fbpx
langitselatan
Beranda » Exoplanet di Bintang Jauh atau Bulan di Exoplanet?

Exoplanet di Bintang Jauh atau Bulan di Exoplanet?

Selama hampir dua dekade, kita telah berhasil membuktikan bahwa Tata Surya tidaklah sendirian. Hampir 2000 planet telah dipastikan keberadaannya, dan masih ada ribuan lainnya yang sudah ditemukan sebagai kandidat planet. Pertanyaan lain yang muncul dan menantang para astronom, apakah planet-planet itu punya satelit? Dari analisa dan teori, planet-planet yang ditemukan tersebut tentunya ada yang memiliki satelit, seperti halnya planet-planet di Tata Surya. Tapi bagaimana membuktikannya? Ini yang tidak mudah.

Untuk bisa menemukan sebuah planet penelitian yang dilakukan bukan melihat langsung ke planet itu melainkan melihat efek yang ditimbulkan si planet ke bintang induknya. Itu bintang dan planet. Bagaimana menemukan bulan yang jauhhh lebih kecil lagi.

Apakah kebuntuan itu akhirnya bisa dipecahkan? Mungkin iya mungkin juga tidak. Tim peneliti gabungan Japan-New Zealand-American Microlensing Observations in Astrophysics (MOA) dan program Probing Lensing Anomalies NETwork (PLANET) yang melakukan pengamatan dengan teleskop di Selandia Baru dan Tasmania membawa kabar baik akan kehadiran bulan di planet lain. Atau mungkin juga bukan.

Bulan atau planet? Kredit: NASA
Bulan atau planet? Kredit: NASA

Pengamatan lensa mikrogravitasi yang dilakukan tim peneliti tersebut menunjukan kehadiran sebuah obyek yang mungkin saja sedang mengitari obyek lain. Pertanyaannya, apakah obyek ini planet yang megitari bintang atau bulan yang mengitari planet maish jadi tanda tanya. Yang bahkan mungkin tak akan pernah terjawab, karena memang pengamatan obyek tadi hanya terjadi satu kali.

Jadi.. apa yang sebenarnya dilakukan para astronom tadi?

Pengamatan Lensa Mikro Gravitasi
Tim astronom internasional tersebut melihat keberadaan obyek lain saat melakukan pengamatan lensa mikro gravitasi. Sebuah pengamatan yang mengandalkan pertemuan atau papasan dua benda langit di galaksi yang hanya bisa dilihat satu kali. Pengamatan tersebut memang memanfaatkan papasan dua buah bintang. Teknik yang disebut lensa mikro gravitasi ini menjadikan salah satu bintang sebagai kaca pembesar untuk memfokuskan dan mencerahkan cahaya bintang yang lebih jauh.

Proses pengamatan lensa mikrogravitasi bergantung pada kejadian “papasan” antara dua bintang yang dapat dilihat dari sudut pandang pengamat di Bumi. Papasan atau perlintasan atau pertemuan kedua bintang ini pun bukan dalam jarak dekat karena sebenarnya keduanya terpisah jarak yang sangat jauh.

Kedua bintang yang diamati ada yang dekat dengan pengamat dan ada yang jauh. Bintang yang jauh, biasanya merupakan bintang yang lebih terang dari bintang yang berada dekat dengan pengamat. Bahkan, bintang yang berada lebih dekat dengan pengamat tersebut merupakan bintang yang sangat redup dan bukan saja sulit dilihat dari Bumi melainkan tidak dapat diamati dari Bumi.

Ketika bintang yang lebih dekat yang sangattttttt redup tersebut melintas di depan bintang yang jauh, gravitasinya akan menyebabkan cahaya bintang yang lebih jauh tampak melengkung dari sudut pandang pengamat. Jika selama waktu perlintasan, bintang di latar belakang tampak menguat dalam waktu singkat, artinya disitu ada planet yang sedang mengorbit si bintang yang lebih dekat tersebut yang memperbesar efek penguatan. Pada kejadian tersebut, planet yang ada di bintang latar depan berfungsi sebagai lensa kedua dalam efek penguatan tersebut.

Baca juga:  Lomba Esai Astronomi Populer langitselatan
Teknik lensa mikro gravitasi
Teknik lensa mikro gravitasi

Dalam pengamatan menggunakan teknik lensa mikrogravitasi, bintang yang ada di latar depan tidak selalu merupakan bintang. Bisa juga obyek tersebut merupakan planet yang mengambang bebas atau planet pengembara tanpa bintang induk. Jika obyek tersebut bukan bintang, maka jika ada benda lain yang bertindak sebagai lensa kedua, maka bisa dipastikan bahwa benda tersebut merupakan satelit pengiring si planet. Dan jika itu kasusnya, maka yang ditemukan tersebut adalah bulan aka satelit pertama di planet luar surya.

Sampai saat ini, meskipun para astronom sudah memprediksikan kehadiran exomoon atau exobulan atau bulan luar surya atau satelit pengiring planet di bintang lain, dan sudah juga mencarinya dalam data pengamatan Kepler, namun belum ada satu obyek yang sudah ditemukan yang bisa diklasifikasi sebagai satelit pengiring.

Bukti pertama bulan di exoplanet?
Hasil pengamatan tim astronom tersebut menunjukkan kehadiran benda kecil yang mengorbit obyek di latar depan pada lensa mikrogravitasi. Tapi, obyek tersebut masih belum bisa diketahui apakah ia adalah bintang ataukah planet. Yang diketahui adalah perbandingan antara obyek di latar depan dan obyek mengitarinya yakni 2000 : 1. Artinya pasangan obyek di latar depan bisa merupakan bintang kecil dan redup dan sebuah planet seukuran 18 kali massa Bumi, atau sebuah planet yang lebih masif dari Jupiter dan satelit pengiringnya yang bobotnya lebih kecil dari Bumi.

Masalahnya, para astronom sendiri tidak punya cara untuk menentukan mana dari dua skenario itu yang tepat.

Jika obyek yang dilihat itu memang benar sebuah planet dan satelit pengiring, maka ini akan jadi penemuan pertama dari satelit di planet yang mengitari bintang lain. Pemodelan yang dibuat oleh para astronom memang menunjukkan kalau obyek yang dilihat tersebut merupakan sebuah planet dan satelit pengiring. Tapi jika menganalisa dari dua skenario tersebut dan melihat mana yang paling memungkinkan di alam semesta, maka skenario bintang dan planetlah yang akan memenangkan pertarungan.

Jawaban dari misteri ini ada pada jarak antara si obyek di latar depan dan pasnagannya. Pasangan dengan massa rendah yang dekat dengan Bumi akan menghasilkan kecerlangan yang sama seperti pasangan masif yang berada lebih jauh. Akan tetapi, ketika proses penguatan berakhir dan kecerlangan bintang latar belakang tak lagi diperkuat, maka akan sangat sulit bagi para astronom untuk bisa melacak dan mengamati kembali obyek tersebut untuk bisa mengetahui jaraknya. Dan akhirnya, obyek dan pengiring yang diberi nama MOA-2011-BLG-262 akan tetap menjadi misteri bagi kita.

Pengukuran jarak lewat kejadian pelensaan tersebut dimungkinkan untuk dilakukan di masa depan, salah satunya dengan menggunakan teleskop Spitzer atau Kepler yang berada di angkasa. Kedua teleskop bisa digunakan untuk melakukan perhitungan menggunakan teknik pengukuran jarak benda menggunakan paralaks.

Baca juga:  Berkenalan Dengan DeeDee, si Planet Katai Jauh

Prinsip dasar pada paralaks bisa dijelaskan dengan melihat pada jari yang menunjuk sesuatu. Setelah itu coba tutup mata secara bergantian dan perhatikan bagaimana jarimu berpindah tempat.  Dalam kasus ini, bintang jauh yang dilihat dari dua teleskop yang terpisah jauh akan tampak bergerak. Saat dikombinasikan dengan peristiwa pelensaan, efek paralaks akan mengubah bagaimana sebuah teleskop melihat hasil penguatan cahaya bintang. Teknik ini sangat baik jika dilakukan dengan salah satu teleskop di Bumi dan satu teleskop lagi di angkasa. Tapi dua buah teleskop di Bumi juga bisa digunakan jika keduanya berada pada sisi yang berbeda di Bumi.

Pengamatan dengan lensa mikro gravitasi sendiri sudah berhasil menemukan selusin exoplanet baik yang mengorbit mengitari sebuah bintang maupun yang mengambang bebas. Sebuah planet bisa mengambang bebas diperkirakan bisa terjadi ketika si planet dilontarkan keluar saat sebuah sistem keplanetan baru terbentuk.  Dan jika bulan di exoplanet benar ditemukan dari pengamatan tersebut, maka ia merupakan bulan yang sedang mengitari planet mengambang bebas yang mengembara di alam semesta setelah terlontar keluar dari sistem keplanetan yang masih berusia muda.

Apakah kita sudah menemukan bulan di planet lain? Tampaknya ini masih jadi misteri sampai ada konfirmasi lanjutan.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini