Ketiga piringan tersebut baru berusia beberapa juta tahun dan diketahui memiliki gap atau lubang di dalamnya. gap atau lubang tersebut mengindikasikan area dimana debu telah bersih dan kemungkinannya telah terbentuk planet muda.

Hasil tersebut tidak saja mengkonfirmasikan kalau gas memang ada di dalam gap dalam debu, namun juga memungkinkan astronom untuk mengukur bagaimana gas terdistribusi di dalam piringan dan orientasi piringannya. Dalam area yang sebunya sudah tersapu bersih, gas molekul masih sangat tinggi kelimpahannya. Ini bisa memberikan kesimpulan kalau debu tersebut menggumpal dan membentuk emrio planet, atau planet telah terbentuk dan sedang dalam proses membersihkan gas di dalam piringan.

Salah satu bintang yang diamati, SR 21, diperkirakan memiliki planet raksasa masif yang mengorbit bintang pada jarak kurang lebih 3,5 kali jarak Bumi – Matahari. Bintang kedua, HD 135344B, kemungkinannya memiliki planet yang mengorbit pada jarak 10-20 kali jarak Bumi-Matahari. Sedangkan observasi pada bintang ke-3, TW Hydrae juga memperlihatkan kemungkinan adanya 1 atau 2 planet yang mengorbit.

Observasi yang dilakukan menggunakan instrumen CRIRES pada VLT milik ESO berhasil mengungkap piringan ketiga bintang muda, yang memiliki bintang sekelas Matahari sebagai induknya. Ketiganya menunjukan adanya perbedaan yang akan membawa mereka memiliki sistem planet yang juga berbeda. “Yang pasti alam semesta tidak akan mengulang hal yang sama dan memiliki sesuatu yang sama persis”, simpul Pontoppidan.

Pengamatan seperti ini akan menjadi pelengkap dari kerja masa depan observatorium ALMA yang akan memotret piringan tersebut dengan lebih detil dalam skala yang lebih besar.

Baca juga:  Proxima c, Kandidat Planet Kedua Pada Bintang Terdekat

Untuk mempelajari gaps atau lubang dalam piringan debu yang seukuran Tata Surya disekitar bintang yang berada pada jarak 400 tahun cahaya, para astronom menggunakan teknik pencitraan spektro-astrometrik. Teknik ini memberi kesempatan bagi para astronom unuk melongok ke area bagian dalam piringan, tempat dimana planet mirip Bumi mungkin saja terbentuk. Dengan demikian, para astronom tak hanya bisa mengukur jarak sekecil 1/10 jarak Bumi-Matahari namun juga bisa mengukur kecepatan gas di saat yang sama.

Sumber : ESO

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini