fbpx
langitselatan
Beranda » Stasiun Antariksa Tiangong-1 Siap Jatuh dari Langit

Stasiun Antariksa Tiangong-1 Siap Jatuh dari Langit

Bagaimana perasaanmu jika tahu sebongkah benda seukuran bus tingkat siap jatuh dari langit dalam waktu dekat? Namun itulah yang akan dialami Tiangong-1. Sampah antariksa sepanjang 10,5 meter dan diameter 3,4 meter itu sedang bersiap-siap mengakhiri perjalanannya dan akan memasuki atmosfer Bumi kita, sebuah proses yang dikenal sebagai reentry.

Lebih menyesakkan lagi, Tiangong-1 bakal jatuh dalam kondisi uncontrolled reentry atau jatuh ke Bumi secara tak terkendali sehingga dimana ia bakal memasuki atmosfer belum bisa ditentukan pada saat ini.

Tiangong-1 diprediksi akan jatuh pada minggu pertama April 2018. Per 16 Maret 2018, Aerospace Corporation (Amerika Serikat) memprakirakan peristiwa tersebut akan terjadi pada 4 April 2018 ± 7 hari. Sedangkan Joseph Remis, peneliti sampah antariksa dari Perancis, menempatkan prediksinya pada 3 April 2018 ± 7 hari. Dan Marco Langbroek, astronom amatir Belanda yang berspesialisasi pada pengamatan satelit-satelit buatan, memprakirakan akan terjadi pada 4 April 2018 ± 4 hari. Besarnya angka ketidakpastian dari prediksi-prediksi ini adalah imbas dari variasi sifat lapisan atmosfer teratas kita dari satu titik ke titik lain. Juga dari tidak diketahuinya posisi aktual dan kecepatan aktual sampah antariksa tersebut. Padahal inilah yang sangat menentukan kapan Tiangong-1 akan jatuh kembali ke Bumi.

Gambar 1. <em>Tiangong-1</em> di orbitnya, dalam gambaran artis yang dipublikasikan badan antariksa nasional Cina. Nampak pintu labuh dengan sistem penambat APAS di sisi kiri, tempat taikonot memasuki prototip stasiun antariksa ini. Raksasa seberat 8,5 ton inilah yang akan jatuh kembali ke Bumi secara tak terkendali pada awal April 2018 kelak. Sumber: CNSA, 2011.
Gambar 1. Tiangong-1 di orbitnya, dalam gambaran artis yang dipublikasikan badan antariksa nasional Cina. Nampak pintu labuh dengan sistem penambat APAS di sisi kiri, tempat taikonot memasuki prototip stasiun antariksa ini. Raksasa seberat 8,5 ton inilah yang akan jatuh kembali ke Bumi secara tak terkendali pada awal April 2018 kelak. Sumber: CNSA, 2011.

Nilai ketidakpastian tersebut juga berimbas pada lebarnya prediksi titik jatuh Tiangong-1. Dengan inklinasi orbit 42,8º maka pada dasarnya setiap titik di paras Bumi yang ada di antara garis lintang 42,8 LU hingga 42,8 LS berpotensi menjadi titik jatuh Tiangong-1. Berdasarkan pengalaman selama ini, titik koordinat mana yang tepatnya akan menjadi titik jatuh Tiangong-1 baru akan diketahui sehari sebelum terjadi. Akan tetapi karena bentuk orbitnya pula, daerah-daerah yang terletak di sekitar atau di sepanjang garis lintang 42,8 LU dan di garis lintang 42,8 LS memiliki peluang menjadi titik jatuh yang lebih tinggi (yakni sekitar 3 %) dibandingkan dengan daerah-daerah yang berada di lingkungan garis khatulistiwa (yakni kurang dari 0,5 %).

Dengan prediksi demikian maka Indonesia pun tidak dikecualikan. Sepanjang tiga tahun terakhir, Indonesia telah mengalami dua kejadian benda jatuh antariksa (BJA), dimana sisa-sisa sampah antariksa jatuh di dekat rumah penduduk. Yakni di pulau Madura (propinsi Jawa Timur) pada tahun 2016 dan di tepi Danau Maninjau (propinsi Sumatra Barat) pada tahun 2017. BJA di pulau Madura adalah sisa upperstage roket Falcon 9 Full Thrust milik perusahaan SpaceX (Amerika Serikat) sementara BJA di tepi danau Maninjau adalah sisa upperstage roket Long March-3A milik pemerintah Cina.

Spesifikasi

Tiangong-1 adalah stasiun antariksa pertama Cina, bagian dari Program Tiangong. Tiangong-1 diluncurkan ke orbit pada 30 September 2011 lewat dorongan roket Long March 2F/G, yang lepas landas dari kompleks Pusat Peluncuran Jiuquan di sisi barat laut padang pasir Gobi, propinsi otonom Mongolia Dalam. Long March 2F/G menempatkan Tiangong-1 pada orbit sirkular setinggi 300 kilometer.

Begitu mencapai orbit, stasiun antariksa berbobot 8,5 ton itu segera membuka sepasang sayap panel suryanya. Masing-masing panel surya memiliki panjang 10 meter dan lebar 3,1 meter. Arus listrik dengan daya rata-rata 2.500 watt dan daya puncak 6.000 watt pun mengalir deras. Sebagian mengalir ke batere perak-seng, catudaya untuk situasi malam orbital, Interior Tiangong-1 terdiri atas dua ruang, masing-masing ruang hunian/orbital dan ruang layanan/sumberdaya.

Ruang hunian memiliki panjang 5 meter dan lebar 3,4 meter dengan volume total 15 meter3 dan berisi udara bertekanan 1 atmosfer. Didalamnya terdapat dua ranjang tidur tanpa dapur dan sistem toilet. Ruang ini dilengkapi sistem pembuang panas ke lingkungan, yang mampu melepaskan panas dari dalam ruangan hingga sebesar 2.000 watt termal. Di ujungnya, yang juga adalah ujung Tiangong-1, terpasang pintu masuk beserta sistem penambat APAS (Androgynous Peripheral Attach System). Sistem penambat ini serupa dengan yang digunakan pada stasiun-stasiun antariksa lainnya.

Sementara ruang layanan memiliki panjang 3,3 meter namun lebarnya hanya 2,5 meter. Di tengah pantat ruang ini, yang juga adalah pantat Tiangong-1, terpasang dua mesin roket utama. Selain guna menempatkan diri ke orbit, kedua mesin ini juga ditujukan untuk manuver pemulihan orbit. Di sisi luarnya, melingkari mesin roket utama, terpasang 8 mesin roket vernier untuk penyesuaian orbit yang sangat halus. Dan di sisi terluar terdapat empat set mesin roket kendali (reaction control system), masing-masing set terpisah 90º antara satu dengan yang lain. Dalam setiap set terdapat dua mesin roket kecil. Mesin roket kendali ini berguna untuk manuver anjak (pitch) dan belok (yaw). Dan bersama-sama dengan mesin roket vernier juga digunakan untuk manuver putaran (roll).

Beragam mesin roket tersebut ditenagai bahan bakar Hidrazin dan pengoksid Nitrogen Tetroksida. Mereka disimpan dalam empat tanki berbeda, masing-masing berkapasitas 230 liter yang sanggup memuat 1 ton bahan bakar atau pengoksid. Ada lagi dua buah tanki lebih kecil sferis dengan dinding didesain menahan tekanan tinggi. Takni kecil dengan kapasitas masing-masing 20 liter ini ditujukan untuk menampung gas (mungkin Helium) bertekanan tinggi guna mendorong bahan bakar dan pengoksid ke mesin roket yang dituju.

Baca juga:  Swafoto Zhu Rong, Hadiah dari Permukaan Mars

Hidup di Tiangong-1

Gambar 2. Liu Yang, taikonot perempuan pertama Cina, mendemonstrasikan salah satu gerakan <em>tai chi</em> untuk pertama kalinya di antariksa saat berada dalam <em>Tiangong-1</em> pada misi antariksa <em>Shenzou 9</em> yang berlangsung antara 16 hingga 23 Juni 2012. Gambar dari stasiun televisi nasional Cina (CNTV). Sumber: CNTV, 2012.
Gambar 2. Liu Yang, taikonot perempuan pertama Cina, mendemonstrasikan salah satu gerakan tai chi untuk pertama kalinya di antariksa saat berada dalam Tiangong-1 pada misi antariksa Shenzou 9 yang berlangsung antara 16 hingga 23 Juni 2012. Gambar dari stasiun televisi nasional Cina (CNTV). Sumber: CNTV, 2012.

Program Tiangong adalah jawaban Cina kepada dunia internasional setelah tawarannya bergabung ke program stasiun antariksa internasional (ISS) bertepuk sebelah tangan. Sebagian negara partisipan ISS, dimotori Amerika Serikat, tidak ingin Cina bergabung atas alasan politis. Tiangong-1 pun dibangun dan diparalelkan dengan Program Shenzou, program penerbangan antariksa berawak Cina. Tiangong-1 merupakan prototip stasiun antariksa moduler, tipe stasiun antariksa yang bisa bertumbuh/dikembangkan di orbit lewat menggabung-gabungkan aneka modul secara bertahap. Sebagai prototip, tujuan utama Cina adalah menguji coba kemampuan menambat (rendezvous) dan berlabuh antara Tiangong-1 dengan wantariksa (wahana antariksa) lain. Baik wantariksa berawak maupun tidak.

Ujicoba itu terlaksana beberapa bulan kemudian. Pada 31 Oktober 2011 wantariksa Shenzou 8 lepas landas dari Pusat Peluncuran Jiuquang menuju Tiangong-1. Dua hari berikutnya Shenzou 8 berhasil berlabuh di Tiangong-1 secara otomatis dalam situasi malam orbital guna menghindari pengaruh gemerlap sinar Matahari terhadap radas navigasi dan penambat nan sensitif. Shenzou 8 berlabuh hingga 11 hari berikutnya, lantas melepaskan diri. Proses tersebut diulangi kembali dalam situasi siang hari, guna mengecek akurasi dan daya pakai radas-radas terkait di lingkungan terang benderang. Hasilnya memuaskan, Shenzou 8 tetap dapat berlabuh hingga hampir 2 hari kemudian ketika ia kembali melepaskan diri.

Misi berawak pertama ke Tiangong-1 berlangsung mulai 16 Juni 2012 dengan penerbangan wantariksa Shenzou 9 yang mengangkut tiga taikonot, istilah Cina untuk antariksawan. Yakni Jin Haipeng, Liu Wang dan Liu Yang. Dua hari kemudian Shenzou 9 berhasil berlabuh di Tiangong-1. Ketiga taikonot menghabiskan waktu hampir 4 hari. Liu Yang menyedot perhatian dunia karena selain menjadi taikonot perempuan pertama juga mendemonstrasikan gerak tai chi untuk pertama kalinya di antariksa.

Gambar 3. <em>Tiangong-1</em> (kiri) dalam proses menambat dengan wantariksa berawak <em>Shenzou</em> (kanan) dalam gambaran artis yang dipublikasikan badan antariksa nasional Cina. Sebagai prototip stasiun antariksa moduler, dimensi <em>Tiangong-1</em> tidak lebih panjang ketimbang <em>Shenzou</em>. Karena yang diuatamakan adalah ujicoba kemampuan tambat dan berlabuh, baik secara otomatis ataupun manual. Sumber: CNSA, 2012.
Gambar 3. Tiangong-1 (kiri) dalam proses menambat dengan wantariksa berawak Shenzou (kanan) dalam gambaran artis yang dipublikasikan badan antariksa nasional Cina. Sebagai prototip stasiun antariksa moduler, dimensi Tiangong-1 tidak lebih panjang ketimbang Shenzou. Karena yang diuatamakan adalah ujicoba kemampuan tambat dan berlabuh, baik secara otomatis ataupun manual. Sumber: CNSA, 2012.

Sementara misi berawak kedua terlaksana setahun berikutnya. Pada 11 Juni 2013 wantariksa Shenzou 10 lepas landas dengan mengangkut tiga taikonot masing-masing Nie Haisheng, Zhang Xiaoguang dan Wang Yaping. Dua hari kemudian Shenzou 10 berlabuh aman di Tiangong-1 selama 12 hari berikutnya. Pada hari ketujuh Wang Yaiping, taikonot perempuan kedua, menggelar pengajaran dari langit yang disiarkan langsung ke 60 juta siswa-siswi di Cina. Pada pengajaran itu didemonstrasikan empat percobaan, mulai dari penimbangan berat badan, ayunan pendulum, sifat-sifat giroskop hingga tegangan permukaan air. Shenzou 10 adalah kunjungan wantariksa terakhir bagi Tiangong-1.

Peluruhan Orbit

Setiap wantariksa di orbit rendah, yakni antara ketinggian 300 hingga 2.000 kilometer, pada dasarnya menempati lapisan eksosfer dalam atmosfer Bumi kita. Di sini kondisinya tidak benar-benar hampa, masih ada molekul-molekul udara meski kerapatannya sangat kecil apabila dibandingkan lapisan atmosfer yang lebih rendah. Gaya gesek dengan molekul-molekul udara ini membuat kecepatan wantariksa berkurang dan implikasinya orbitnya pun menurun. Ini disebut peluruhan orbit. Bila misi antariksanya berlangsung singkat dalam hitungan hari hingga minggu, peluruhan orbit tak penting artinya. Namun jika misi antariksanya berjangka panjang hingga bertahun-tahun lamanya, peluruhan orbit akan sangat terasa dan bisa berbahaya bila dibiarkan.

Gambar 4. Dinamika ketinggian orbit <em>Tiangong-1</em> dari sejak diluncurkan hingga Januari 2018 sebagaimana dihimpun <em>Aerospace Corporation</em> berdasarkan data dari Celestrak. Garis putus-putus menandakan saat-saat manuver pemulihan orbit/penyesuaian orbit dilakukan. Manuver terakhir terjadi pada 16 Desember 2015 TU. Setelah itu orbit <em>Tiangong-1</em> terus meluruh. Sumber: Aerospace Corporation, 2018.
Gambar 4. Dinamika ketinggian orbit Tiangong-1 dari sejak diluncurkan hingga Januari 2018 sebagaimana dihimpun Aerospace Corporation berdasarkan data dari Celestrak. Garis putus-putus menandakan saat-saat manuver pemulihan orbit/penyesuaian orbit dilakukan. Manuver terakhir terjadi pada 16 Desember 2015. Setelah itu orbit Tiangong-1 terus meluruh. Sumber: Aerospace Corporation, 2018.

Untuk itulah setiap stasiun antariksa yang pernah diterbangkan ke orbitnya selalu dibekali mesin roket. Dalam periode tertentu ia dinyalakan selama beberapa saat, sehingga stasiun antariksa akan bergerak naik kembali ke posisi orbit semula. Aktivitas ini disebut manuver pemulihan orbit. Dampaknya mudah diamati kasat mata lewat perubahan kecil dalam orbitnya. Terutama oleh pengamat langit berpengalaman.

Baca juga:  Chang’e, Perjalanan Negeri Tirai Bambu ke Bulan

Demikian halnya Tiangong-1. Sejak mengorbit hingga 4 tahun kemudian Tiangong-1 telah menjalani 14 kali manuver pemulihan orbit. Ini menunjukkan stasiun antariksa tersebut tetap bisa berkomunikasi dua-arah dengan pengendalinya di Bumi meski tak pernah lagi dikunjungi pasca Shenzou 10. Manuver ini membuat sikap dan orbit Tiangong-1 tetap bisa dikendalikan sembari Cina menyiapkan rencana penjatuhan terkendali baginya.

Situasi berubah dramatis di 2016. Pada 21 Maret 2016 pemerintah Cina secara resmi menyatakan komunikasi dengan Tiangong-1 terputus. Pengamatan independen menunjukkan manuver pemulihan orbit terakhir terjadi pada 16 Desember 2015. Selepas itu tak ada apa-apa lagi sehingga orbit Tiangong-1 terus meluruh. Maka Tiangong-1 pun akan jatuh tak terkendali. Awalnya pemerintah Cina menyatakan reentry Tiangong-1 akan terjadi antara Juli hingga Desember 2017. Pada Desember 2017 prediksi ini direvisi menjadi antara Maret hingga April 2018, dalam jawaban Cina kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Cina juga menyampaikan komunikasi dengan Tiangong-1 tidaklah terputus total meski sangat bermasalah. Mereka masih bisa mengendalikan sikap Tiangong-1.

Peluang Kecil

Jatuhnya Tiangong-1 akan seperti sampah-sampah antariksa lainnya yang telah lebih dulu berjatuhan. Begitu tiba di ketinggian 105 kilometer, udara lebih rapat membuat Tiangong-1 akan sangat diperlambat. Sehingga ia mulai turun dan terus menurun memasuki lapisan atmosfer lebih rapat dan lebih rendah. Kecepatannya yang masih sangat tinggi akan menghasilkan tekanan ram pada kolom udara disekelilingnya, memproduksi suhu tinggi. Komponen-komponen Tiangong-1 akan mulai pecah dan terkikis suhu tinggi. Maka ia akan terlihat mirip meteor dalam jumlah banyak. Sebagian besar komponennya akan menguap habis di atmosfer. Hanya bagian yang paling kuat dengan massa total sekitar 100 kilogram yang akan mendarat di paras Bumi.

Gambar 5. Area yang berpotensi menjadi titik jatuh sampah antariksa <em>Tiangong-1</em> beserta probabilitas (peluang) jatuh berdasarkan garis lintang menurut badan antariksa gabungan negara-negara Eropa (ESA). Nampak peluang jatuh di sekitar garis lintang 42,8 LU dan 42,8 LS lebih besar. Sumber: ESA, 2018.
Gambar 5. Area yang berpotensi menjadi titik jatuh sampah antariksa Tiangong-1 beserta probabilitas (peluang) jatuh berdasarkan garis lintang menurut badan antariksa gabungan negara-negara Eropa (ESA). Nampak peluang jatuh di sekitar garis lintang 42,8 LU dan 42,8 LS lebih besar. Sumber: ESA, 2018.

Apakah sisa-sisa Tiangong-1 bisa menjatuhi manusia di Indonesia? Peluang itu ada, namun sangat kecil. Seperti dipaparkan di atas, peluang Tiangong-1 jatuh di kawasan khatulistiwa lebih kecil dibanding di sekitar garis lintang 42,8 LU dan 42,8 LS. Hingga saat ini secara global hanya ada satu peristiwa dimana sisa-sisa sampah antariksa menimpuk seseorang. Yakni pada 22 Januari 1997 saat Lottie Williams ketimpuk sekeping logam bersisi hangus 15 sentimeter kala berada di taman publik di kota Tulsa, negara bagian Oklahoma (Amerika Serikat). Itu adalah sisa-sisa upperstage roket Delta II 7920-10 yang lepas landas pada 24 April 1996 mengangkut satelit militer MSX (Midcourse Space Experiment). Lottie Williams tidak menderita luka-luka karenanya.

Tiangong-1 bukanlah sampah antariksa terberat yang pernah jatuh. Jika kita batasi sampah antariksa hanya pada bekas stasiun antariksa dan yang jatuhnya tak terkendali, masih ada Skylab dan Salyut 7. Skylab adalah stasiun antariksa 74 ton milik Amerika Serikat yang mengorbit mulai 14 Mei 1973. Sempat dihuni selama 171 hari, Skylab akhirnya terjun ke Bumi seiring meningkatnya aktivitas Matahari yang membuat lapisan eksosfer cukup mengembang. Bakal jatuhnya Skylab sempat menjadi insiden internasional yang membikin panik banyak orang, terutama di Filipina. Skylab jatuh pada 11 Juli 1979 dengan sisa-sisanya terserak di daratan sepanjang Esperance hingga Rawlina, sebelah timur kota Perth (Australia).

Gambar 6. Proyeksi lintasan <em>Tiangong-1</em> di paras bumi Indonesia dan sekitarnya pada rentang waktu antara 31 Maret 2018 pukul 00:00 WIB hingga 6 April 2018 pukul 14:00 WIB menurut <em>SatFlare</em>. Pada rentang waktu itulah <em>Tiangong-1</em> diprediksi akan jatuh. Nampak proyeksi lintasan <em>Tiangong-1</em> mengenai pulau Irian bagian barat, kepulauan Bali dan Nusatenggara, pulau Sulawesi, pulau Kalimantan dan pulau Sumatra. Sementara pulau Jawa terbebas darinya. Sumber: SatFlare, 2018.
Gambar 6. Proyeksi lintasan Tiangong-1 di paras bumi Indonesia dan sekitarnya pada rentang waktu antara 31 Maret 2018 pukul 00:00 WIB hingga 6 April 2018 pukul 14:00 WIB menurut SatFlare. Pada rentang waktu itulah Tiangong-1 diprediksi akan jatuh. Nampak proyeksi lintasan Tiangong-1 mengenai pulau Irian bagian barat, kepulauan Bali dan Nusatenggara, pulau Sulawesi, pulau Kalimantan dan pulau Sumatra. Sementara pulau Jawa terbebas darinya. Sumber: SatFlare, 2018.

Salyut 7 lebih dramatis lagi. Stasiun antariksa milik eks-Uni Soviet ini diluncurkan pada 19 April 1982 dan sempat dihuni selama 816 hari. Mengikuti nasib nasib Skylab, Salyut 7 pun akhirnya jatuh tak terkendali. Sisa-sisanya menyirami kota Capitan Bermudez di propinsi Santa Fe (Argentina) pada 7 Februari 1991 TU. Beruntung dalam dua kejadian tersebut tak ada bangunan yang terkena secara langsung, apalagi manusia.

[divider_line]

Referensi:

Dikutip dari Ekliptika dengan perubahan seperlunya.

 

Muh. Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang suka menatap bintang dan terus berusaha mencoba menjadi komunikator sains. Saat ini aktif di Badan Hisab dan Rukyat Nasional Kementerian Agama Republik Indonesia. Juga aktif berkecimpung dalam Lembaga Falakiyah dan ketua tim ahli Badan Hisab dan Rukyat Daerah (BHRD) Kebumen, Jawa Tengah. Aktif pula di Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Falak Rukyatul Hilal Indonesia (LP2IF RHI), klub astronomi Jogja Astro Club dan konsorsium International Crescent Observations Project (ICOP). Juga sedang menjalankan tugas sebagai Badan Pengelola Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong dan Komite Tanggap Bencana Alam Kebumen.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini