fbpx
langitselatan
Beranda » Setahun Setelah Momentum Gelombang Gravitasi

Setahun Setelah Momentum Gelombang Gravitasi

Telah setahun berlalu semenjak dunia diramaikan dengan beberapa momentum penting terkait usaha manusia dalam mendeteksi gelombang gravitasi. Di antaranya pemberian hadiah Nobel fisika kepada Rainer Weiss, Barry C. Barish, dan Kip Thorne hingga dikonfirmasinya gelombang gravitasi dari tumbukan dua bintang neutron. Deteksi gelombang gravitasi bukan kali pertama terjadi pada tahun 2017. Tercatat sudah enam sinyal gelombang gravitasi yang terdeteksi dan dikonfirmasi oleh Advanced LIGO dan Advanced VIRGO semenjak tahun 2015.

Ilustrasi tabrakan pasangan lubang hitam dengan massa berbeda. Pasangan GW150914 massanya lebih besar (kiri) dan pasangan GW151226 yang massanya jauh lebih kecil. Kredit: LIGO/A. Simonnet.
Ilustrasi tabrakan pasangan lubang hitam dengan massa berbeda. Pasangan GW150914 massanya lebih besar (kiri) dan pasangan GW151226 yang massanya jauh lebih kecil. Kredit: LIGO/A. Simonnet.

Apa itu gelombang gravitasi?

Gravitasi dan gelombang. Dua kata benda yang apabila diartikan masing-masing akan memberikan definisi dari dua fenomena yang berbeda secara fisis. Namun apabila kedua kata benda tersebut digabung maka akan dihasilkan definisi dari sebuah fenomena berbeda yang membuka jendela cakrawala baru dalam bidang kosmologi.

Pada tahun 1687 Isaac Newton mendefinisikan gravitasi sebagai gaya tarik menarik antara dua benda bermassa. Dalam hal ini diasumsikan benda bermassa menghasilkan gaya gravitasi secara spontan seperti halnya elektron menghasilkan muatan. Definisi gravitasi Newton ini mampu bekerja dengan baik selama tiga ratus tahun dalam menjelaskan berbagai fenomena pada skala mikro seperti interaksi antar atom hingga skala makro seperti pergerakan planet.

Namun ternyata hukum gravitasi Newton memiliki beberapa kelemahan sehingga konsep gravitasi perlu didefinisikan ulang. Pekerjaan ini dituntaskan oleh Einstein pada 1915 dalam teori relativitas umum. .

Einstein mendefinisikan gravitasi sebagai kelengkungan ruangwaktu. Mari kita pahami bagaimana ruangwaktu yang melengkung dengan sebuah analogi. Bayangkan terdapat bentangan selembar kain yang kemudian kita letakkan bola tenis di tengahnya. Keberadaan bola tenis di tengah bentangan kain akan menyebabkan kain melengkung. Kemudian jika kita letakan kelereng di atas kain tersebut maka kelereng akan bergerak mengikuti kelengkungan kain yang telah terbentuk.

Dalam hal ini ruangwaktu diwakili oleh kain yang melengkung, sedangkan gravitasi diwakili oleh pergerakan kelereng sepanjang lintasannya. Perilaku ini dirumuskan oleh Einstein dalam satu kalimat pamungkas untuk mendefinisikan gravitasi dari sudut pandang baru.

Matter tells space how to curve, space tells matter how to move.

Pendefinisian ini melahirkan adanya usulan fenomena baru yang tidak akan mungkin ada apabila menerapkan hukum gravitasi Newton: gelombang gravitasi. Ruangwaktu dalam relativitas umum tidak hanya mampu melengkung namun dapat pula berombak seperti halnya riak pada air. Riak pada ruangwaktu inilah yang disebut sebagai gelombang gravitasi dan dapat terjadi apabila dua benda masif seperti lubang hitam atau bintang neutron bergabung.

Perilaku Fisis Gelombang Gravitasi

Arah polarisasi gelombang gravitasi. Sumber: insipirehep.net
Arah polarisasi gelombang gravitasi. Sumber: insipirehep.net

Gelombang gravitasi tidak sama dengan gelombang elektromagnet yang merambat dalam arah tegak lurus. Adanya distorsi pada ruangwaktu oleh percepatan benda masif menyebabkan gelombang gravitasi merambat dalam bentuk polarisasi arah tambah (+) dan silang (x). Faktor ini membuat gelombang gravitasi sulit berinteraksi sehingga mampu merambat dengan stabil meski berasal dari sumber yang amat jauh. Oleh karena itu bukan bukan mustahil bagi manusia untuk mendeteksinya.

Baca juga:  Asal Usul Ledakan Misterius

Meski demikian gelombang gravitasi memiliki amplitudo yang amat kecil, yaitu sekitar 10-22. Bahkan amplitudo gelombang gravitasi jauh lebih kecil dibandingkan dengan diameter proton. Karakteristik inilah yang membuat manusia memerlukan waktu seratus tahun untuk bisa membangun intrumen yang mampu mendeteksi sinyal gelombang gravitasi.

Ada banyak skenario mengenai sumber gelombang gravitasi. Namun sejauh ini baru lubang hitam dan bintang neutron saja yang berhasil dideteksi oleh Advanced LIGO dan Advanced VIRGO sebagai penyebab gelombang gravitasi. Hal ini tidak hanya penting dalam pembuktian teori relativitas umum. Dari sini bisa terkuak pula bagaimana proses fisis bagian interior bintang neutron, awal mula terbentuknya lubang hitam, hingga kronologi pembentukan Alam Semesta itu sendiri.

Upaya Manusia dalam Mendeteksi Gelombang Gravitasi

Detektor LIGO di Hanford, Washington. Kredit: LIGO
Detektor LIGO di Hanford, Washington. Kredit: LIGO

Lantas, bagaimana manuver manusia sejauh ini dalam usahanya mendengarkan “nyanyian” Alam Semesta?

Target untuk mengetahui aspek-aspek fisis tersebut tidak akan bisa dicapai apabila gelombang gravitasi yang terdeteksi tidak cukup banyak. Oleh karena itu dibutuhkan detektor dengan jumlah lebih banyak lagi. Kelak detektor yang tersebar di penjuru Bumi ini nantinya akan membantu dalam melakukan triangulasi sinyal sehingga posisi dan jarak sumber gelombang gravitasi bisa diketahui lebih presisi.

Atas pertimbangan inilah Advanced LIGO bekerja sama dengan berbagai pihak. Seperti yang telah kita ketahui, LIGO telah melakukan kerja sama dengan VIRGO yang berhasil mendeteksi sinyal GW170817. Saat ini LIGO tengah bekerja sama dengan pemerintah India untuk membangun detektor baru yang berlokasi di provinsi Maharasthra, India. Proyek yang dinamakan dengan India Initiative in Gravitational-wave Detector (INDIGO) ini diperkirakan akan mulai beroperasi pada tahun 2024.

Di samping itu, Advanced LIGO juga tengah berkolaborasi dengan Australia dalam membangun detektor gelombang gravitasi yang berlokasi di Gingin, Australia Barat. Lengan interferometer yang akan dibangun juga lebih panjang dibandingkan dengan panjang interferometer sebelumnya, yaitu 5 km. Dengan banyaknya interferometer yang tersebar di permukaan Bumi, diharapkan proses triangulasi lebih mudah dilakukan dan ditemukan lebih banyak lagi fenomena unik seperti halnya GW170817.

Kriogenika dalam Interferometer

Namun pada prakteknya proses pendeteksian gelombang gravitasi d Bumi menghadapi banyak hambatan. Khususnya perihal gangguan (noise) yang mengacaukan sinyal gelombang gravitasi yang diterima detektor. Gangguan tersebut bisa berasal dari aktivitas seismik, suara, aktivitas manusia, hingga panas yang ditimbulkan instrumen itu sendiri.

Saat ini Jepang tengah membangun interferometer baru dengan menerapkan teknologi kriogenika pada bagian cerminnya. Kriogenika merupakan teknik pembekuan material hingga suhu yang amat rendah, yaitu di bawah -150º C. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi gangguan panas yang timbul dari pantulan sinar laser pada cermin. Proyek yang bernama Kamioka Gravitational Wave Detector (KAGRA) ini dibangun pada lokasi yang berdekatan dengan detektor neutrino, Super Kamiokande, dengan harapan gangguan yang berasal dari aktivitas manusia di kota besar bisa berkurang. Diperkirakan KAGRA akan mulai beroperasi pada tahun 2020.

Baca juga:  Lubang Hitam Pasif di Awan Magellan Besar

Interferometer Landas Angkasa

Skema LISA. Kredit: LISA Mission
Skema LISA. Kredit: LISA Mission

Disadari akan banyaknya gangguan dengan deteksi gelombang gravitasi di Bumi telah mendorong manusia untuk membuat detektor berbasis ruang angkasa (space base). Saat ini Amerika Serikat dan European Space Agency (ESA) sedang bekerja sama dalam membuat detektor gelombang gravitasi berbasis luar angkasa bernama LISA: Laser Interferometer Space Antenna.

LISA sendiri terdiri dari tiga wahana yang membentuk konfigurasi segitiga dengan jarak 2,5juta kilometer. Wahana tersebut nantinya akan mengorbit Bumi dan menyapu semua sistem biner objek masif yang berpotensi bertabrakan di masa mendatang. Nantinya informasi tersebut akan dikirimkan ke Bumi sehingga detektor yang ada di Bumi bisa lebih siap siaga dalam menangkap sinyal yang akan tiba di Bumi.

Perlu diketahui bahwa detektor ini tidak bertugas menangkap sinyal gelombang gravitasi, melainkan membuat prediksi akan munculnya gelombang gravitasi dari sistem biner yang terdeteksi.

Dengan banyaknya interferometer baru di masa mendatang manusia harus lebih siaga dalam menanggulangi kelimpahan data. Dan tentunya, siapkan diri untuk menguak berbagai kisah menarik lain yang dibawa oleh sinyal gelombang gravitasi.

Mifthanzi Ariana Sarashanti

Perempuan yang bergelut dalam fisika dan astronomi di pendidikan tinggi dan memiliki ketertarikan khusus terhadap kosmologi dan sejarah. Senang melancong dan menulis di waktu senggang.

1 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini