fbpx
langitselatan
Beranda » Menelusuri Jejak Air di Ceres

Menelusuri Jejak Air di Ceres

Ceres. Dewi Pertanian dan Kesuburan dari bangsa Romawi Kuno abadi di antara bebatuan di Sabuk Asteroid. Sang Dewi yang menguasai bahan makanan berupa biji-bijian seperti jagung dan gandum ini tidak sekedar kita kenal sebagai cereal dari kata serealia ataupun nama meises. Mungkin yang terakhir hanya di Indonesia.

Citra Ceres yang dipotret Wahana Dawn tanggal 12 Febuari 2015 dari ketinggian 83 ribu km. Tampak ada bintik terang yang diduga es. Kredit: NASA/JPL-Caltech/UCLA/MPS/DLR/IDA

Di angkasa, atau lebih tepatnya di Tata Surya, Ceres adalah asteroid terbesar yang ada di Sabuk Asteroid. Keberadaannya bersama hampir 2 juta asteroid di antara Mars dan Jupiter menyimpan cerita menarik dari masa lalu Tata Surya. Benda-benda ini merupakan sisa materi pembentukan Tata Surya. Asteroid sering kali juga disebut planet yang gagal. Seharusnya materi yang ada di area ini bergabung menjadi sebuah planet. Akan tetapi, gaya tarik yang besar dari Mars dan Jupiter, menyebabkan materi yang ada di antara kedua planet ini tak pernah bersatu ataupun terlontar ke luar.

Benda-benda yang ada di antara Mars dan Jupiter, dikenal sebagai sabuk asteroid. Bentuknya tidak beraturan. Tapi Ceres adalah satu-satunya asteroid yang berbentuk bulat dengan diameter 945 km. Massanya juga 1/3 massa seluruh asteroid yang ada di sabuk asteroid.

Sejarah penemuannya juga menarik. Ceres adalah satu-satunya obyek yang bisa kita katakan pernah mengalami beberapa kali pergantian identitas.

Berkenalan dengan Ceres

Ceres ditemukan pada tanggal 1 Januari 1801 ketika manusia baru mengawali abad ke-19. Benda kecil yang mengitari Matahari ini ditemukan oleh Giuseppe Piazzi dari Palermo, Italia. Meskipun baru ditemukan tahun 1801, keberadaan ceres sudah lama diprediksikan berdasarkan hukum Titius – Bode oleh Johann Elert Bode pada tahun 1772. Dan jauh sebelum itu,pada tahun 1596, Kepler sudah memprediksikan keberadaan gap atau celah besar antara Mars dan Jupiter. Ceres ditemukan di celah ini pada jarak 413 juta km atau 2,8 AU dari Matahari.

Ketika pertama kali ditemukan, Ceres bukan asteroid. Ia dikelompokkan sebagai planet bersama beberapa obyek lain seperti Palas, Juno dan Vesta yang ditemukan kemudian. Ternyata, semakin banyak obyek ditemukan di area ini membuat para astronom melakukan reevaluasi dan obyek-obyek ini kemudian di kelompokkan sebagai asteroid pada tahun 1859.

Hampir 1,5 abad kemudian, Ceres kembali mengalami pengelompokkan ulang. Kali ini bersama Pluto, ia ditempatkan sebagai planet katai atau planet kerdil. Penyebabnya, tak lain adalah semakin banyak obyek serupa Pluto ditemukan di area Sabuk Kuiper. Dan beberapa di antaranya hampir seukuran Pluto dan ada yang lebih besar dari Pluto. Maka, definisi ulang planet dirasakan perlu oleh para astronom.

Ceres yang mengorbit Matahari setiap 4,6 tahun ini tidak memiliki musim seperti halnya planet lain, mengingat kemiringan sumbu rotasinya hanya 4º. Obyek yang pernah jadi planet kemudian asteroid terbesar dan sekarang planet katai juga diketahui merupakan protoplanet atau embrio planet.

Berbeda dengan asteroid lain, Ceres memiliki semuanya untuk menjadi sebuah planet. Planet kerdil ini terbentuk bersama planet lainnya 4,6 milyar tahun lalu dan memiliki kemiripan dengan planet kebumian lainnya. Artinya, ia disusun oleh batuan. Tapi, kerapatannya cukup renggang. Ceres memulai perjalanannya untuk menjadi planet dengan baik sampai suatu ketika ia kehabisan makanan yang bisa membuatnya jadi planet seperti Mars ataupun Bumi. Benda-benda kecil yang harusnya bisa ditarik untuk menjadi bagian dari Ceres, tidak pernah masuk dalam jangkauan gaya tariknya. Akibatnya, Ceres tetap jadi cikal bakal planet sampai saat ini.

Baca juga:  Berburu Jupiter Panas di Gugus Terbuka

Ada Air di mana – mana….

Di area merah hanya terdapat sedikit es. Sedangkan pada area biru, lebih banyak es ditemukan. Kredit: NASA/JPL-Caltech/UCLA/MPS/DLR/IDA/PSI

Ceres yang berputar pada sumbunya setiap 9 jam, merupakan planet katai berbatu yang dingin dan tanpa udara. Ada satu hal yang menarik dari Ceres. Para astronom menduga di Ceres ada air.
Jejak air juga ditemukan di atmosfer tipis Ceres. Uap air tersebut diduga berasal dari sublimasi es yang ada di permukaan Ceres.

Rupanya dugaan itu memang tidak salah. Bahkan hasil pengamatan Wahana Dawn menyingkap cerita yang lebih menarik. Ceres punya kemiripan dengan Bumi!

Batuan? Air? Astronom sudah menduganya. Tapi… yang mungkin tidak pernah diduga adalah Ceres rupanya diselimuti oleh air! Mirip kan dengan Bumi yang 2/3-nya adalah lautan?

Air! Lautan! Mungkinkah? OK ketika kita berbicara air maka yang kita bicarakan adalah senyawa kimia H2O aka dua atom hidrogen yang terikat pada satu atom oksigen. Wujudnya? Bisa gas, padatan atau cair!

Tapi ingat, pada jarak yang jauh dari Matahari dimana temperatur sudah semakin dingin, air pun membeku. Hanya ada es di planet-planet yang jauh dari Matahari. Wahana Dawn melihat ada es yang menyelimuti Ceres.  Meski “hanya es”, tetap saja fakta ini sangat menarik bagi kita yang masih terus mencari kemungkinan kehidupan di planet lain. Untuk itu, air jadi syarat pertama. Di Tata Surya, jejak air bisa ditemukan di kutub – kutub Mars, Europa, dan juga Pluto.

Tak hanya air. Dawn yang mengorbit Ceres sejak tahun 2015 sudah melakukan berbagai pengukuran dan sesi pengambilan gambar. Semua dikirimkan kembali ke Bumi untuk dianalisis oleh para ahli. Citra pertama yang dikirimkan Dawn saat mengorbit Ceres memperlihatkan ada bintik terang yang diduga berasal dari es. Ternyata bintik itu justru merupakan area penyimpanan garam, yang diduga berasal dari air asin yang muncul dari bawah permukaan Ceres.

Bintik terang di kawah Occator, Ceres. Bintik terang yang berada di tengah diberi nama Cerealia Facula. Sedangkan bintik lainnya di arah timur Cerealia Facula, diberi nama Vinalia Faculae. Kredit: NASA/JPL-Caltech/UCLA/MPS/DLR/IDA

Bintik terang yang dilihat Dawn bukan fenomena lokal, melainkan menyebar di seluruh permukaan Ceres. Area paling terang yang dilihat Dawn di kutub utara berada di kawah Occator dan bintik terang di tengah kawah diberi nama Cerealia Facula. Agak ke timur, bintik terang lainnya yang tidak memiliki daya pantul sebesar Cerealia Facula diberi nama Vinalia Facula.

Untuk menjejak air di Ceres, Wahana Dawn membawa serta instrumen GRaND atau Gamma Ray And Neutron Detector). GRaND akan menentukan konsentrasi hidrogen, besi dan kalium di permukaan Ceres. Cara kerjanya, GRaND menghitung jumlah energi sinar gamma dan neutron yang berasal dari Ceres. Neutron terbentuk saat sinar kosmik menghantam permukaan Ceres. Pada saat itu, sebagian neutron akan diserap ke dalam permukaan, dan sebagian lain lepas kembali ke angkasa. Tapi, yang lepas tidak sebanyak yang seharusnya. Tampaknya sebagian neutron justru diperlambat oleh berbagai materi di permukaan Ceres. Di antaranya adalah hidrogen.

Hasil yang diberikan oleh Dawn memperlihatkan kalau Ceres kaya akan hidrogen. Sebagian kecil hidrogen di Ceres bisa ditemukan sebagai bagian dari senyawa mineral sederhana. Dan sebagian besar lainnya justru terkunci dalam senyawa air. Yup! Air a.k.a H2O.

Baca juga:  Pembentukan Planet Yang Kaya Karbon

Hidrogen di Ceres paling banyak ditemukan di kutub dan area lintang tinggi. Tidak mengherankan karena area tersebut memang seharusnya jauh lebih dingin, meskipun area ekuator juga tidak terlalu panas. Jangan lupa kalau Ceres ini berada ratusan juta km dari Matahari. Semakin jauh dari Matahari, cahaya dan panas yang diterima juga semakin sedikit. Selain berbentuk bongkahan air es murni, es di Ceres juga diperkirakan mengisi pori-pori batuan di planet katai tersebut.

Menariknya, materi di permukaan justru tampak seperti sudah melalui proses di dalam air yang berwujud cair. Bukti tersebut disajikan oleh konsentrasi besi, hidrogen, kalium dan karbon di permukaan yang sudah mengalami perubahan oleh air dalam wujud cair.

Air cair di Ceres?

Sepertinya, jauh di bawah permukaan Ceres, air masih cukup hangat untuk tetap berwujud cair. Dan menurut para ilmuwan, kondisi hangat ini tercipta oleh peluruhan elemen radioaktif di inti Ceres. Jika ada panas di bawah permukaan, maka air pun akan tetap hangat dan berwujud cair. Di sinilah air bisa berinteraksi dengan mineral yang ada sehingga terjadi perubahan kimia.

Peluruhan radioaktif ini jugalah yang jadi penyebab terpisahnya batuan dan es. Jadi jika panas di inti bisa membuat air tetap berwujud cair dalam waktu yang lama, maka batuan akan “jatuh” dan bergabung dengan batuan di inti. Di sisi lain, air yang lebih ringan justru akan naik ke area permukaan. Pada saat pemisahan inilah terjadi percampuran air dan batuan. Di area permukaan yang dingin, air tentunya akan membeku jadi es. Pemisahan es dan batuan inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi Ceres di permukaan dan di bagian dalam planet kerdil tersebut.

Air yang ditemukan di Ceres ternyata lebih banyak berada pada kawah-kawah gelap di dekat kutub utara. Ada ratusan kawah di area kutub utara Ceres yang dipelajari para astronom. Kawah-kawah ini selalu gelap dan sangat dingin. Temperaturnya bisa mencapai kurang dari 110 K atau -163º C. Kalau kita berada di tempat itu, dalam sekejap saja kita sudah beku. Keberadaan kawah di lintang tinggi menjadi salah satu penyebab kawah selalu gelap. Sinar Matahari tidak pernah sampai di dasar kawah yang ada di dekat kutub atau di area lintang tinggi Ceres. Akibatnya, selama milyaran tahun hanya sedikit es yang bisa menyublim jadi uap air.

Nah, sekarang kita tahu kalau selain Europa, Enceladus dan Pluto, Ceres juga punya air. Bahkan diperkirakan jumlah airnya lebih banyak dari air di Bumi. Menarik kan? Siapa tahu di masa depan, Ceres bisa jadi salah satu lokasi kolonisasi manusia dan jadi lokasi persinggahan dalam perjalanan luar angkasa.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

2 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini

  • “Temperaturnya bisa mencapai kurang dari -110 K atau -383º C”.

    Anda mengutip sumber dari mana? Temperature dalam Kelvin tidak pernah kurang dari nol per definisi.

  • terima kasih atas koreksinya. rupanya saya yang salah baca papernya. Temperatur 110 K bukan minus. Tulisan sudah saya edit. Terkait sumber, kami menggunakan paper atau rilis resmi pemilik misi dan penelitian, kalau itu berupa press rilis.