fbpx
langitselatan
Beranda » Membangun Peradaban dengan Astronomi

Membangun Peradaban dengan Astronomi

Pernahkah terbayang masa ketika antariksa sudah tidak hanya dilihat dan dipandang saja. Benda-benda antariksa sudah mulai dieksploitasi, eksplorasi dunia yang benar-benar baru yang tidak pernah terbayangkan. Bayangkan saja kehidupan sudah tidak dibatasi hanya di bawah atmosfer, tapi jauh di luarnya. Dengan kondisi gravitasi nol, melintasi ruang hampa, manuver-manuver menghindari lintasan orbit asteroid, mengunjungi planet-planet yang layak huni atau bahkan menemukan kehidupan yang tidak terbayang sebelumnya. Menjelajah ke bintang bahkan galaksi yang jauh dan menemukan hal-hal baru yang tidak ditemukan pada sistem bintang kita, Matahari, atau bahkan tidak ditemukan di galaksi kita, Bimasakti. Semua itu sudah bukan lagi angan-angan dan impian. Masa eksplorasi antariksa sudah dekat dan semua dimulai dari kesadaran masyarakat akan astronomi.

Sudah sering kali didengar, astronomi menuntun masyarakat dan peradaban ke arah hal-hal yang luar biasa dan fenomenal. Tengok saja kisah dibalik bangunan purbakala seperti stone henge yang memperlihatkan posisi matahari di saat summer solstice dan winter solstice; Piramid terkenal di Giza dengan orientasi arah yang akurat; Istana suku Maya di Yucatan yang pada saat-saat tertentu Matahari yang menyinari bangunan itu dapat membentuk bayangan ular menjalar sepanjang tangganya; bahkan Candi Borobudur diduga dijadikan tempat bagi Gunadharma untuk melihat ke arah horizon mencari bintang polaris. Masih banyak lagi bangunan purbakala dan manuskrip kuno yang luar biasa jika dikaitkan dengan ilmu astronomi. Pengetahuan akan astronomi di masa itu benar-benar terdengar jauh lebih maju hingga menghasilkan bangunan-bangunan yang fenomenal dan terkenal hingga ke seluruh dunia.

Kondisi yang diduga memberikan inspirasi kepada peradaban dan masyarakat terdahulu dapat dibayangkan jika kita berada pada lingkungan yang benar-benar gelap hingga menghadirkan pertunjukan langit yang luar biasa. Pernah saya membayangkan apa jadinya jika kota besar seperti Jakarta mati lampu beberapa menit atau selama satu jam saja dan orang-orang kota bisa melihat indahnya sungai di angkasa yang membentang berisikan bintang-bintang dan galaksi serta nebula yang menandakan galaksi yang kita tempati, Bimasakti. Pada kondisi lingkungan tanpa polusi cahaya di masa dulu dan belum adanya hiburan dalam rumah, sudah sepantasnya masyarakat dulu sangat mengenal keindahan dan kemegahan langit dan menjadikannya pedoman dalam membangun hal-hal yang luar biasa.

Di satu sisi peradaban dapat selaras dengan astronomi menghadirkan hal-hal yang luar biasa dan terkenal hingga ke seluruh dunia, di sisi lain peradaban menghalang-halangi keindahan astronomi dengan lampu yang berbinar-binar dan kesenangan hiburan dalam ruangan. Peradaban yang kini dikenal memang mengarah pada terlupakannya keindahan langit, namun tidak mustahil untuk menghadirkan hal-hal yang luar biasa dari peradaban yang sudah memiliki teknologi maju seperti sekarang. Dengan menggabungkan berbagai disiplin ilmu berbeda, negara-negara maju sudah bergerak sebagai pendahulu dalam mengeksplorasi luar angkasa. International Space Station (ISS) sebagai gabungan dari berbagai stasiun negara-negara berlainan dipadu pada orbit di luar bumi. Bahkan negara tetangga kita akan mengirimkan salah seorang warganya yang kini sedang dilatih di Moscow untuk melakukan studinya di gravitasi nol di ISS.

Baca juga:  Bagaimana Menghitung Faktor Korelasi Bintik Matahari?

Sudah saatnya Indonesia mulai sadar akan luar biasanya astronomi bisa memandu masyarakat menghasilkan hal yang fenomenal. Dimulai dengan berkumpulnya astronom profesional, peminat astronomi dan masyarakat awam yang ingin mulai mengenal astronomi yang berasal dari latar belakang ilmu dan wilayah yang berbeda pada satu tempat. Dari satu tempat, seperti gathering pada bulan Agustus ini, mari mulai memikirkan untuk menoreh jejak peradaban masyarakat kita.

tulisan ini telah dimuat dalam rubrik Tentang, Media Indonesia, Rabu 11 Juli 2007

Avatar photo

D. Dewantara

Alumni astronomi ITB, dengan topik kajian tugas akhirnya tentang hasil dari tabrakan asteroid ke Bumi, besar gempa dan tsunami. Mengkaji hubungan empiris ukuran asteroid tersebut dengan besar tsunami dan gempa.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini