fbpx
langitselatan
Beranda » Ragam Wajah Matahari

Ragam Wajah Matahari

Selasa, 3 September 2013, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengadakan Kuliah Umum Astronomi yang diselenggarakan di Auditorium Lembaga Administrasi Negara, Jatinangor, Bandung. Sebagai bagian dari kegiatan International School for Young Astronomers (ISYA) yang ke-35, LAPAN, sebagai penyelenggara utama juga menyelenggarakan Kuliah Umum yang terdiri dari 3 sesi yang dilaksanakan dalam selang setiap satu minggu. Selain diperuntukkan bagi para peserta ISYA 2013, kuliah umum ini juga diikuti oleh para undangan dari berbagai sekolah, universitas, instansi terkait serta diikuti pula oleh masyarakat umum yang secara terbuka dapat mendaftarkan diri melalui situs yang tersedia.

Pada sesi pertama, seminar diisi oleh Prof. Dr. Thomas Djamaluddin dari LAPAN dengan topik seminar “The Impact of Space Weather in Modern Life”. Acara seminar pertama ini juga sebagai acara lanjutan dari pembukaan kegiatan ISYA 2013 di Auditorium Pusat Sains Antariksa LAPAN Bandung, pada tanggal 26 Agustus 2013.  Pada kuliah umum kedua, LAPAN menghadirkan pembicara dari NASA, yang sekaligus merupakan Presiden SCOSTEP (The Scientific Committee on Solar-Terrestrial Physics ), Dr. Nat Gopalswamy. Beliau membawakan materi tentang “Many Faces of the Sun”.

Dr. Nat Gopalswamy. Kredit: M. Rayhan
Dr. Nat Gopalswamy. Kredit: M. Rayhan

Dalam paparannya, Dr. Nat memulai presentasinya secara ringan dengan menjabarkan tentang bagaimana matahari dilihat dalam konteks budaya. Beliau menjelaskan tentang kisah-kisah Mitologi manusia terhadap  matahari dan bulan, terutama yang berasal dari Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Salah satu yang diangkat oleh beliau adalah kisah Nyai Anteh yang berasal dari kebudayaan Jawa Barat, tentang keberadaan seorang wanita yang diangkat ke bulan bersama kucing kesayangannya. Kisah Rangga yang menghancurkan matahari menggunakan tombak saktinya dari kebudayaan Papua dan kisah Mitologi dewa Matahari bangsa Mesir, Ra,  juga tak luput dari perhatiannya.

Pada bagian berikutnya Dr. Nat menjelaskan tentang kaitan yang sangat erat antara matahari dan kehidupan di bumi. Betapa matahari menjadi sumber energi utama bagi semua lini kehidupan. Membantu tanaman berfotosintesis dan menciptakan makanan bagi hewan dan manusia. Dalam membantu memperjelas maksudnya, beliau bahkan melakukan sesuatu yang sangat unik. Beliau meminta satu peserta untuk maju ke depan untuk membantunya. Peserta itu diberikan satu buah cokelat batang besar yang masih terbungkus dan diminta untuk membacakan daftar bahan-bahan yang tertera di belakang bungkus cokelat. Peserta juga diminta untuk menyebutkan satu saja dari daftar bahan-bahan tersebut yang tidak terkait dengan matahari. Peserta tersebut gagal menyebutkannya dan seisi ruangan pun bertepuk tangan. Dr. Nat mengucapkan terima kasih seraya memberikan cokelat itu kepada peserta tersebut.

Presentasi kemudian menjadi lebih serius saat Dr. Nat menjelaskan tentang sifat fisis matahari dan bagaimana matahari mendapatkan eneginya.  Kajian tentang reaksi termonuklir mulai dilakukan sejak tahun 1920 saat Francis William Aston menemukan bahwa 4 atom hidrogen ternyata lebih berat dari pada satu atom helium. Pada tahun yang sama, Arthur Eddington kemudian mengusulkan bahwa reaksi fusi adalah sumber energi sebuah bintang. 8 tahun kemudian, George Gamow kemudian menghitung laju reaksinya, hingga akhirnya pada tahun 1939, Hans Bethe berhasil mengidentifikasi reaksi fusi nuklir. Nama terakhir mendapatkan anugerah Nobel pada tahun 1967 untuk kontribusinya pada teori reaksi nuklir, terkhusus pada penemuannya tentang produksi energi pada sebuah bintang.

Baca juga:  Karakteristik Bintang Masif yang sangat Muda: Orasi purna tugas Prof. Dr. Pik Sin Thé

Tidak hanya menjelaskan tentang bagaimana lahirnya matahari melalui proses reaksi fusi, Dr. Nat juga menjelaskan tentang reaksi fusi yang terjadi di luar inti sebagai bagian dari akhir kehidupan matahari, menjadikannya bintang raksasa merah. Hingga saat helium pun berhenti berfusi, matahari menjadi tidak stabil dan lapisan luarnya akan terhembus keluar, menjadikannya sebagai objek indah Planetary Nebula. Sementara bagian luar matahari merekah, intinya akan menjadi bintang katai putih dengan ukuran seperti bumi, dan lama kelamaan akan menjadi bintang katai hitam dan meredup selamanya.

Pada akhir bagian pembahasan ini, Dr. Nat menyimpulkan tentang hal-hal baik yang kita dapat dari matahari. Matahari memberi kehidupan bagi manusia di bumi dengan menyediakan makanan dan bahan bakar. Matahari juga memberi manusia energi matahari, energi angin, kekuatan hidroelektrik dan bahkan memberikan energi bagi satelit melalui solar sel. Dari matahari kita juga dapat belajar tentang reaksi fusi. Kesimpulannya, tidak ada bintang lain yang dapat memerikan informasi sebanyak matahari.

Pada pembahasan berikutnya, Dr. Nat menjelaskan bahwa tidak hanya sekedar sisi baik, matahari pun ternyata memberikan kita efek buruk dari keberadaannya. Selain sebagai sumber energi, matahari juga memiliki medan magnet yang sangat besar. Mayoritas bagian interior dan atmosfer matahari memiliki kandungan plasma dengan suhu maksimum mencapai 2 juta derajat selsius. Plasma panas yang ada di atmosfer matahari juga terkadang berhembus menjadi angin matahari dengan kecepatan maksimum mencapai 300-900 km per detik. Plasma dan medan magnet menyebabkan fenomena menarik yang mempengaruhi kehidupan di bumi.

Dr. Nat menjelaskan bahwa karena hal inilah studi tentang cuaca antariksa menjadi sangat penting. Peradaban manusia dengan segala moderenitasnya sangat bergantung kepada jaringan listrik yang sangat rentan akan gangguan yang datang dari matahari. Selain itu, terdapat satu hal yang sangat kompleks, pemanasan global. Aktifitas matahari dapat menambah jumlah radiasi yang jatuh ke atmosfer bumi dan dapat menyebabkan pemanasan global. Salah satunya adalah efek gas rumah kaca yang dapat mengurangi transparansi atmosfer yang menyebabkan pemanasan global.

Dr. Nat menegaskan bahwa pemanasan global adalah isu yang sangat kompleks. Dia memberikan satu contoh yang sangat menarik tentang bagaimana manusia membutuhkan susu sapi. Satu hal yang telah diketahui adalah bahwa kotoran sapi yang telah membusuk akan melepaskan gas metana ke atmosfer yang akan dapat meningkatkan efek gas rumah kaca. Dalam sehari, seekor sapi dapat menghasilkan 28 liter susu, tapi juga menghasilkan 70 liter kotoran per hari. Hal ini juga mirip dengan yang terjadi pada industri lain.

Pada akhir presentasi, Dr. Nat merangkum semua materi yang telah dia berikan:

  • Matahari adalah sebuah laboratorium plasma raksasa. Kita tahu tentang matahari kebanyakan dari hasil penginderaan jauh dan pengukuran langsung.
  • Matahari bersinar dan kehidupan tumbuh subur di bumi.
  • Matahari juga memiliki sisi lain yang mempengaruhi kehidupan di bumi, yaitu aktivitas matahari.
  • Para ilmuwan terlibat dalam pemahaman sisi yang berbahaya ini melalui studi tentang cuaca antariksa.
  • Coronal Mass Ejection (CME) dan Coronal Holes telah teridentifikasi sebagai sumber aktifitas cuaca antariksa.
  • Matahari juga berkontribusi pada perubahan cuaca, namun aktifitas manusia tetap menjadi pelaku utama.
  • Matahari menjadi kajian utama dalam memahami bintang lain dan menemukan habitat baru bagi manusia.
Baca juga:  Menyongsong Gerhana Matahari Cincin bersama Unawe

Setelah presentasi selesai, sesi tanya jawab pun dilakukan. Terdapat beberapa pertanyaan menarik yang disampaikan oleh para peserta. Salah satunya adalah apakah kita dapat memprediksi kemunculan Coronal Mass Ejection (CME)?, Kemudian apakah hal itu terjadi pula pada bintang kelas lain? Ada juga yang bertanya tentang apa yang terjadi setelah angin matahari memasuki atmosfer bumi, apakah terdistribusi ke seluruh bagian bumi? Lalu kenapa bintik matahari hanya terjadi pada bagian dekat ekuator.

Kuliah umum kemudian dilanjutkan dengan sesi pemberian cinderamata oleh Peneliti LAPAN, Ibu Clara. Y. Yatini kepada Narasumber kuliah umum, Dr. Nat Gopalswamy. Segala sesi acara kemudian diakhiri dengan foto bersama dengan seluruh perserta kuliah umum.

Avatar photo

M. Rayhan

Seorang astronom amatir tulen yang cinta mati dengan Astrofotografi dan membelenggu pendidikan resminya dengan rantai Filsafat. Sejak satu dekade terakhir aktif di Himpunan Astronomi Amatir Jakarta dan menjabat sebagai Ketua sejak 2011. Pada tahun yang sama memulai karir vokalnya dengan menjadi pendongeng bintang-bintang di Planetarium Jakarta sebagai staf penceramah pertunjukan. Sejak 2007 membangun klub astronomi ‘Astrokids!’ untuk anak-anak di sekolah High/Scope Indonesia, Bintaro. Selama tiga tahun terakhir juga menjadi fotografer amatir dengan job foto sana-sini. Kegiatan di waktu luang adalah mengunduh film dan mengoleksinya untuk di tonton di hari tua.

2 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini