fbpx
langitselatan
Beranda » Observatorium Astronomi Lampung: Jendela Astronomi dari Sumatera

Observatorium Astronomi Lampung: Jendela Astronomi dari Sumatera

Satu lagi Observatorium akan hadir di Indonesia. Observatorium Astronomi Lampung akan dibangun di Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) Wan Abdul Rahman di Gunung Betung, Lampung.

Gagasan Menuju Observatorium ITERA

Foto bersama saat groundbreaking atau upacara peletakan batu pertama pembangunan Observatorium Astronomi Lampung. Kredit: ITERA
Foto bersama saat groundbreaking atau upacara peletakan batu pertama pembangunan Observatorium Astronomi Lampung. Kredit: ITERA

Observatorium Astronomi Lampung atau Lampung Astronomical Observatory (LAO) akan menjadi pengawas langit lainnya dari area barat Indonesia. LAO merupakan hasil kerja sama Institut Teknologi Sumatera (ITERA) dengan Institut Teknologi Bandung dan Pemerintah Daerah Lampung.   Dalam konsorsium tiga lembaga ini, Pemerintah Daerah Lampung merupakan penyandang dana utama pembagunan observatorium. Untuk penyediaan tenaga kepakaran dan sumber daya manusia akan menjadi tanggung jawab ITB, sedangkan pengelolaan observatorium diserahkan pada UPT Observatorum Astronomi ITERA Lampung (OAIL).

LAO dimulai tahun 2016 dari gagasan untuk membangun laboratorium keantariksaan yang mendukung aktivitas Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan yang dikenal dengan nama IAO ESSECS atau ITERA Astronomical Observatory Earth & Space Science Education Center. Untuk itu, pemerintah daerah Lampung memberikan lahan seluas 30 Ha sebagai lokasi observatorium di puncak Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman, Gunung Betung, Lampung.

Penetapan lokasi LAO memang berbeda dengan pendirian observatorium pada umumnya. Secara umum, penentuan lokasi observatorium membutuhkan kajian langit seperti jumlah malam cerah dalam setahun, kecerlangan langit, kestabilan transparansi langit,  maupun kenampakan. Hal ini penting karena dapat memengaruhi hasil pengamatan. Itu yang dilakukan untuk penentuan lokasi Observatorium Nasional Timau.

Mengingat lokasi LAO merupakan pemberian pemda Lampung, maka pengukuran kecerlangan langit, kenampakan, kestabilan transparansi langit, maupun sintilasi baru dilakukan kemudian. Tujuannya untuk mengetahui batasan dalam pengamatan sehingga program yang dibuat dan instrumen yang dipasang bisa dimaksimalkan penggunaannya.

Hasil pengukuran tim pengamat ITERA memperlihatkan tingkat polusi cahaya yang lebih rendah dari Observatorium Bosscha dengan kenampakan langit di Gunung Betung antara 0,8’’ – 1”. Kondisi ini cukup bagus meskipun hasil pengamatan memperlihatkan transparansi langit di Gunung Betung yang besar ke arah horison. Artinya, semakin ke horison atau ufuk, atmosfer semakin tebal dan tidak ideal untuk pengamatan. Jadi pengamatan terbaik bisa dilakukan untuk objek-objek yang berada di meridian pengamat.

Tak bisa dipungkiri kalau lokasi LAO tidak seideal lokasi Observatorium Nasional Timau di NTT yang lebih gelap dengan turbulensi atmosfernya yang juga kecil. Tapi tidak berarti observatorium tidak bisa didirikan di lokasi ini. Batasan yang ada justru menjadi acuan penting untuk menentukan program penelitian apa saja yang bisa dilakukan.  Dari data pengukuran awal inilah tujuan dibuat, program dirancang dan instrumen observatorium ditentukan.

Observatorium Publik di Sumatera

Rencana pembangunan Observatorium Astronomi Lampung atau Lampung Astronomical Observatory (LAO). Kredit: ITERA
Rencana pembangunan Observatorium Astronomi Lampung atau Lampung Astronomical Observatory (LAO). Kredit: ITERA

Sejak awal, Observatorium Astronomi Lampung sudah dirancang sebagai observatorium publik. Pemilihan LAO sebagai observatorium publik tak lepas dari minat masyarakat pada astronomi yang terus meningkat. Tentu saja dengan tidak menafikan keterbatasan kondisi langit di area Gunung Betung.

Sebagai observatorium publik, LAO akan melayani kebutuhan masyarakat dalam hal astronomi, pusat pengembangan hobi dan pendidikan astronomi di wilayah Sumatera dan Indonesia. Tak pelak, LAO akan menjadi ikon pendidikan Lampung dan wahana wisata pendidikan bagi masyarakat.

Observatorium ini dirancang untuk menjadi pusat edukasi astronomi yang membina generasi muda pecinta astronomi di Sumatera lewat berbagai pelatihan. Di antaranya adalah pelatihan astrofotografi, pelatihan olimpiade astronomi, maupun pusat edukasi dan kerjasama antar perguruan tinggi di Sumatera. Tentu saja LAO tidak hanya berfungsi sebagai pusat edukasi dan wisata. Observatorium ini akan melayani riset yang dilakukan program studi Sains Atmosfer dan Keplanetan serta membangun jejaring internasional.

Baca juga:  Astro Wicara Bersama Dr. Hakim L. Malasan - sesi 3

Untuk memenuhi kebutuhan riset maupun layanan publik, maka zona LAO akan dibagi menjadi 3 yakni zona publik, zona amatir, dan zona riset.

Pada zona publik atau tepatnya di ITERA Astronomical Observatory Center, akan disiapkan planetarium dengan kapasitas 300 pengunjung, galeri, teleskop portabel diameter 0,3 – 0,7 meter dan teleskop Matahari. Selain itu direncanakan juga akan dibangun taman dengan tema astronomi khususnya dalam hal arkeoastronomi.

Sebelum mencapai zona riset, ada zona amatir yang khusus dibuat untuk kebutuhan pengamatan astronom amatir. Pada area ini akan ada dek pengamatan dengan teleskop yang disiapkan untuk pengamatan medan luas dan astrofotografi. Astronom amatir yang ingin melakukan pengamatan bisa memilih untuk menggunakan peralatan mandiri atau teleskop yang sudah disediakan.

Keberadaan zona publik dan amatir akan menjadi daya tarik tersendiri bagi LAO karena masyarakat bisa ikut bergabung untuk melakukan pengamatan gerhana, hujan meteor maupun hilal. Meskipun untuk pengamatan hilal tidak optimum dilakukan dari LAO.

Khusus untuk zona riset, akan dipasang teleskop optik 2,5 meter dengan spektograf Echelle resolusi tinggi dan kamera CCD format besar, yang ditempatkan di puncak area observatorium dengan ketinggian 1000 – 1200 meter.  Teleskop 2,5 meter ini dirancang dengan model optik Ritchey-Chrétien yang menggunakan cermin primer dan sekunder berbentuk hiperbola untuk mengatasi aberasi koma pada optik.

Riset di Gunung Betung

Citra langit dari lokasi LAO. Kredit: LAO / ITERA
Citra langit dari lokasi LAO. Kredit: LAO / ITERA

Observatorium Astronomi Lampung atau juga dikenal sebagai Observatorium Astronomi ITERA Lampung atau Lampung Astronomical Observatory akan menjadi jendela pendidikan dan riset astronomi di area Sumatera. Sebagai satu-satunya observatorium di Sumatera, LAO akan memimpin riset astronomi untuk kawasan ini, meskipun tidak dipungkiri kalau masih banyak keterbatasan yang harus dimaksimalkan untuk pengamatan.

Kondisi langit menjadi syarat utama sebuah observatorium. Tanpa langit yang mendukung, pengamatan tidak bisa dilakukan. Kondisi langit di Gunung Betung tidak berbeda jauh dari kondisi Lembang. Malam cerah dalam setahun hanya sekitar 200 malam dan itu pun bisa berkurang sampai 100 malam per tahun. Hasil pengukuran kecerlangan langit di Gunung Betung memberi batasan 21,5 magnitudo per detik busur kuadrat dengan kenampakan maksimal yang cukup baik bisa sampai 0.8”. Dari hasil ini, spektograf slit Echelle resolusi tinggi merupakan instrumen yang paling cocok untuk dipasang di teleskop LAO 2,5 meter. Untuk masalah polusi cahaya, Kamera CCD format besar akan dilengkapi dengan filter yang bisa menapis cahaya yang tidak seharusnya terdeteksi pada panjang gelombang yang sedang diamati. Singkatnya, filter ini akan menapis polusi cahaya dari lampu kota.

Dengan fasilitas pengamatan yang ada, penelitian akan difokuskan pada studi exoplanet, objek galaktik, maupun pengamatan objek yang bergantung waktu seperti nova maupun supernova. Instrumen yang ditempatkan di LAO tidak dirancang untuk melakukan survei langit karena kondisi langit yang tidak mendukung. Dari rencana yang ada, di masa depan LAO memang diharapkan akan menjadi bagian dari jejaring pengamatan.

Baca juga:  Komet Hijau C/2022 E3 (ZTF) di Awal Tahun 2023

Menurut Dr. Hakim L. Malasan, Kepala Observatorium Astronomi Lampung, kekuatan LAO ada pada studi resolusi tinggi karena adanya kemungkinan perubahan tata ruang dan pola iklim tropis yang berbeda dari negara 4 musim. Dengan iklim seperti Indonesia, kelembapan udara juga tinggi sehingga pemilihan instrumen pengamatan harus yang kompak, tanrawat, dan bisa bertahan untuk jangka panjang.

Pengamatan exoplanet akan jadi salah satu target LAO. Tapi, fokus pengamatan bukan untuk menemukan planet-planet baru, meskipun instrumen yang ada bisa digunakan untuk pengamatan kecepatan radial dan mendeteksi goyangan pada bintang. Untuk exoplanet, LAO akan menitikberatkan pengamatan spektroskopi exoplanet yang sudah ditemukan untuk mencari tahu keberadaan atmosfer dan memelajari atmosfer planet.

Meskipun banyak yang bisa dilakukan seperti kajian exoplanet pada bintang-bintang eksotik seperti bintang ganda, tapi ini bukan target yang akan segera dilakukan oleh LAO. Karena kajian exoplanet pada bintang normal masih belum banyak dilakukan.

Menurut Hakim, kunci dari sebuah observatorium adalah pengembangan instrumen untuk satu misi tertentu yang efektif dan setelah itu bisa diaplikasikan untuk penelitian lainnya.  Pengamatan untuk memeroleh data yang efektif juga merupakan pekerjaan rumah untuk LAO. Waktu pengamatan di LAO dengan malam cerah yang terbatas tidak bisa digunakan seluruhnya untuk riset. Harus ada waktu yang dialokasikan untuk kepentingan publik.

Meskipun tidak dirancang sebagai observatorium riset, kehadiran LAO sebagai observatorium publik akan menjadi pelengkap bagi Observatorium Nasional Timau. Dari fungsi yang luas, fleksibilitas tinggi, dan alokasi waktu yang juga fleksibel, LAO diharapkan bisa produktif dengan spektrum yang lebih luas karena mencakup riset, edukasi dan pengembangan masyarakat.

Pembubuhan cap tangan saat upacara peletakan batu pertama LAO. Kredit: ITERA
Pembubuhan cap tangan saat upacara peletakan batu pertama LAO. Kredit: ITERA
Pembubuhan cap tangan saat upacara peletakan batu pertama LAO. Kredit: ITERA
Pembubuhan cap tangan saat upacara peletakan batu pertama LAO. Kredit: ITERA

LAO sudah memasuki masa pembangunan ditandai oleh upacara peletakan batu pertama pada tanggal 20 Oktober 2018 lewat pembubuhan cap telapak tangan yang akan dipasang pada bangunan di LAO, Gunung Betung. Cap telapak tangan ini melibatkan perwakilan astronom berbagai negara yang hadir dalam pertemuan Southeast Asia Astronomy Network yang dilaksanakan di ITERA, Lampung pada bulan Oktober lalu.  LAO diencanakan akan menerima cahaya pertama atau first light pada tahun 2020.

“Observatorium Astronomi Lampung dibangun utk menjawab kebutuhan observatorium publik yang memadukan riset profesional dan pendidikan, ditopang keunikan geografis Sumatera. Menjadi kebanggaan masyarakat Lampung khususnya yang menginginkan build the best or nothing” – Hakim L. Malasan – Kepala UPT Observatorium Astronomi ITERA Lampung.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

1 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini