fbpx
langitselatan
Beranda » LEAP: Menikmati Jagat Raya Sebagai Angka

LEAP: Menikmati Jagat Raya Sebagai Angka

Artikel 10 Besar Lomba Esai Artikel Astronomi Populer (LEAP) LS
Penulis: Bayu Prahara (Banjaran, Jawa Barat)

Menikmati objek langit kala malam memang tiada habisnya terutama bagi mereka yang berada di wilayah dengan polusi lampu sedikit. Jika tidak ada gangguan seperti awan mendung dan cahaya dari bulan, bintang-bintang dilangit akan lebih terlihat karena cahaya dari mereka tidak tertutup atau kalah terang dari cahaya lain. Bahkan, kalau beruntung, kita bisa melihat sabuk tipis dari  galaksi Bima Sakti (Milky Way) dan galaksi Andromeda dengan syarat polusi lampu yang sedikit serta bulan berada pada fase mati. 

Bima Sakti yang membentang di langit Maba, Maluku Utara. Fotografer: Fikry Maulana
Bima Sakti yang membentang di langit Maba, Maluku Utara. Fotografer: Fikry Maulana

Sejak dulu, manusia telah mempelajari langit beserta objeknya. Sehingga, muncul sebuah ilmu bernama astronomi. Astronomi menjadi salah satu dari ilmu tertua yang dipelajari manusia ketika mengamati objek langit. Astronomi ialah cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda langit (seperti halnya bintang, planet, komet, nebula, gugus bintang, atau galaksi) serta fenomena-fenomena yang terjadi diluar atmosfir Bumi. Ilmu ini secara pokok mempelajari berbagai sisi dari benda-benda langit seperti asal-usul, sifat fisika/kimia, meteorologi, dan pergerakannya.

Berbagai bangsa kuno di dunia seperti bangsa Mesir, Babilonia, atau Romawi telah mempelajari dan mengamati objek langit seperti bintang dan komet yang beredar setiap tahunnya. Bahkan, ilmu ini telah dipelajari oleh manusia pada masa prasejarah. Hal ini bisa dibuktikan dengan berbagai artefak dan tulisan yang berhubungan dengan ilmu astronomi, diantaranya :

  1. Tongkat tulang yang ditemukan di Afrika dan Eropa berumur 35 ribu tahun lalu memiliki garis-garis sebagai penanda fase bulan.
  2. Penemuan Nebra Sky Disk sebagai ‘penggambaran kongkrit tertua di dunia dari fenomena kosmik’ berumur 3600 tahun dan ditemukan secara tidak sengaja oleh dua pemburu harta karun illegal di Jerman pada tahun 1999. Artefak ini menggambarkan matahari atau bulan purnama, bulan sabit, dan bintang-bintang (termasuk sebuah kluster yang ditafsirkan sebagai Pleiades)
  3. Tablet dari Babilonia berisi catatan sebuah komet (yang diketahui merupakan komet Halley) dibuat tahun 164 SM. Bangsa Babilonia terkenal unggul dalam dunia peradaban kuno. Bahkan, jauh sebelum Copernicus menyatakan bahwa Bumi mengelilingi Matahari, bangsa Babilonia telah mengetahui hal tersebut sehingga mereka mampu memprediksi secara akurat kapan gerhana Matahari atau Bulan akan terjadi.
  4. Mechanism Antikythera yang ditemukan di Yunani dan dibuat antara 150-100 SM dikenal sebagai alat untuk memprediksi posisi astronomi dan gerhana untuk kalender maupun keperluan astrologi. Artefak ini memiliki mekanisme luar biasa untuk sebuah peradaban kuno karena dapat menghitung posisi Matahari atau Bulan, fase bulan, gerhana, siklus kalender dan mungkin lokasi sebuah planet dengan akurat.
  5. Bangsa Mesir memiliki penerapan ilmu astronomi tersendiri dalam peradabannya. Salah satunya yakni pembuatan Piramid dengan memanfaatkan pergerakan bintang sehingga Piramid memiliki ketepatan akurat antar sisinya.

Perbedaan mendasar antara astronomi modern dengan astronomi kuno terletak pada bagian mengkaitkan peredaran benda langit dengan kehidupan manusia. Jika astronomi modern sudah tidak mengkaitkan lagi dengan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan manusia, maka astronomi kuno sebaliknya. Tidak dapat dipungkiri, bahwa munculnya ilmu perbintangan baru bernama astrologi dengan kajian horoskop atau zodiak masih banyak dipelajari dan diminati hingga sekarang karena beberapa orang masih percaya bahwa peredaran bintang mempengaruhi kehidupan mereka.

Ilmu ini banyak ditemukan pada bangsa-bangsa yang pernah hidup di muka bumi. Beberapa dari mereka mengadopsi astrologi bangsa sebelumnya, sementara yang lainnya mengembangkan ilmu astrologi miliknya sendiri seperti astrologi China, Mesir, atau Romawi. Tentunya, ilmu ini memiliki pengaruh besar dibandingkan dengan astronomi pada masanya karena beberapa fenomena yang terjadi sering dikaitkan dengan peredaran bintang-bintang. Sehingga, persepsi masyarakat saat melihat benda langit begitu bertanya-tanya, apakah fenomena langit ini pertanda baik atau sebuah pertanda buruk.

Selama beratus-ratus tahun, astrologi berdampak pada masyarakat dalam meramalkan hasil pertanian, pemilihan pemimpin, bencana, atau wabah penyakit. Contoh objek langit yang sering dijadikan pertanda adalah komet. Di hampir semua peradaban kuno, komet menjadi pertanda sebuah petaka yang akan menimpa mereka. Salah satu yang terkenal adalah kemunculan komet pada tahun 1347 diyakini menjadi penyebab wabah Black Death yang membunuh 2/3 penduduk Eropa saat itu. Sebuah keyakinan yang muncul karena kesulitannya akal dalam memahami fenomena yang ada. Padahal, wabah itu berasal dari bakteri yang disebarkan oleh kutu dan tikus dan menyebar dengan cepat di Eropa karena sanitasi warga Eropa saat itu buruk sekali dan bukan disebabkan oleh datangnya komet.

Dari Astrologi hingga menjadi Astronomi modern

Sebelum revolusi astronomi dan ilmu pengetahuan lainnya di Eropa. Pada masa kejayaan Islam (abad ke-8 s.d. abad ke-13), banyak ilmuwan Islam yang memolopori kajian baru di bidang ilmu pengetahuan termasuk ilmu astronomi. Bahkan, munculnya metode saintis melalui pendekatan empiris dikemukakan oleh Ibnu Al-Haytam (Alhazen) yang dikenal sebagai “bapak metodologi ilmiah”. Beliau menyatakan bahwa sebuah hipotesis harus dibuktikan dengan pendekatan eksperimen atau perhitungan matematika.

Baru pada abad ke-13, Roger Bacon menerapkan prinsip metode empiris yang terinspirasi dari karya Aristoteles melalui ilmuwan Arab seperti Ibnu Al-Haytam di Eropa. Hampir sama dengan Al-Haytam, Roger Bacon mengubah metode sains tradisional di Eropa menjadi metode sains yang lebih modern walaupun beliau masih memasukkan ilmu astrologi dan alkimia. Akhirnya, Roger Bacon digelari dokter mirabilis atau dokter yang menakjubkan dan menjadi bapak metode saintis modern di Eropa. Berkat beliau, metode ilmuwan Eropa mulai mengalami perubahan sehingga penelitian yang dilakukan bukan sekedar melainkan pemikiran belaka, melainkan dengan pendekatan matematis dan dibuktikan secara empiris. Sehingga, ilmu pengetahuan termasuk astronomi mulai berkembang di Eropa.

Baca juga:  Galaksi Jauh dari Alam Semesta Dini

Berawal dari sekedar mengamati indahnya maha karya dari sang pencipta, para ilmuwan mulai menerka-nerka dan menganalisis objek langit. sehingga, di masa Renaisans (1300-1600), ilmuwan Eropa mulai mengkaji ilmu astronomi untuk memahami jagat raya. Salah satu ilmuwan yang mendobrak doktrin gereja pada masyarakat Eropa adalah Nicolaus Copernicus (1478-1543). Teori heliosentrismenya (berpusat pada matahari) melawan teori geosentris (berpusat pada bumi) dianggap sebagai titik mula fundamental bagi astronomi modern dan sains modern (teori ini menimbulkan revolusi ilmiah di Eropa). Walaupun pada akhirnya beliau dihukum karena menentang doktrin gereja dan bukunya menjadi buku yang terlarang untuk dibaca saat itu. Tapi, beliau menjadi tonggak untuk perkembangan astronomi selanjutnya. Sehingga, beliau dikenal sebagai bapak astronomi modern saat ini.

Setelah Copernicus, banyak bermunculan para ahli yang mendalami astronomi untuk mengungkap rahasia-rahasia di jagat raya. tetapi, saat itu, teleskop belum dipatenkan di Eropa yang menyebabkan perkembangan astronomi tidak terlalu pesat. Walaupun begitu, seorang ilmuwan bernama Tycho Brahe menjadi ilmuwan yang memiliki data objek langit dengan presisi akurat pada masanya. Dengan alatnya yang memiliki ketelitian hingga satu menit busur, Beliau menghitung pergerakan planet seperti Venus dan Mars. Sayangnya, ia tak berhasil mengukur pergeseran paralaks bintang, sehingga, beliau menyatakan bahwa teori Heliosentris milik Copernicus salah karena bintang tidak mengalami pergeseran seperti planet-planet.

Sebenarnya, alat yang dibuat oleh Tycho Brahe belum cukup bahkan masih jauh untuk menghitung paralaks bintang karena letaknya yang sangat jauh dibandingkan dengan jarak planet. Paralaks bintang baru bisa dihitung pada tahun 1833 oleh F. W. Bessel di Observatorium Konisberg, Jerman. Beliau berhasil mengukur bintang 61 Cygni, ia mendapatkan sudut paralaksnya sebesar 0,32”. Bintang dengan paralaks terbesar adalah Proxima Centauri, yaitu 0,74”. Paralaks ini sedimikian kecilnya sehingga wajar Tycho Brahe tak mampu mengukur paralaks bintang-bintang karena peralatannya yang masih sederhana.

Hukum pada objek langitpun banyak dicetuskan oleh para ilmuwan saat masa Renaisans. Diantara para pencetus itu ada Johannes Kepler, beliau merupakan asisten astronom besar Tycho Brahe. Dengan data posisi planet Mars yang diperoleh Tycho Brahe, pada tahun 1609 Kepler mempublikasikan dua hukumnya tentang gerak planet. Sepuluh tahun kemudian ia memplubikasikan hukumnya yang ketiga. Ketiga hukum Kepler itu adalah :

  1. Planet-planet bergerak mengitari Matahari dalam orbit berbentuk elips dengan Matahari berada di salah satu titik fokusnya
  2. Dalam selang waktu yang sama, garis hubung Matahari-planet menyapu luas daerah yang sama
  3. Bila α setengah sumbu besar planet dan P adalah periode orbit atau kala edar planet (waktu yang diperlukan planet sekali mengitari matahari) maka α3/ P2 adalah konstan

Tentunya beliau tidak hanya mencetuskan hukum saja, akan tetapi, beliau memberikan perhitungan matematis untuk membuktikan hukum-hukum yang dicetuskannya. Sehingga, hukum tentang gerak planet milik Kepler bukan sekedar pemikirannya saja, melainkan hasil dari pengamatan dan analisisnya dalam mengamati gerak planet.

Sejak abad ke-17 hingga sekarang, banyak ilmuwan yang menyumbangkan pemikirannya dalam mengembangkan astronomi dan menjadikannya memiliki banyak cabang-cabang baru sebagai pendalaman dari suatu kajian pada astronomi. Beberapa ilmuwan yang terkenal diantaranya adalah :

  1. Issac Newton (1642-1726). Dalam bukunya yaitu Naturalis Principia Mathematica., beliau menjelaskan hukum Kepler mengenai pergerakan planet yang diakibatkan oleh gaya bernama gravitasi. Beliau pula menjadi pelopor dari mekanika klasik.
  2. Edmond Halley (1656-1742). Ia menyatakan bahwa kemunculan komet pada rentang tahun 1456 sampai 1682 merupakan komet yang sama dengan periode 76 tahun sekali dan diprediksi akan muncul lagi pada tahun 1758. Sebagai penghormatan, komet itu dinamai komet Halley hingga sekarang.
  3. William Herschel (1738-1822). Pencetus dasar dari spekstrokopi untuk mempelajari spektrum cahaya. Karyanya dilanjutkan oleh Joseph Van Fraunhofer (1787-1826) untuk mengidentifikasi unsur kimia pada bintang. Lalu, Annie Jump Cannon (1863-1941) memakainya untuk mengklasifkasikan bintang yang dipakai hingga sekarang.
  4. Albert Einstein (1879-1955). Pelopor teori relativitas umum dan relativitas khusus. Beliau menjadi pelopor mekanika kuantum untuk mempelajari fenomena yang tidak dapat dijelaskan oleh mekanika klasik.
  5. Edwin Hubble (1889-1953). Ia menjadi tokoh penting dalam kosmologi dengan hukum Hubblenya yang menyatakan bahwa hampir semua galaksi mengalami pergeseran merah (redshift) yang menyebabkan galaksi menjauh. Hukum itu pula yang menjadi bukti dari teori Big Bang.
  6. Arno Allan Penzias (1933) dan Robert Woodrow Wilson (1936). Mereka menemukan radiasi CMB (Cosmic Microwave Background) yang merupakan sisa-sisa dari pembentukan jagat raya 13 miliar tahun lalu. Hal ini menjadi penguat teori Big Bang dalam kosmologi

Gaya Baru dalam Menikmati Jagat Raya

Persepsi bahwa jagat raya beserta isinya bersifat statis atau begitu-begitu saja telah berubah dan astrologi yang memiliki peran banyak dalam kehidupan masyarakat mulai ditinggalkan. Jagat raya kini bukan sekedar objek kekaguman belaka, melainkan menjadi sebuah laboratorium terbesar yang pernah dimiliki para ilmuwan. Mereka membuat jagat raya menjadi sekumpulan angka dan rumus sebagai bentuk lain jagat raya di jagat matematika.

Sebagai contoh, kita bisa memilih objek langit yang paling banyak di langit yaitu bintang-bintang. Bagi orang awam, bintang-bintang mungkin hanya menjadi objek penghias langit kala malam, perumpamaan yang manis bagi para pujangga dan menjadi penunjuk arah bagi para navigator yang berkelana. Tapi bagi para astronom, bintang-bintang lebih dari itu. Bintang menjadi objek yang sering diamati dan dianalisis, apalagi semenjak munculnya alat-alat untuk mendeteksi exoplanet di bintang lain. Astronom semakin giat mengamati bintang-bintang untuk mencari exoplanet baru dan mungkin memenuhi syarat-syarat untuk menyokong kehidupan.

Baca juga:  Kepler-19c, Dunia Baru Yang Tak Terlihat

Para astronom telah mengembangkan formula dan penjelasan matematis untuk menjawab fenomena yang terjadi pada bintang. Sehingga pertanyaan-pertanyaan yang awalnya sulit untuk dijelaskan akhirnya bisa dijawab secara matematis,. Adapun pertanyaan itu diantaranya :

Bagaimana cara mengkur jarak bintang ?
Untuk mengukur jarak bintang dapat memakai metode paralaks. Metode paralaks merupakan metode memperkirakan jarak bintang dengan menghitung sudut yang dibentuk saat bintang bergerak selama beberapa periode (tahun) tertentu. Semakin jauh jarak sebuah bintang, maka semakin kecil sudut yang dihasilkannya dan waktu yang diperlukan semakin lama. Sehingga, metode ini tidak efektif untuk mengukur jarak bintang yang sangat jauh. Untuk itu, digunakanlah rumus perbandingan antara magnitudo mutlak dan semu untuk mengukur jarak bintang tersebut yakni :

m – M  = – 5 + 5 log d

Keterangan :
m         = Magnitudo semu
M         = Magnitudo mutlak
d          = Jarak (parsek)

Apakah kita bisa mengukur temperatur sebuah bintang ? bagaimana caranya ?
Ya, kita bisa mengukur temperatur cahaya dengan mengamati panjang gelombang cahaya maksimumnya. Hukum Wien menyatakan bahwa makin tinggi suhu suatu benda hitam, makin pendek panjang gelombang tempat pancaran maksimum itu terjadi. Walaupun begitu, energi ini tidak dikeluarkan dalam jumlah yang sama. Artinya, benda dapat memancarkan tidak hanya satu jenis gelombang, tapi banyak jenis gelombang.

Sehingga, bintang bersuhu tinggi akan lebih banyak memancarkan gelombang pendek dan membuat bintang tersebut terlihat berwarna kebiru-biruan dan sebaliknya, bintang bersuhu rendah akan lebih banyak memancarkan gelombang panjang dan membuatnya terlihat merah.

Adapun rumus Wien adalah :

T = C / λm

Keterangan :

T          = Temperatur benda (K)
C         = Konstanta (2,898 x 10?3 m.K)
λm        = Panjang gelombang (m)

Mungkinkah kita bisa menghitung sisa usia sebuah bintang ? bagaimana caranya ?

Mungkin, terlebih dahulu kita harus menghitung energi total bintang tersebut dengan rumus :

E = mc2

Keterangan :

E         = Energi total (J)
m        = Massa total (Kg)
c         = konstanta cahaya (3 x 108 m)

lalu menghitung energi yang dipancarkan setiap detiknya dengan rumus :

P = W/t

Keterangan :

P         = Daya pancaran (J.s-1)
W        = Energi (J)
T          = Waktu (s)

terakhir adalah membagi energi total bintang dengan energi yang dipancarkan per detik yaitu :

t = E/P

Keterangan :

t          = Waktu yang diperlukan untuk menghabiskan semua energi total (s)
E         = Energi total (J)
P         = Daya pancaran (J.s-1)

Walaupun kita bisa mengukur kecerahan, jarak, temperatur maupun umur sebuah bintang, hasil dari perhitungan tersebut hanyalah sebuah perkiraan dan bukan nilai dengan keakuratan yang sempurna. Akan tetapi, dengan kemajuan pengetahuan saat ini, alat-alat astronomis pun turut mengalami pengembangan. Sehingga, nilai kesalahan hasil perhitungan semakin kecil.

Dengan banyaknya kajian-kajian pada ilmu astronomi, timbulah cabang-cabang baru untuk mengspesifikkan pada satu kajian khusus. Adapun cabang dari astronomi itu diantaranya :

  1. Astrometri yaitu penelitian posisi benda di langit dan perubahan posisi mereka.
  2. Kosmologi yaitu penelitian alam semesta sebagai seluruh dan evolusinya.
  3. Astronomi praktis adalah cabang ilmu Astronomi yang mempelajari bagaimana cara mengadakan observasi terhadap benda-benda angkasa, dengan alat-alat astronomis dan metode yang sesuai, sehingga diperoleh data yang memenuhi persyaratan benar.
  4. Astrofisika adalah cabang ilmu Astronomi yang mempelajari sifat-sifat fisik dan spesifik benda-benda angkasa yang meliputi: temperatur (suhu) dan radiasi, keadaan atmosfer, keadaan permukaan benda angkasa, keadaan lapisan, dan gejala-gejala lain yang disebabkan oleh sifat fisik tersebut.

Cabang-cabang baru ini menjadi cara untuk ilmuwan dalam mengkhususkan kajian suatu objek langit. Tidak dapat dipungkiri, mungkin dalam beberapa tahun kedepan akan banyak penemuan-penemuan baru lainnya tentang jagat raya.

Penutup

Astronomi menjadi salah satu ilmu tertua yang dipelajari manusia. Seiring waktu, ilmu ini telah mengalami berbagai perubahan seperti pemisahan ilmu astrologi dari astronomi dan munculnya berbagai pemikiran serta perhitungan matematis yang mengungkap dan menjelaskan fenomena di jagat raya.

Berbagai cabang baru dari astronomi bermunculan sebagai pengkhususan pengkajian pada satu objek saja. Hal ini tentunya menjadi cara agar astronomi bisa berkembang lebih jauh serta mengisi rasa keingintahuan manusia tentang jagat raya.

Artikel ini ditutup dengan sebuah kutipan yang merupakan sebuah prediksi tentang masa depan dan telah terbantahkan dengan semangat dan kerja keras manusia untuk menjelajahi jagat raya, yaitu :

A rocket will never be able to leave the Earth’s atmosphere”

(New York Times, 1936)

[divider_line]

DAFTAR PUSTAKA

Data Primer

Seeds, Michael A.. 2008. Foundations of Astronomy. Edisi ke-10. Brooks Cole
Sunkar Eka Gautama. 2010. Astronomi dan Astrofisika. Revisi ke-3.  Makassar
Winardi Sutantyo. 2010. Pengantar Astrofisika : Bintang-bintang di Alam Semesta. Bandung : Penerbit ITB

Data Sekunder

Sigit Prihatin. Cabang-cabang Astronomi. http://astronesia.blogspot.co.id/2012/10/cabang-cabang-astronomi.html
Ganda Wenang Sani. Pengertian Astronomi Beserta Cabang – cabang Ilmu dan Manfaatnya. http://www.referensibebas.com/2016/03/pengertian-astronomi-beserta-cabang.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Albert_Einstein
https://en.wikipedia.org/wiki/Annie_Jump_Cannon
https://en.wikipedia.org/wiki/Astronomy
https://en.wikipedia.org/wiki/Archaeoastronomy
https://en.wikipedia.org/wiki/Cosmic_microwave_background
https://en.wikipedia.org/wiki/Edmond_Halley
https://en.wikipedia.org/wiki/Edwin_Hubble
https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_astronomy
https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_astrology
https://en.wikipedia.org/wiki/Ibn_al-Haytham
https://en.wikipedia.org/wiki/Isaac_Newton
https://en.wikipedia.org/wiki/Joseph_von_Fraunhofer
https://en.wikipedia.org/wiki/Roger_Bacon
https://en.wikipedia.org/wiki/Timeline_of_astronomy
https://en.wikipedia.org/wiki/William_Herschel

LEAP

Lomba Esai Astronomi Populer (LEAP) yang diselenggarakan oleh langitselatan. 10 Terbaik akan kami tampilkan tulisannya di langitselatan dengan akun LEAP.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini