fbpx
langitselatan
Beranda » Menyingkap Cerita Semesta dengan Bantuan Kecerdasan Buatan

Menyingkap Cerita Semesta dengan Bantuan Kecerdasan Buatan

Untuk memahami evolusi Alam Semesta, para astronom menggunakan berbagai persamaan kompleks. Tapi kecerdasan buatan mengubah semuanya.  

 Kiri: Perbesaran bagian Alam Semesta yang diamati oleh Sloan Digital Sky Survey. Kanan: Galaksi tiruan yang terbentuk dalam simulasi materi gelap. Kredit: Takahiro Nishimichi
Kiri: Perbesaran bagian Alam Semesta yang diamati oleh Sloan Digital Sky Survey. Kanan: Galaksi tiruan yang terbentuk dalam simulasi materi gelap. Kredit: Takahiro Nishimichi

Ada hal-hal yang kita belum tahu ataupun belum bisa memastikan, maka para ilmuwan harus membuat perkiraan atau estimasi nilainya lewat persamaan. Nilai ini dihasilkan dalam berbagai simulasi berbeda, dan yang terbaik tentu saja yang cocok dengan hasil pengamatan yang nyata dari kosmos.

Untuk memecahkan berbagai persamaan kompleks tentu butuh waktu dan dana. Akan tetapi, teknik baru yang menggabungkan kecerdasan buatan dan mahadata astronomi justru mempermudah astronom untuk memecahkan persamaan kompleks. 

Tim astronom membangun emulator dengan kecerdasan buatan untuk menganalisis distribusi galaksi dalam simulasi maupun dari data pengamatan dan menebak elemen atau parameter apa saja yang menghasilkan pola yang terbentuk. 

Dan tentu saja… ini bukan pekerjaan sebentar. Butuh lusinan jam pemakaian dari superkomputer untuk menjalankan simulasi tersebut. Tapi, dengan emulator, hasil simulasi bisa langsung diperoleh. Waktu yang dibutuhkan… secepat satu detik waktunya CPU di laptop! Waktu CPU adalah waktu yang dibutuhkan komputer untuk menjalankan proses secara aktif.

Yang pertama kali dilakukan tim astronom ini adalah melatih emulator dengan data simulasi yang dihasilkan ATERUI II.  Aterui II adalah superkomputer paling kencang yang didedikasikan khusus untuk astronomi dan dioperasikan oleh National Astronomical Observatory of Japan (NAOJ).

Setelah itu, para astronom menggunakan data pengamatan Sloan Digital Sky Survey untuk distribusi galaksi dan disimulasikan dengan emulator tersebut.

Hasilnya sangat baik: Para astronom bisa mengonfirmasi kontribusi materi itu hanya 30% pada energi di alam semesta. Sisanya, 70%, merupakan energi gelap yang menyebabkan alam semesta mengembang. Hasil analisis juga memperlihatkan hasil dengan tingkat akurasi yang tinggi dibanding hasil analisis dengan metode konvensional. 

Kelak, jika digabungkan dengan data penelitian yang sedang berlangsung dan akan dibuat, emulator ini bisa menceritakan lebih banyak lagi tentang alam semesta tempat tinggal kita ini. 

Citra: Kiri: Perbesaran bagian Alam Semesta yang diamati oleh Sloan Digital Sky Survey. Kanan: Galaksi tiruan yang terbentuk dalam simulasi materi gelap. Kredit: Takahiro Nishimichi

Fakta keren:

Dalam satu detik, Aterui II bisa memecahkan tiga triliun operasi matematika. Tiga triliun! Tiga diikuti 12 nol!


Sumber: Artikel ini merupakan publikasi ulang yang dikembangkan dari Space Scoop Universe Awareness edisi Indonesia. Space Scoop edisi Indonesia diterjemahkan oleh langitselatan.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini