fbpx
langitselatan
Beranda » Hidup Bertetangga: Mencari ETI

Hidup Bertetangga: Mencari ETI

ETI, bukan nama gadis, tetapi initial dari “Extra Terrestrial Intelligence”—mahluk berintelegensia  yang hidup di luar sana, bukan penghuni Bumi. Mahluk planet lain yang diperkirakan merupakan produk logis dari proses sekuensial  evolusi organik. Itulah yang dicari oleh mahluk yang mengaku dirinya intelegen, penghuni dan kenyataannya, tuan di planet ketiga dalam Tata Surya kita.

Pencarian itu, yang sebenarnya sudah dimulai dengan upaya teknologi dan ilmu pengetahuan, pada awal tahun 1960-an, merupakan konsekuensi logis dari keberadaanya di alam semesta yang tidak dapat lagi di pandang secara univariat. Dalam sejarah kemanusiaan memang telah dikenal suatu periode panjang yang menggenggam pikiran bahwa tata-surya beserta 9 buah planet, dan Bumi sebagai mahligai kemanusiaan merupakan suatu unikum.

Ilustrasi exoplanet. Kredit: Nature
Ilustrasi exoplanet. Kredit: Nature

Begitu pula bintang yang bertebaran di alam semesta, yang menampakkan diri di malam hari sebagai penghias langit, adalah produk sebuah proses alami. Pembentukan benda-benda itu, menurut kaidah ilmu pengetahuan alam, dituntun oleh aksi kerjasama gaya berat, gelombang elektromaknetik yang interaktif dan tarik menarik elemen kimiawi. Tentu saja elemen kimia pada permulannya sangat sederhana, tidak sebanyak dan serumit seperti tertampak dalam tabel periodik sekarang.

Seiring dengan meningkatnya kadar intelegensia mahluk di Bumi, sebagai mahluk pemikir yang punya keingintahuan, disadarilah bahwa Bumi dan planet lain, yang bergasing dan berkeliling Matahari adalah hasil bentukan suatu proses mekanistik di dalam  serba sekalian Alam—resultante dari interaksi berbagai gaya, manifestasi paduan proses fisik dan kimiawi.

Dalam upayanya itu manusia yang berakal dan beriman tidak akan meninggalkan kebesaran Pencipta yang dianggapnya berpandangan jauh ke depan, dengan membina alam semesta yang multivariate, bhineka tunggal ika. Melalui lorong itulah para ilmuwan mencoba dan pencinta ilmu ke-alaman astronomi, mempersiapkan diri untuk mengenali “Jejak kehidupan di Planet lain”. Sebelum kehidupan itu diperoleh tentunya mencarti (istilah sekarang survey) dalam lingkungan yang dikuasai oleh ilmunya adakah benda langit yang mampu menjadi singgasana kehidupan. Ternyata ditemui banyak sekali planet di luar Tata Surya kita. Planet itu beratribut aneka ragam massa, ada yang lebih kecil dan ada yang lebih besar dari Bumi. Ada yang mengandung sifat kimiawi, mempunyai beragam garis edar mengelilingi bintang induknya. Sampai saat ini tidak kurang dari 6000 buah exoplanet telah ditemui. Dari padanya kurang dari 500 buah yang mengimitasi besaran Bumi, dan hanya sedikit sekali yang berada pada zona kehidupan bintang-bintang induk. Zona kehidupan adalah lajur di sekitar bintang induk yang mempunyai syarat tertentu dan terbatas untuk memungkin planet-luar tersebut mengembangkan kehidupan (yang sederhana sekalipun).

Masyarakat astronomi mebangun peralatan rumit dan cara deduksi yang pelik, walaupun tidak sukar, untuk mengindera planet-planet luar yang diduga berada disana dalam keluasan dan kebinekaan ujud alam semesta. Banyak terminologi astronomi dan keilmuan lain diperkenalkan ke dalam jargon ilmiah untuk memudahkan komunikasi antar ilmuwan mapun guna penyebaran idea.

Baca juga:  Status Exoplanet Fomalhaut b Diragukan

Dipicu oleh penemuan exo-planet, yakni planet di luar lingkup Tata-Surya kita, astronom menjelajahi secara estetis dan benar, proses evolusi organik dan fisik alam semesta tampak. Dia menghantar kita meniti mesin-mesin renik penyulut evolusi,  jutaan tahun silam untuk mengeja pembangkit kehidupan materi dalam samudera alam semesta lepas.

Seluk beluk penemuan planet-luar, yang sekarang tidak kurang dari 4000 buah, diuraikan dengan memperkenalkan kaidah ilmu astronomi tarik-menarik antar gaya berat. Keberadaan ekso-planet adalah merupakan perpanjangan logis proses pembentukan bintang—yang menyisakan “jladren” pembentuk bintang itu  melalui proses mekanik dan fisikawi menjadi planet. Berbagai ukuran ekso-planet telah ditemukan tetapi perhatian manusia terpumpun kepada ekso-planet yang bermassa mendekati massa Bumi. Jumlahnya tidak lebih dari 1000 buah dan mengelilingi bintang induknya—sinonim Mataharinya. Ada yang lintasannya berujud elip, tetapi juga ada yang mendekati ujud sebuah lingkaran.

Dengan tepat, dan mudah dimengerti dijawantah maknawi  ruang zona kehidupan. Di dalam ruang semacam itulah—tatkala sebuah planet dapat mengemban cairan, sebagai lautan purba  untuk selang waktu jutaan tahun guna menikmati pancaran panggah bintang induk. Zona itu adalah wilayah eksklusif tatkala sebuah ekso-planet  menggendong daya tampung untuk memijah kehidupan primer. Penalaran itu tentu saja diperoleh dari pelajaran tentang kegairah kehidupan primer di Bumi kita dahulu kala. Contoh kehidupan lain belum diketahui karena itu wajar kalau orang berhati-hati untuk tidak mengekstrapolasi konsep yang dipunyainya yakni tentang kehidupan Bumi yang  bersandarkan  kepada elemen hidrogen, oksigen dan karbon.

Aneka bintang dengan ragam suhu sudah diketahui oleh keilmuan  astronomi. Bintang yang bersuhu terlalu tinggi atau terlalu rendah, apalagi yang nir-panggah tentu tidak mendukung keberadaan planet berkarang atau berbatu. Karena itu buat sementara bintang seperti ini dapat disisihkan dari upaya merunut kehidupan di planet tetangga.


Judul diambil dari sumbangan penulis ke Kompas tahun 1975 dengan judul: Dimanakan engkau ETI.
Tulisan ini disampaikan dalam ceramah Astronomi di FMIPA-UNDIP Semarang pada tanggal 11 Juni 2014

Avatar photo

Bambang Hidayat

astronom Indonesia yang melakukan penelitian struktur galaktika. Ia menyelesaikan tingkat sarjana tahun 1960 dari Institut Teknologi Bandung dan menyelesaikan pendidikan doktor dari Case Institut of Technology, AS. Bambang menjabat sebagai kepala Observatorium Bosscha sejak tahun 1968-1999. Pada tahun 1994, di Den Haag, Bambang Hidayat terpilih menjadi wakil presiden IAU, selama kurun waktu 6 tahun. Saat ini Bambang aktif dalam berbagi ilmunya lewat AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia)

2 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini