fbpx
langitselatan
Beranda » Satelit astrometri Gaia hari ini akan diluncurkan

Satelit astrometri Gaia hari ini akan diluncurkan

Tradisi astronomi yang paling tua dan sudah dilakukan bahkan sebelum digunakannya teleskop adalah astrometri, yaitu teknik mengukur posisi bintang seakurat mungkin. Semua astronom yang tertulis dalam buku sejarah sudah melakukannya.

Hipparchus (c. 190 SM–c. 120 SM), astronom paling mumpuni pada masa Yunani klasik, mampu membuat pengukuran posisi bintang yang teliti untuk jamannya. Dengan membandingkan posisi bintang-bintang yang ia ukur dengan posisi bintang-bintang yang diukur oleh orang-orang Babilonia satu milenium sebelumnya, ia mencatat adanya perubahan posisi bintang-bintang yang sama dan menyimpulkan bahwa hal ini disebabkan karena pergeseran sumbu rotasi Bumi.

Tycho Brahe, astronom berhidung logam. Lukisan ini dibuat sebelumnya hidungnya putus. Sumber: Wikipedia.

Fenomena yang dinamakan presesi ini di kemudian hari dimengerti sebagai efek dari tarikan gravitasi Bulan dan Matahari pada Bumi. Tycho Brahe (1546–1601), astronom Denmark berhidung logam (hidung Tycho Brahe putus akibat duel), juga menorehkan namanya dengan tinta emas melalui pekerjaannya menyusun katalog bintang yang berisikan posisi akurat sekitar 1000 bintang dan pengukuran posisi planet-planet sepanjang waktu. Katalog ini merupakan katalog terbaik dari masa pra-teleskop, dan data ini menjadi modal Johannes Kepler untuk menurunkan Tiga Hukum Kepler.

Ulugh Beg diabadikan dalam perangko Uni Soviet tahun 1987. Sumber: Wikipedia.

Di luar Eropa, astronom-sultan Ulugh Beg (1394–1449) juga menaruh minat besar pada astrometri dan dengan kekuasaannya sebagai sultan ia membangun observatorium terbaik pada jamannya di Asia Tengah. Ulugh Beg mampu mengukur dengan sangat akurat, berapa lama satu tahun sideris dan juga sudut kemiringan sumbu rotasi Bumi relatif terhadap bidang orbitnya.

Astrometri setelah kemunculan teleskop dilakukan dengan menggunakan teleskop transit. Instrumen ini mengukur posisi bintang dengan cara mengamati kapan dan di mana sebuah bintang melewati sebuah garis fiktif yang dinamakan garis meridian. Garis meridian adalah sebuah garis yang menghubungkan kutub utara dan selatan bumi melalui titik yang persis di atas kepala pengamat (dinamakan juga titik zenith).

Garis meridian pada bola langit. Sumber: Wikipedia.

Dengan menggunakan teleskop transit, posisi bintang-bintang di langit dapat diukur dengan ketelitian melebihi instrumen pra-teleskop. Puncak dari pencapaian ini adalah kemampuan mengukur sudut paralaks bintang dan gerak diri bintang. Dengan pengukuran sudut paralaks sebuah bintang, jaraknya dapat ditentukan dan dengan demikian karakter intrinsik bintang tersebut dapat ditentukan. Dengan mengukur gerak diri bintang maka aspek-aspek dinamika Galaksi dapat diterawang.

Pada pertengahan abad ke-20, astrometri kehilangan gayengnya terutama karena dua hal: Pertama, ambang batas ketelitian intrumen landas Bumi telah dicapai. Ketika cahaya bintang melewati atmosfer Bumi, berkas cahaya tersebut akan bergetar dan menyulitkan pengukuran posisi dengan teliti. Kedua, banyak astronom yang berpindah menjawab permasalahan-permasalahan lain dalam astronomi. Astrometri tidak lagi dianggap sebagai bidang yang menjanjikan bagi ilmuwan-ilmuwan muda.

Ide untuk mengatasi gelora atmosfer Bumi adalah dengan mengirimkan instrumen ke ruang angkasa, di mana atmosfer Bumi tidak lagi menjadi pengganggu. Pada tahun 1989, satelit Hipparcos diluncurkan sebagai pengejawantahan ide ini. Selama 4 tahun satelit ini beroperasi mengamati bintang-bintang. Sebagai sebuah pionir astrometri antariksa, satelit ini berhasil mengamati posisi, sudut paralaks, dan gerak diri sekitar 120 000 ribu bintang dengan ketelitian milidetik busur. Satu detik busur adalah sudut kecil di mana 60 detik busur adalah 1 menit busur, dan 60 menit busur adalah 1 derajat. 1 milidetik adalah 1/1000 detik busur. Ketelitian pengukuran 1 milidetik busur ini sama dengan mengamati seekor gajah di permukaan Bulan.

Hasil yang diperoleh Hipparcos tidaklah buruk dan dari analisis data ini kita dapat mengkonfirmasi pemahaman dasar kita selama ini mengenai bintang. Terlebih lagi, Hipparcos mampu menghidupkan kembali ketertarikan pada astrometri yang sebelumnya sempat mati suri.

Hipparcos sebagai hasil uji materi membuktikan prospek terang astrometri antariksa, dan membuka jalan bagi penerusnya yaitu satelit Gaia. Ide mengenai satelit Gaia, yang akan melakukan pengukuran astrometri pada ketelitian mikrodetik busur (sepersejuta detik busur), sudah bergulir semenjak tahun 1993, setelah misi Hipparcos berakhir. Pada tahun 2000, proposal pembangunan Gaia disetujui oleh Badan Antariksa Eropa (ESA–European Space Agency).

Pembangunan Gaia membutuhkan waktu 13 tahun dan menghabiskan dana sekitar 1 milyar Euro (setara dengan sekitar 160 Trilyun Rupiah atau sama dengan 10% pembelanjaan negara Indonesia menurut APBN 2013. Dalam prosesnya, Gaia melibatkan sekitar 450 ilmuwan dari 20 negara Eropa.

Satelit Gaia akan melakukan pengamatan berkelanjutan seluruh langit selama 5 tahun ke depan. Gaia akan mengamati dan mengukur posisi seluruh objek di langit yang lebih terang dari magnitudo 20. Ambang ini sekitar 400 000 kali lebih redup dari ambang kepekaan mata manusia, dan sekitar 10 000 kali lebih peka dari Hipparcos. Diharapkan ada sekitar 1 Milyar bintang di sekitar Matahari kita yang akan diamati, dan dari pengamatan ini akan diukur sudut paralaks dan gerak diri bintang dengan ketelitian yang mencapai 10 mikrodetik busur. Ketelitian ini setara dengan pengamatan kupu-kupu di permukaan bulan. Tidak hanya itu, satelit Gaia juga akan melakukan pengukuran kecerlangan dan spektrum seluruh bintang yang terdeteksi. Dari pengukuran spektrum ini kita dapat mengukur kecepatan pergerakan bintang dan juga mengetahui temperatur dan kandungan kimia bintang tersebut.

Dapat dikatakan Gaia akan melakukan sensus Bima Sakti. Sebagaimana sensus penduduk dapat memberikan banyak informasi mengenai keadaan suatu daerah, melakukan sensus Bima Sakti juga akan dapat membantu kita memahami riwayat perkembangan Galaksi kita. Diperkirakan ada sekitar 100 milyar bintang di dalam Galaksi kita, dan Gaia akan mengamati sekitar 1% dari bintang-bintang penghuni Bima Sakti. Data yang jumlahnya demikian besar ini akan membantu kita memahami bagaimana Galaksi kita terbentuk.

Kita sudah mengetahui bahwa Galaksi kita berbentuk kurang-lebih seperti telur ceplok: pipih seperti piringan, dengan tonjolan bintang-bintang di pusatnya. Di sekitar piringan terdapat bintang-bintang berusia tua yang membentuk halo Galaksi. Bagaimana struktur-struktur ini dapat membentuk Galaksi merupakan pertanyaan besar yang hingga kini belum terjawab secara memuaskan. Dengan mengetahui komposisi kimia sejumlah besar bintang, kita dapat mengetahui kapan bintang-bintang ini terbentuk. Dari data ini, bersama dengan data mengenai gerakan mereka, kita dapat menelaah riwayat pembentukan Galaksi.

Dengan mengetahui gerakan bintang-bintang, kita dapat pula memetakan distribusi materi gelap. Hakikat materi gelap masih merupakan misteri hingga saat ini. Kita dapat mengetahui efek gravitasi materi gelap, namun tidak dapat mendeteksi cahaya mereka. Berbagai penjelasan telah diberikan untuk menjelaskan fenomena ini, dan data Gaia diharapkan dapat memberikan petunjuk, atau memastikan bahwa materi gelap sebenarnya tidak ada dan kita harus mengubah pemahaman kita akan hukum gravitasi (lebih lanjut mengenai materi gelap).

Apabila tidak ada halangan, maka hari ini satelit Gaia akan diluncurkan pada pukul 9:12 pagi waktu Greenwich, atau pukul 16:12 Waktu Indonesia Barat. Gaia akan diluncurkan dari Bandar Antariksa Kourou di Guyana, Amerika Latin, dengan menggunakan roket Soyuz buatan Rusia. Sekitar satu jam setelah peluncuran, Gaia akan membuka tameng pelindungnya yang akan melindungi instrumen-instrumen Gaia dari radiasi Matahari. Berhasil atau tidaknya pembukaan tameng pelindung ini merupakan tahapan kritis dari seluruh misi dan akan menentukan nasib selanjutnya. Apabila pembukaan tameng ini tidak sukses, dapat dikatakan keseluruhan misi akan gagal.

Apabila tameng pelindung Gaia membuka dengan sukses, maka Gaia akan diberangkatkan menuju Titik Lagrange 2, atau disebut juga dengan Titik L2. Titik ini berjarak sekitar 1.5 juta kilometer di luar orbit Bumi kita, dan merupakan titik yang relatif stabil secara gravitasi. Titik ini akan bergerak mengikuti orbit Bumi dengan kecepatan yang sinkron, dan merupakan tempat yang ideal untuk melakukan pengamatan berkelanjutan dengan ketelitian tinggi. Selama lima tahun ke depan Gaia akan melakukan pengamatan di titik L2 ini. Perjalanan dari Bumi menuju Titik L2 ini akan membutuhkan waktu 30 hari.

Untuk menonton siaran langsung peluncuran Gaia dari Kourou, Guyana, silakan panteng situs web ESA-TV mulai pukul 15:50 WIB!

Avatar photo

Tri L. Astraatmadja

Astronom, bekerja sebagai peneliti postdoktoral di Space Telescope Science Institute (STScI), di kota Baltimore, Maryland, Amerika Serikat.

2 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini

  • Gembira mengetahui banyak orang Indonesia yang bekerja di Lembaga Riset Astronomi di LN. Semoga bisa pulang suatu saat nanti.