fbpx
langitselatan
Beranda » Planet Extrasolar yang Sedang Terbentuk di TW Hydrae

Planet Extrasolar yang Sedang Terbentuk di TW Hydrae

Astronomi, ilmu dengan laboratorium maha luas yang bahkan tak dapat disentuh benda-bendanya. Semua yang dipelajari dari laboratorium ini hanyalah berdasarkan pengamatan dan informasi yang dibawa melintasi ruang waktu. Perjalanan panjang untuk mencapai Bumi.  Pengamatan menjadi bukti dan pelaksanaan dari teori yang sudah dibangun. Tapi dalam laboratorium maha luas ini, teori dan model yang sudah dibangun sering kali menghadapi tantangan baru. Ketidaksesuaian dari “sampel” lain yang ada di alam semesta yang memperkaya pengetahuan sekaligus menantang para astronom untuk mencari tahu lebih jauh lagi.

Planet asing di kejauhan
Salah satu yang dihadapi astronom adalah model pembentukan sistem keplanetan. Bagaimana kelahiran planet-planet di Tata Surya maupun di sistem extrasolar menjadi kajian menarik karena ternyata ada banyak hal baru yang ditemukan. Salah satunya yang dilihat Teleskop Hubble milik NASA yang menemukan bukti keberadaan pembentukan planet pada jarak 7,5 milyar mil atau sekitar 12 milyar km dari bintang induknya, si bintang katai merah TW Hydrae.

Piringan debu dan gas yang ada di sekeliling TW Hydrae. Kredit: teleskop Hubble/NASA
Piringan protoplanet yang ada di sekeliling TW Hydrae. Kredit: teleskop Hubble/NASA

Kalau menilik dari jarak. artinya planet yang sedang terbentuk ini berada sangat jauh dari bintang induknya, karena jaraknya lebih jauh dari jarak Pluto ke Matahari. Dari hampir 900 exoplanet yang sudah ditemukan, planet ini menjadi planet terjauh yang pernah dideteksi.

Teleskop Hubble, mata yang senantiasa memandang angkasa itu melihat sebuah celah misterius di piringan gas dan debu yang sedang berputar mengelilingi bintang katai merah TW Hydrae. Celah tersebut memiliki lebar 1,9 milyar mil atau 3 milyar km sedangkan piringannya memiliki lebar 65 milyar km. Keberadaan celah di piringan tersebut memang dipertanyakan. Akan tetapi diperkirakan celah itu terbentuk sebagai akibat planet tak tampak yang sedang bertumbuh. Gaya gravitasi dari planet yang sedang terbentuk akan menyapu materi yang ada dan membentuk jejak di sepanjang piringan mirip bajak salju.

Sampai disini apakah ada yang tidak biasa?

Pembentukan planet memang terjadi dalam awan gas dan debu yang mengitari sebuah bintang. Partikel debu kemudian saling bertabrakan, bergabung dan ketika semakin banyak yang bergabung maka gumpalan itu kemudian menjadi planet atau inti planet gas. Pembentukan planet diperkirakan memakan waktu lebih dari 10 juta tahun dimana pembentukan berjalan lambat karena proses pengumpulan aka penyatuan debu, batuan dan gas dari piringan protoplanet.

Yang menarik dari penemuan ini adalah,  si planet yang sedang terbentuk tersebut berada pada jarak dua kali jarak Pluto. Pada jarak ini proses pembentukan planet terjadi dengan lambat karena gerak orbit yang lambat dan semakin sedikit partikel debu yang bisa dikumpulkan. Sebagai perbandingan pembentukan planet Jupiter membutuhkan waktu 10 juta tahun pada jarak 804 juta km. Dengan demikian, untuk planet pada jarak 12 milyar km, ia membutuhkan waktu setidaknya 200 kali lebih lama untuk terbentuk.

Akan tetapi, lagi-lagi teori pembentukan planet dibenturkan pada kenyataan berbeda. Usia bintang TW Hydrae yang berada di rasi Ular itu ternyata baru berusia 8 juta tahun.

Menilik dari usia bintang induknya, si planet asing ini seharusnya tidak memiliki cukup waktu untuk terbentuk dalam lingkungan akumulasi partikel yang lambat.  Permasalahan lainnya,  bintang TW Hydrae yang berada 176 juta tahun cahaya dari Bumi, merupakan bintang katai merah yang massanya hanya 55% dari massa Matahari.

Semakin jauh, gaya gravitasi dari si bintang semakin kecil dan pada jarak tersebut partikel-partikel debu dalam piringan protoplanet pun sudah semakin jarang. Pertanyaannya lantas bagaimana planet ini bisa terbentuk? Menurut NASA dalam rilisnya, celah yang dilihat Hubble ini merupakan celah pertama yang berada sangat jauh dari bintang yang pernah dilihat berada pada bintang bermassa rendah.

Dalam pandangan Hubble, planet baru ini memiliki ukuran yang relatif kecil antara 6 – 28 massa Bumi. Kecil memang jika dibandingkan dengan Jupiter yang massanya 318 massa Bumi. Tapi tetap saja menimbulkan pertanyaan bagaimana planet bisa terbentuk dengan cepat di area terluar seperti ini.

Perbandingan sistem TW Hydrae dan Tata Surya. Kredit: NASA
Perbandingan sistem TW Hydrae dan Tata Surya. Kredit: NASA

Teori Alternatif
Untuk membentuk planet, dibutuhkan partikel-partikel sebesar kerikil. Jadi, jika ada planet tapi tidak ada butiran debu yang lebih besra dari butiran pasir, maka ini akan jadi tantangan tersendiri untuk model pembentukan planet tradisional yang sudah diketahui saat ini.

Menurut para astrono, ada kemungkinan bagaimana planet bis aterbentuk dengan cepat. Teori pembentukan planet yang diajukan adalah ada potongan atau sebagian area di piringan yang menjadi tidak stabil secara gravitasi sehingga mengakibatkan keruntuhan pada dirinya sendiri. Dengan skenario ini, planet bisa terbentuk dengan sangat cepat hanya dalam beberapa ribu tahun.

Jika keberadaan planet di celah pada piringan bintang tersebut bisa dikonfirmasi keberadaannya, maka bisa diketahui karakteristiknya untuk dipahami lebih lanjut proses pembentukannya di area yang sedemikian jauh dari bintang.

Tapi satu hal menarik lainnya datang dari pengamatan yang dilakukan Atacama Large Millimeter Array di gurun Atacama, Cile. Bintang TW Hydrae ini miskin butiran debu besar di area terluarnya. Yang dilihat ALMA menunjukkan kalau butiran debu sebesar butiran pasir tidak ditemukan keberadaannya setelah jarak 8,85 milyar km. Celah yang dilihat Hubble memiliki jarak 12 milyar km.

Untuk bisa menjawab semua pertanyaan tersebut masih dibutuhkan pengamatan lanjutan. Di masa depan diharapkan pengamatan menggunakan ALMA dan James Webb Space Telescope yang akan diluncurkan tahun 2018 akan membuka khazanah baru bagi sistem keplanetan.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

1 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini