fbpx
langitselatan
Beranda » Planet Bumi, Si Kelereng Biru Rumah Kita

Planet Bumi, Si Kelereng Biru Rumah Kita

Planet Bumi adalah satu-satunya planet yang kita ketahui memiliki kehidupan. Sampai saat ini, belum ditemukan planet lain yang mendukung kehidupan di Tata Surya maupun di bintang lain.

Bumi dalam 3D. Kredit: Tomas Griger/Canva
Bumi dalam 3D. Kredit: Tomas Griger/Canva

Agak berbeda dari planet lain di Tata Surya, nama Bumi tidak berasal dari nama dewa Yunani ataupun Romawi. Bumi atau Earth (bahasa inggris), berasal dari bahasa Jerman kuno, Erde, dan bahasa Inggris kuno Eorthe, yang berarti tanah. Sementara itu, Bumi justru berasal dari bahasa sansekerta Bhumi yang juga berarti tanah.

Bumi adalah tempat kita berpijak dan rumah bagi makhluk hidup. Tentunya makhluk hidup yang kita kenal seperti manusia, hewan, tumbuhan, jamur, mikroorganisme. Dari Bumi inilah manusia mencoba mempelajari benda-benda langit yang dilihatnya. Sehingga akhirnya kita pun mengetahui bahwa Bumi adalah salah satu planet yang mengelilingi Tata Surya.

Bumi Yang Hangat

Bumi memang unik. Planet ketiga dari Tata Surya ini merupakan planet terbesar kelima dalam sistem yang mengelilingi Matahari. Di antara semua planet, Bumi memang memiliki kemiripan dengan Venus sehingga sering dianggap dua planet kembar. Tapi ukuran Bumi sedikit lebih besar dari Venus yakni 12.756 km dengan massa 5.972.000.000.000.000.000.000.000 kg (5,9 triliun triliun).

Meskipun Bumi memiliki kemiripan dengan Venus dan dianggap kembar, tetap saja ada perbedaan. Bumi merupakan planet yang punya kehidupan. Bahkan sampai saat ini belum ada planet lain di Tata Surya maupun di bintang lain yang memiliki kehidupan seperti di Bumi.

Kehidupan di Bumi bisa terbentuk dan bertahan, karena Bumi punya air dalam wujud cair. Diperkirakan, 71% permukaan Bumi adalah lautan sedangkan daratan hanya 29%. Dari seluruh air yang ada di Bumi, 97% adalah air asin dan hanya ada 3% air tawar.

Bumi bisa punya lautan karena planet yang juga rumah kita ini berada pada jarak yang ideal dari Matahari. Bumi berada pada jarak 150.000.000 km dari Matahari. Pada jarak tersebut, temperatur permukaannya cukup hangat yakni 14ºC sehingga air di permukaan Bumi bisa tetap cair. Seandainya Bumi terlalu dekat dengan matahari, maka air bisa menguap sedangkan kalau terlalu jauh, air justru membeku jadi es.

Meskipun temperatur permukaan Bumi 14ºC, secara umum temperatur di Bumi bervariasi, dari – 90ºC — 70ºC. Dari catatan pemantauan temperatur di Bumi, area terpanas adalah Gurun Lut di Iran dengan temperatur 70,7ºC dan yang paling dingin di Dataran Tinggi Antartika, tepatnya di lokasi stasiun Vostok dengan temperatur -89,2ºC.

Ketika Bumi Berputar

Ilustrasi terjadinya siang dan malam. Ketika Bumi berputar, sisi Bumi yang menerima cahaya Matahari akan mengalami siang sedangkan yang tidak menerima cahaya Matahari mengalami malam. Kredit: langitselatan
Ilustrasi terjadinya siang dan malam. Ketika Bumi berputar, sisi Bumi yang menerima cahaya Matahari akan mengalami siang sedangkan yang tidak menerima cahaya Matahari mengalami malam. Kredit: langitselatan

Sama seperti planet lainnya, Bumi juga berotasi pada porosnya sekaligus juga bergerak mengelilingi Matahari. Ketika Bumi berputar pada porosnya, kita bisa merasakan efeknya, yakni terjadinya siang dan malam. Ketika Bumi berputar, sisi permukaan Bumi yang berhadapan dengan Matahari akan menerima cahaya sedangkan sisi yang tidak berhadapan dengan Matahari, tidak menerima cahaya dan mengalami kegelapan. Bagian permukaan Bumi yang menerima cahaya inilah yang mengalami siang, sedangkan daerah yang gelap mengalami malam.

Seharusnya, malam hari di Bumi itu gelap gulita. Akan tetapi, Bumi punya satelit bernama Bulan yang memantulkan cahaya Matahari sehingga malam pun masih cukup terang. Bulan adalah satu-satunya satelit pengiring Bumi. Kehadiran Bulan juga sangat membantu Bumi dalam mengatur kestabilan iklim di Bumi.

Tak cuma itu. Poros Bumi tidak tegak lurus melainkan miring 23,5º. Kemiringan tersebut berpengaruh pada perubahan musim di Bumi (musim panas, dingin, gugur dan semi). Karena sumbu yang miring dan Bumi juga berputar mengelilingi Matahari, ada kalanya kutub Utara lebih dekat ke Matahari dan lebih banyak menerima cahaya Matahari, dan sebaliknya.

Baca juga:  Katai Coklat Yang Mengorbit Bintang Muda

Selain siang malam dan pergantian musim, rotasi dan revolusi Bumi juga menjadi penentu waktu di Bumi. Waktu yang dibutuhkan Bumi untuk berputar pada porosnya inilah yang didefinisikan sebagai satu hari, sedangkan waktu untuk mengitari Matahari didefinisikan sebagai satu tahun.

Waktu yang dibutuhkan Bumi untuk berputar pada sumbunya tidak tepat 24 jam melainkan 23 jam 56 menit 4 detik. Perbedaan waktu rotasi selama hampir 4 menit ini terjadi karena selain berputar pada sumbunya, Bumi juga mengelilingi Matahari. Karena itu, patokan yang digunakan untuk penentuan hari adalah waktu yang dibutuhkan Matahari untuk kembali ke posisi yang sama. Supaya Matahari kembali ke titik yang sama maka dalam setiap satu putaran, Bumi harus menambah 1 derajat agar Matahari kembali pada posisi yang sama. Itu satu hari.

Untuk menyelesaikan satu putaran mengelilingi Matahari, planet Bumi berputar pada porosnya sebanyak 365,25 kali atau selama 365,25 hari untuk mengelilingi Matahari. Tapi, satu tahun yang kita kenal adalah 365 hari.

Jadi, jika satu tahun 365,25 hari tentu membingungkan untuk pergantian tahun. Maka disepakati satu tahun “hanya” 365 hari dan sisa 1/4 hari digabungkan dengan sisa 1/4 hari tahun-tahun berikutnya. Akibatnya, setiap 4 tahun, ada penambahan satu hari menjadi 366 hari. Tahun tersebut dikenal sebagai tahun kabisat.

Struktur & Atmosfer Bumi

Struktur Bumi. Kredit: langitselatan
Struktur Bumi. Kredit: langitselatan

Sama halnya seperti Merkurius, dan Venus, Bumi adalah planet yang disusun oleh batuan. Bahkan, Bumi adalah planet batuan terbesar di antara 4 planet batuan di Tata Surya.

Bumi termasuk planet yang berlimpah dengan air dan permukaannya selalu mengalami perubahan sejak terbentuk 4,6 miliar tahun lalu. Perubahan itu terjadi akibat erosi maupun aktivitas tektonik seperti gempa bumi.

Sama seperti planet lainnya, Bumi juga bentuknya bulat meskipun tidak bulat sempurna. Bumi berbentuk bulat pipih dengan area khatulistiwa agak gendut atau menonjol. Jadi, diameter daerah khatulistiwa lebih besar sekitar 43 km dibanding diameter yang diukur dari kutub ke kutub.

Di dalam Bumi atau lebih tepatnya di bawah permukaan Bumi, ada beberapa lapisan sampai ke inti Bumi. Lapisan terluar yang jadi permukaan tempat kita berpijak adalah kerak batuan yang temperaturnya “cuma’ 22ºC. Akan tetapi, jika kita bisa masuk ke dalam Bumi, maka lapisan di bawah permukaan ini akan semakin panas.

Di bawah kerak batuan, ada mantel yang disusun oleh campuran beragam batuan cair dan mineral yang didominasi oleh silikat. Unsur lainnya yang membentuk lapisan ini adalah besi, oksigen, magnesium, dan alumunium.  Pada lapisan inilah terjadi pergerakan lempeng tektonik yang bisa menyebabkan terjadinya gempa saat saling bertabrakan. Mantel batuan panas ini temperaturnya sekitar 3000ºC dengan ketebalan 2900 km! Mantel Bumi terbagi dua yakni mantel atas yang disusun oleh campuran batuan cair sedangkan mantel bawah merupakan batuan padat.

Semakin ke inti, maka semakin panas. Di bawah mantel batuan ada inti luar cair dengan suhu 4400ºC. Inti luar cair ini disusun dari perpaduan besi, nikel, belerang, dan oksigen. Lapisan paling dalam adalah inti dalam berupa bola logam padat yang disusun oleh paduan besi dan nikel. Temperaturnya, 5400ºC!

Bumi juga punya lapisan gas yang cukup tebal yang kita kenal sebagai atmosfer. Lapisan atmosfer Bumi kaya dengan gas nitrogen dan oksigen. Jika di Venus kehadiran atmosfer karbon dioksida membuat planet tersebut jadi sangat panas, atmosfer Bumi justru memegang peran penting untuk menjaga temperatur permukaan tetap hangat. Selain itu, atmosfer juga berfungsi sebagai perisai yang melindungi Bumi dari meteoroid.

Baca juga:  Fenomena Langit Bulan Mei 2022

Tanpa atmosfer, laut membeku dan kehidupan pun tak pernah bisa bertahan.

Bumi Dari Antariksa

Kalau kita keluar dan melihat ke langit, kita bisa melihat planet-planet lain. Ada yang bisa dilihat dengan mata telanjang seperti Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus, ada pula yang membutuhkan teleskop seperti Uranus dan Neptunus.

Tapi bagaimana dengan penampakan Bumi? Mirip dengan ketika kita melihat planet lain yang hanya tampak sebagai titik terang di langit malam, Bumi pun tampak seperti titik redup di langit. Untuk memuaskan keingintahuan kita, kami tampilkan beberapa foto Bumi yang dipotret oleh Wahana Antariksa yang sedang menjelajah Tata Surya.

Foto pertama Bumi diambil oleh Lunar Orbiter 1 yang memperlihatkan Bumi terbit dilihat dari Bulan. Foto hitam putih ini menjadi saksi sejarah untuk pertama kalinya kita bisa melihat bentuk Bumi dari jauh. Foto Bumi terbit berwarna baru dipotret pada tahun 1968 oleh astronaut William Anders dalam misi Apollo 8. Dan foto Bumi, si Kelereng Biru yang terkenal dipotret pada tahun 1972 saat misi Apollo 17.

Foto Bumi dari jarak terjauh sampai saat ini dipotret oleh Wahana Voyager 1 pada tahun 1990 dari jarak 6 miliar km atau lebih jauh dari Neptunus. Bumi tampak seperti titik biru pucat, dan dari foto inilah julukan Bumi, Si Titik Biru Pucat, diberikan oleh Carl Sagan.

Foto lainnya berasal dari Wahana Cassini di Saturnus, Wahana MESSENGER dari Merkurius, dan Mars Reconnaissance Orbiter yang memotret Bumi dan Bulan.


Baca juga: Infografik: Siang & Malam

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

1 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini