fbpx
langitselatan
Beranda » ‘Oumuamua, Sang Asteroid Antarbintang

‘Oumuamua, Sang Asteroid Antarbintang

Bulan Oktober 2017 lalu, dunia Astronomi dibuat geger dengan ditemukannya sebuah benda langit yang sangat istimewa. Sempat dikira komet atau asteroid biasa, para ilmuwan akhirnya menyimpulkan bahwa benda tersebut adalah sebuah asteroid antarbintang. Saking uniknya penemuan ini, para ilmuwan, badan antariksa berbagai negara, dan teleskop baik di Bumi maupun di orbit langsung banting setir dan mengarahkan mata mereka ke objek ini.Apakah sebenarnya asteroid antarbintang itu? Mengapa hal ini begitu istimewa?

Penemuan Asteroid Antarbintang

Asteroid antarbintang 'Oumuamua. Kredit: ESO/M. Kornmesser, CC BY-SA
Asteroid antarbintang ‘Oumuamua. Kredit: ESO/M. Kornmesser, CC BY-SA

Pada tanggal 19 Oktober 2017, Robert Weryck, seorang astronom di Universitas Hawaii di Manoa (University of Hawaii at Manoa), melakukan tugas rutin untuk program Near-Earth Object (NEO). NEO adalah program NASA (National Aeronautics and Space Administration, badan antariksa Amerika Serikat) yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mengawasi dan mempelajari benda-benda langit yang berada di dalam medan gravitasi Bumi, seperti asteroid.

Asteroid adalah sisa pembentukan Tata Surya, dan diharapkan dengan mempelajarinya kita dapat mempelajari komposisi kimia awal dan proses terbentuknya Tata Surya. Fungsi lain dari program ini adalah mengidentifikasi dan mengawasi asteroid/benda langit lain di sekitar Bumi yang berpotensi membahayakan, misalnya yang berpotensi menabrak Bumi. Pembaca pasti tahu tentang skenario tabrakan Bumi-asteroid atau Bumi-komet, karena hal ini sering digambarkan dalam film-film blockbuster seperti Armageddon dan Deep Impact.

Menggunakan teleskop PAN-STARR1 di Observatorium Haleakala, Hawaii, Weryk menemukan sebuah objek kecil yang awalnya ia duga sebagai komet atau asteroid biasa. Penemuan ini ditindaklanjuti oleh rekannya, Marco Micheli, yang kemudian mengarahkan teleskop Tenerife di Canary Island milik European Space Agency (ESA) untuk melakukan observasi lanjutan. Observasi dan perhitungan yang dilakukan setelahnya menyimpulkan bahwa benda tersebut adalah asteroid, dan yang lebih menghebohkan lagi, asteroid ini tidak berasal dari Tata Surya!

Mungkin pembaca bertanya, bagaimana mereka bisa tahu bahwa asteroid ini bukan berasal dari Tata Surya?

Orbit elips, parabola dan hiperbola berdasarkan Hukum Kepler. Kredit: Wikimedia.
Orbit elips, parabola dan hiperbola berdasarkan Hukum Kepler. Kredit: Wikimedia.

Untuk menentukan asalnya, para ilmuwan melacak kembali lintasan asteriod tersebut: dari mana dia datang dan ke mana dia akan pergi. Dari pelacakan ini para ilmuwan menemukan bahwa lintasan asteroid ini berbentuk hiperbola, bukan lingkaran atau elips seperti layaknya planet atau asteroid di Tata Surya. Eksentrisitas orbit dari lintasan ini adalah 1,2; nilai terbesar yang pernah dideteksi oleh para ilmuwan.

Supaya kita dapat memahami betapa signifikannya angka 1,2 tersebut, kita harus memahami konsep eksentrisitas orbit itu sendiri. Eksentrisitas orbit adalah sebuah parameter yang menyatakan sejauh mana bentuk orbit suatu benda langit melenceng dari bentuk lingkaran sempurna. Nilai 0 menunjukkan bentuk lingkaran sempurna, nilai 0-1 menunjukkan bentuk elips, dan nilai di atas 1 menunjukkan bentuk hiperbola. Lebih menarik lagi, nilai eksentrisitas di atas 1 juga menyatakan bahwa kecepatan lepas objek tersebut melampaui kecepatan lepas Matahari, sehingga ia tidak akan tertangkap oleh medan gravitasi Matahari dan akan pergi meninggalkan Tata Surya. Kecepatan lepas adalah kecepatan minimum suatu benda untuk melepaskan diri dari tarikan gravitasi benda lain.

Faktor lain yang membuat mereka yakin bahwa objek ini bukan berasal dari Tata Surya adalah kecepatannya. Setiap objek yang mendekati benda langit (seperti planet atau bintang) akan mengalami percepatan karena tarikan gravitasi planet atau bintang tersebut. Contoh mudahnya adalah Bumi sendiri. Saat Bumi bergerak di titik terdekatnya dengan Matahari (perihelion), kecepatan revolusi Bumi lebih tinggi (30.300 m/detik) daripada apabila Bumi berada di titik terjauh (aphelion, sekitar 29.300 m/detik). Asteroid yang baru ditemukan ini memiliki kecepatan yang sangat tinggi, yang tidak mungkin dihasilkan dari percepatan gravitasional Matahari saja. Kecepatan awalnya tentunya sudah sangat tinggi yang membuat para ilmuwan menyimpulkan bahwa objek ini tidak mungkin berasal dari Tata Surya sendiri. Setelah melewati Matahari, asteroid ini akan melanjutkan perjalanannya, meninggalkan Tata Surya dan tidak akan pernah kembali.

Penamaan dan Pengkatalogan

Apakah arti sebuah nama? Mungkin demikian kata Shakespeare dalam salah satu karyanya yang terkenal, Romeo and Juliet. Namun penamaan asteroid ini memakan waktu cukup panjang dan memiliki makna yang mendalam.

Sempat dikira komet, benda ini dikatalogkan sebagai C/2017 U1 (“C” untuk komet). Tak lama kemudian, terjadi perubahan klasifikasi, kali ini menjadi asteroid. Karena itu namanya berubah menjadi A/2017 U1 (“A” untuk asteroid).

Ketika akhirnya objek ini diklasifikasikan sebagai asteroid antarbintang, International Astronomical Union (IAU) harus membentuk klasifikasi baru dalam sistem pengkatalogannya, yaitu dengan menambahkan “I”, untuk Interstellar (antarbintang). Maka nama resmi asteroid antarbintang pertama adalah: 1I,  1I/2017, 1I/’Oumuamua or 1I/2017 U1 (‘Oumuamua).

‘Oumuamua adalah nama yang diberikan tim penemu kepada asteroid antarbintang ini. Nama tersebut berasal dari bahasa Hawaii, yang berarti “Pembawa pesan dari jauh yang datang pertama kali”. Perlu dicatat di sini bahwa nama asteroid tersebut dimulai dengan tanda baca/tanda petik tunggal (‘), yang merupakan tanda pengucapan yang disebut okina. Okina menunjukkan glottal stop, yaitu suara konsonan yang diproduksi dengan menghambat aliran udara ke pita suara/glottis. Tanda-tanda pengucapan ini sering ditemui dalam bahasa-bahasa di wilayah Polinesia. Jadi kalau menuliskan nama asteroid ini, jangan lupa tanda petik tunggal di depan ya!

Baca juga:  Benarkah Ada Planet Raksasa Yang Bersembunyi di Awan Oort ?

Karakteristik ‘Oumuamua

‘Oumuamua berbentuk seperti cerutu, dengan ukuran panjang sekitar ¼ mil (400m) dan lebar sekitar 40 m. Perbandingan panjang dan lebarnya (aspect ratio) adalah 10:1, jauh lebih besar daripada benda lonjong yang pernah ditemukan oleh ilmuwan, yang umumnya sebesar 3:1. Bentuk ini cukup memusingkan para ilmuwan: bagaimana ‘Oumuamua dapat mempertahankan bentuk lonjongnya selama ratusan ribu bahkan jutaan tahun dalam perjalanannya? Mereka menduga bahwa sistem keplanetan tempat asteroid ini berasal memiliki kondisi lingkungan yang memungkinkan terbentuknya asteroid dengan bentuk yang tidak biasa seperti ini. Bentuk seperti ini tidak memungkinkan untuk terjadi di Tata Surya kita.

Dalam wawancara di acara Late Show with Stephen Colbert, ahli astrofisika Neil DeGrasse Tyson menjelaskan salah satu kemungkinannya. Asteroid adalah kumpulan berbagai debu atau batu dan es yang menggumpal. Gumpalan ini tidaklah terikat secara kuat, sehingga pengaruh gravitasi dari berbagai benda langit lain dapat memengaruhi bentuknya. Dalam perjalanannya hingga ke Bumi, ‘Oumuamua diduga melewati berbagai benda langit yang tarikan gravitasinya membuatnya menjadi lonjong. Beliau menyebutkan bahwa bentuk lonjong seperti ini tidak akan terbentuk begitu saja secara alami.

Komposisi utama asteroid ini diperkirakan adalah batu dan mungkin beberapa logam. Diperkirakan juga bahwa asteroid ini memiliki es di dalamnya, namun tidak nampak di luar sebagai ekor cahaya (coma) sebagaimana komet ketika mendekati Matahari. Hal ini disebabkan karena adanya lapisan organik yang menyelimuti permukaan asteroid. Lapisan organik ini diduga mengandung tholin, senyawa kimia organik yang terbentuk dari senyawa karbon sederhana (seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4) atau etana(C2H6)) yang terpapar sinar ultraviolet atau sinar kosmik untuk waktu yang lama. Tholin ini pulalah yang diduga menyebabkan permukaan ‘Oumuamua menjadi berwarna kemerah-merahan.

‘Oumuamua berotasi, namun bukan pada poros utamanya (poros paling panjang), namun pada poros yang pendek  (non-primary axis), sebuah gerakan yang disebut tumbling (berguling). Kecepatan geraknya pada ruang antarbintang (tanpa percepatan gravitasional Matahari) adalah 59.000 mil per jam (26,4 Km/detik). Kecepatan saat ini (setelah percepatan Matahari) adalah 85.700 mph (38,3 Km/detik). Dalam perjalanannya menjauhi Matahari dan memasuki ruang antarbintang, kecepatan ‘Oumuamua akan melambat dan pada akhirnya kembali ke kecepatan antarbintangnya.

Asteroid ini tergolong kecil dan redup, kecerahannya bervariasi dengan faktor hingga 10. Inilah salah satu alasan pengunjung antarbintang belum pernah terdeteksi (hingga sekarang) meskipun tingkat kejadiannya di Tata Surya sebenarnya tidak terlalu langka.

Lintasan

Orbit 'Oumuamua saat melintasi Tata Surya. Kredit: ESO/K. Meech et al.
Orbit ‘Oumuamua saat melintasi Tata Surya. Kredit: ESO/K. Meech et al.

Berdasarkan perhitungan, asteroid ‘Oumuamua diperkirakan berasal dari wilayah langit di sekitar bintang Vega, di Rasi Lira. Meskipun demikian, para ilmuwan tidak dapat menentukan secara pasti bintang mana yang menjadi asal asteroid ini. Apalagi, perjalanan yang ditempuh oleh sang asteroid memakan waktu sangat lama, dan apabila kita memperhitungan pergerakan semu bintang, posisi Vega ratusan, ribuan atau jutaan tahun yang lalu tidaklah sama dengan posisi Vega di langit (dilihat dari Bumi) saat ini.

‘Oumuamua mendekati Tata Surya dari atas (vertikal terhadap) ekliptika bidang edar planet (delapan planet utama dalam Tata Surya beredar pada bidang edar yang sama), dengan demikian tidak mengalami interaksi dengan kedelapan planet utama. Pada tanggal 2 September 2017 melintasi bidang edar di antara orbit Merkurius dan Matahari, sebelum mencapai titik terdekatnya dengan Matahari pada tanggal 9 September 2017.

Karena kuatnya tarikan gravitasi Matahari, ‘Oumuamua melakukan gerakan putar balik di bawah bidang edar planet, bergerak melewati Bumi (masih di bawah bidang edar) pada tanggal 14 Oktober 2017. Jaraknya dengan Bumi saat itu adalah sekitar 15 juta mil atau sekitar 24 juta km (60 kali jarak Bumi-Bulan).

Saat ini ‘Oumuamua telah melintasi kembali bidang edar planet, dengan ketinggian 20°di atas bidang edar planet. Tanggal 1 November 2017 lalu ia melewati Mars, akan melewati Jupiter pada Mei 2018, Saturnus pada Januari 2019 dan melintas di atas orbit Neptunus pada tahun 2022.

Pada akhirnya ‘Oumuamua akan meninggalkan Tata Surya, ke arah Rasi Pegasus. Para ilmuwan memperkirakan, untuk meninggalkan seluruh sistem Tata Surya (termasuk sabuk Kuiper dan Awan Oort) ‘Oumuamua akan memerlukan waktu sekitar 20 ribu tahun.

Baca juga:  Komet Terperangkap Jadi Satelit Jupiter

Temuan Baru

Berdasarkan karya tulis ilmiah oleh Fabo Feng dan Hugh Jones, melalui perhitungan lintasannya asteroid ini diperkirakan berasal dari Asosiasi Lokal Pleiades. Asosiasi Lokal adalah kelompok bintang-bintang muda yang terbentuk pada saat yang bersamaan. Feng dan Jones memperkirakan bahwa dalam perjalanannya ‘Oumuamua telah melewati 109 bintang, dan melintas dekat 5 bintang di antaranya dalam rentang jarak 16 tahun cahaya.

Dibandingkan dengan benda-benda lain di dalam galaksi Bima Sakti, kecepatan ‘Oumuamua termasuk sangat lambat. Hal ini mengindikasikan bahwa ia belum lama mengembara, dan belum banyak berinteraksi dengan bintang bermassa besar yang dapat meningkatkan kecepatannya.

Selain itu, warna kemerahan ‘Oumuamua yang tipis mengindikasikan bahwa usianya belum terlalu ‘tua’. Sebagaimana sudah kita bicarakan, sinar ultraviolet dan sinar kosmik yang membombardir permukaan asteroid akan menyebabkannya berubah warna menjadi merah. Warna ‘Oumuamua merah tipis, cenderung warna alami batu, sehingga usianya diperkirakan masih dalam hitungan ratusan juta tahun, bukannya miliaran tahun seperti usia Tata Surya kita. Kemungkinannya cukup kecil bahwa asteroid ini lebih tua daripada Tata Surya kita.

Dilihat dari komposisinya (campuran batu dan es), Feng dan Jones memperkirakan bahwa asteroid ini terbentuk di tengah-tengah sistem keplanetannya, sebagaimana sabuk asteroid di Tata Surya kita. Asteroid yang terbentuk di wilayah dalam suatu sistem keplanetan biasanya terdiri dari batu, dan asteroid yang terbentuk di wilayah luar keplanetan umumnya terdiri dari es.

Bagaimana asteroid ini lepas dari sistem bintangnya? Feng dan Jones punya dugaan bahwa ‘Oumuamua merupakan bagian dari sistem bintang kembar, yaitu dua bintang yang saling mengorbit. Dengan adanya tarikan gravitasi dari dua bintang yang saling memengaruhi, asteroid akan lebih mudah lepas daripada apabila ia berada di sistem bintang dengan satu bintang saja. Bentuknya yang lonjong juga diduga sebagai akibat proses tumbukan atau proses lepasnya asteroid ini dari sistem bintangnya.

Teori Konspirasi

Melihat bentuk dan pergerakan ‘Oumuamua yang sangat tidak biasa membuat sebagian orang bertanya-tanya: mungkinkah asteroid ini sebenarnya adalah pesawat ruang angkasa?

Neil DeGrasse Tyson dalam wawancara yang sama menyebutkan kemungkinan tersebut cukup kecil mengingat jalur lintasannya di sekitar Matahari dipengaruhi sepenuhnya oleh gaya gravitasi. Selain itu tidak ada manuver supercepat seperti penampakan Unidentified Flying Object pada umumnya (percepatan luar biasa, pergantian arah dengan sangat cepat, dan sebagainya).

SETI (Search for Extraterrestrial Intelligence, kelompok penelitian yang mengkhususkan diri dalam pencarian bentuk kehidupan cerdas di luar angkasa) dengan Teleskop Radionya dan Allen Telescope Array melakukan penelitian untuk mendeteksi adanya emisi gelombang radio, namun mereka tidak menemukan emisi gelombang radio yang tidak biasa.

Penelitian juga dilakukan oleh program penelitian Breakthrough Listen. Mereka memindai asteroid ini dengan menggunakan Green Bank Telescope, teleskop radio di Green Bank, negara bagian Virginia, Amerika Serikat. Sejauh ini belum ditemukan adanya tanda-tanda kehidupan atau sinyal dari makhluk cerdas. Meskipun demikian penelitian ini akan tetap dilanjutkan.

Signifikansi Deteksi ‘Oumuamua

Mengapa keberhasilan ilmuwan dalam mendeteksi ‘Oumuamua, asteroid antarbintang pertama, begitu signifikan?

Pertama, tentu saja, adalah karena ini pertama kalinya sebuah objek antarbintang berhasil dideteksi. Objek tersebut juga sangat berbeda dengan apa yang selama ini kita kenal di dalam sistem Tata Surya kita. Ini merupakan kesempatan untuk mempelajarinya!

Dalam teori pembentukan sistem keplanetan, sebagian debu atau sisa pembentukannya dapat terlempar keluar dari sistem keplanetan tersebut. Dengan mempelajari sang tamu dari sisten keplanetan lain ini kita dapat mempelajari bagaimana sistem-sistem keplanetan lainnya terbentuk.

Sejak ditemukannya ‘Oumuamua, berbagai teleskop di permukaan Bumi sudah mengarahkan ‘mata’ mereka ke asteroid ini. Teleskop antariksa Hubble dan Spitzer telah mengamatinya di dalam minggu tanggal 20 November. Pengamatan berbagai teleskop dan badan antariksa, termasuk NEO dan Jet Propulsion Laboratory (JPL) akan terus dilanjutkan hingga asteroid ini terlalu jauh untuk dapat diamati.

Mari kita nantikan hasil pengamatan selanjutnya!!!

Avatar photo

Ni Nyoman Dhitasari

Berlatar belakang pendidikan Teknik Lingkungan dan musik (piano), Dhita telah jatuh cinta pada dunia Astronomi sejak kecil, terutama Astronomi Budaya. Astronomi telah menjadi hobby utamanya hingga saat ini. Dhita adalah seorang guru piano dan pianis di Denver, Amerika Serikat, dan sempat aktif sebagai tenaga sukarela di Denver Museum of Nature and Science (DMNS), bagian Space Odyssey.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini