fbpx
langitselatan
Beranda » Salju di Sistem Planet TW Hydrae Muda

Salju di Sistem Planet TW Hydrae Muda

Apa reaksimu pertama kali melihat salju? Gembira? Terpukau? Kira-kira itu yang terjadi dengan para astronom yang baru pertama kali melihat salju. Tapi, jangan salah! Salju yang mereka lihat bukan salju yang ada saat musim salju. Kali ini mereka melihat salju di angkasa!

Betul sekali. Salju yang baru dilihat ini berupa sebuah area dingin yang membekukan gas yang ada di area tersebut.  Dimana bisa ditemukan?

Menjauhlah dari bintang yang membara dan kamu akan melihat salju!

Tapi apa yang membuat para astronom tercengang? Salju pada bintang jauh bukan sekedar salju melainkan informasi yang tersimpan tentang pembentukan planet dan sejarah Tata Surya.

Ilustrasi area beku aka salju yang berada di TW Hydrae merentang dari 0,4 - 30 AU. Kredit: B. Saxton & A. Angelich/NRAO/AUI/NSF/ALMA (ESO/NAOJ/NRAO)
Ilustrasi area beku aka salju yang berada di TW Hydrae merentang dari 4,5 – 30 AU. Kredit: B. Saxton & A. Angelich/NRAO/AUI/NSF/ALMA (ESO/NAOJ/NRAO)

Melihat Salju di Kejauhan
Dengan menggunakan teleskop baru Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA), pengamatan dilakukan untuk melihat jalur salju pada bayi sebuah sistem planet. Area dingin tersebut seperti yang sudah disebutkan sebelumnya diyakini memegang peran penting dalam pembentukan dan penyusunan unsur kimia pada planet-planet di sekitar bintang muda.

Kalau di Bumi, jalur salju atau area yang penuh salju itu kebanyakan terbentuk pada area dengan ketinggian yang tinggi. Di area yang tinggi, temperatur yang semakin rendah mengubah kelembapan atmosfer menjadi salju. Kalau di Indonesia, contohnya adalah di pegunungan jayawijaya dimana salju bisa ditemukan. Dengan pola yang sama, jalur salju pada sistem keplanetan padda bintang muda juga terbentuk di area yang jauh dari si bintang. Semakin jauh dari bintang, temperatur akan semakin rendah. Karena itu jalur salju dengan mudah terbentuk pada area yang dingin di piringan pembentuk planet. Di area tersebut, molekul-molekul akan membeku dan berubah menjadi salju.

Perubahan molekul jadi salju dimulai dari air es yang membeku terlebih dahulu kemudian semakin ke luar dalam lingkaran kosentris gas lainnya seperti karbon (CO2), metana (CH4) dan karbon monoksida (CO) juga membeku membentuk butiran es pada debu yang kemudian menjadi bahan dasar pembentuk planet dan komet.

Dalam pengamatannya, ALMA berhasil melihat jalur salju karbon monoksida (CO) di sekitar bintang muda TW Hydrae yang berada pada jarak 175 tahun cahaya. Menariknya lagi, si sistem TW Hydrae yang baru lahir tersebut memiliki kemiripan dengan Tata Surya saat berusia beberapa juta tahun. Penelitian yang dipimpin oleh Chunhua “Charlie” Qi, dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, Cambridge dan Karin Oberg, dari Harvard University dan University of Virginia di Charlottesville, memang memberi pencerahan bagi para peneliti sistem keplanetan karena inilah momen pertama dimana jalur salju di sebuah bintang muda berhasil dipotret ALMA dan kesempatan bagi astronom untuk mempelajari sejarah Tata Surya.

Pencarian Gas Dingin

Salju karbon monoksida (CO) di sekeliling TW Hydrae. Kredit: ALMA (ESO/NAOJ/NRAO)
Salju karbon monoksida (CO) di sekeliling TW Hydrae. Kredit: ALMA (ESO/NAOJ/NRAO)

Para astronom memang mengetahui keberadaan jalur salju namun hanya bisa dideteksi dari keberadaan spektrumnya saja bukan dipotret secara langsung seperti yang dilakukan ALMA. Akibatnya, lokasi dan seberapa lebar dan jauh jalur tersebut tidak bisa ditentukan.

Baca juga:  Supernova-Supernova Penyapu yang Membersihkan Kosmos

Mengapa demikian? Jalur salju terbentuk pada area tipis di bidang tengah piringan protoplanet.  Di bagian atas dan bawah area tersebut, radiasi bintang menyebabkan gas yang ada menjadi hangat sehingga gas pada area tersebut tidak akan bisa membeku. Hanya dengan efek isolasi, temperatur gas dan debu yang terkonsentrasi pada bidang di tengah piringan mengalami penurunan drastis untuk gas CO dan gas lainnya sehingga gas kemudian membeku.

Biasanya area yang dingin itu tidak akan tampak, karena gas panas berfungsi seperti kepompong yang mencegah para astronom untuk melihat piringan di tengah dengan gas beku. Mirip seperti mencari setitik cahaya di antara kabut tebal. Para astronom memulai kisah penemuan gas beku tersebut dengan pencarian molekul diazenylium (N2H+). Molekul diazenylium (N2H+) merupakan molekul yang rapuh dan mudah rusak jika ada gas CO. Molekul N2H+ akan bisa terdeteksi ketika berada pada area dimana gas CO berada dalam kondisi beku dan ini juga yang jadi kunci menemukan es karbon monoksida tersebut.

Ketika ALMA melihat ke langit, teleskop radio tersebut berhasil melihat diazenylium bersinar cerah pada panjang gelombang milimeter. Sensitifitas dan resolusi ALMA yang tinggi memberi kesempatan bagi astronom untuk menjejak keberadaan diazenylium dan juga distribusinya. Dan ALMA pun berhasil mengetahuinya. Diazenylium berada pada jarak 30 AU dari TW Hydrae. Para astronom pun berhasil membuat negatif film dari salju karbon monoksida (CO) di piringan di sekitar TW Hydrae. Salju CO itu berada di tepi bagian dalam cincin diazenylium.

Jalur salju tersebut diyakini astronom memiliki perang yang sangat vital dalam pembentukan Tata Surya. Diyakini, keberadaan jalur salju membantu butiran debu untuk mengatasi kecenderungan bertabrakan dengan debu lain atau kebiasaan menghancurkan diri sendiri dengan memberikan lapisan luar yang lengket. Salju yang ada juga meningkatkan jumlah obyek padat yang tersedia sehingga bisa mempercepat proses pembentukan planet. Jalur salju itu tidak hanya satu melainkan banyak terkait dengan molekul yang membeku sehingga diyakini masing-masing jalur salju memiliki keterkaitan dengan pembentukan planet-planet tertentu.

Jalur Salju di Tata Surya
Jika kita kembali ke masa lalu, jalur salju untuk air pada Matahari diperkirakan berada pada jalur Jupiter dan jalur salju karbon monoksida akan berada di orbit Neptunus. Transisi ke es CO diperkirakan menandai titik awal lokasi terbentuknya obyek es seperti komet dan planet katai. Salju karbon monoksida memiliki daya tarik tersendiri bagi para astronom karena es Co dibutuhkan untuk membentuk metanol yang merupakan komponen pembentuk molekul organik yang esensial bagi kehidupan. Molekul organik inilah yang kemudian dibawa oleh komet dan asteroid ke Bumi yang baru terbentuk dan menanamkan bahan kehidupan di planet tersebut.

Baca juga:  Satelit Telkom-3 dan Kisah Planet Bercincin Besi
Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini