fbpx
langitselatan
Beranda » Hujan Meteor Leonid 2012

Hujan Meteor Leonid 2012

November! Satu bulan menjelang akhir tahun dan biasanya di bulan November ini ada kejadian langit yang cukup spesial bagi para pengamat langit. Tanggal 14 November lalu sebagian masyarakat dunia berkesempatan menikmati Gerhana Matahari Total. Dan di akhir pekan atau tepatnya tanggal 17 November 2012, masyarakat di Bumi berkesempatan untuk menikmati hujan meteor tahunan Leonid.

Hujan meteor Leonid merupakan salah satu hujan meteor yang cukup produktif setiap tahunnya. Dan pengamat di Bumi bisa ikut menikmati hujan meteor yang tampak muncul dari rasi Leo si singa ketika Bumi melintasi aliran partikel debu yang tersisa dari komet 55P/Tempel-Tuttle. Partikel-partikel tersebut terlepas dari ketika gas beku komet menguap saat komet mendekati Matahari – dimulai ketika berada lebih dekat dari orbit Jupiter.

Hujan meteor Leonid di arah timur ketika terbit tengah malam. Kredit: Solar Walk

Hujan meteor Leonid berlangsung dari tanggal 6 – 30 November dan akan mencapai puncaknya pada tanggal 17 November 2012 jam 09:30 UT atau jam 16:30 wib dengan kecepatan 71 km/detik.

Hujan meteor Leonid bisa dinikmati pengamat langit di belahan bumi utara dan selatan termasuk Indonesia setiap tahunnya setelah lewat tengah malam sampai jelang dini hari.  Rasi Leo sendiri akan terbit sekitar tengah malam (23.45 wib) dari timur dan bergerak ke barat menuju terbenam. Hujan meteor Leonid akan tampak datang dari arah rasi Leo, karena itu untuk bisa melihatnya harus menanti terbitnya sang singa di langit malam.

Dengan demikian saat yang tepat untuk melakukan perburuan pada setelah jam 2 dini hari ketika rasi leo sudah berada setidaknya 30 derajat di atas horison. Akan lebih menarik kalau pengamat bisa menemukan lokasi pengamatan yang tidak terhalang gedung atau apapun di arah timur.

Selain Leonid, tampak juga Venus dan Saturnus yang baru terbit di ufuk timur. Kredit : Star Walk

Selain hujan meteor Leonid, di Barat juga ada Jupiter dan jelang dini hari, planet Venus dan Saturnus juga akan tampak terbit di ufuk timur.

Malam Puncak
Pada malam puncak hujan meteor leonid, Bulan sedang berada dalam fase bulan baru dan terbenam  pada jam 21.24 wib. Artinya ketika rasi Leo terbit, tidak ada Bulan dan yang akan jadi masalah utama adalah polusi cahaya perkotaan. Karena itu sebaiknya carilah daerah yang gelap dan jauh dari perkotaan sebagai lokasi pengamatan.

Aktivitas Leonid tahun ini masih cukup tinggi namun sayangnya laju yang tinggi ini hanya bisa dinikmati dengan menggunakan sistem radar dan radio yang sensitif. Secara teoritis ada beberapa puncak.

Menurut Mikhail Maslov ada dua puncak hujan meteor Leonid yang akan terjadi. Yang pertama tanggal 17 November sekitar jam 21 UT atau 18 November jam 4 dini hari, dengan laju 5 – 10 meteor per jam dan yang kedua pada tanggal 18 November jelang jam 23 UT atau jelang jam 6 pagi wib dengan laju ~ 10 meteor per jam. Namun diperkirakan laju rata-rata Leonid saat puncak bisa mencapai ~ 15 –  20 meteor per jam.

Baca juga:  Kiprah langitselatan dalam Communicating Astronomy with the Public

Asal Usul?
Menelusuri kembali ke tahun 1833, pada tanggal 12 – 13 November, maka saat itu adalah saat dimana hujan meteor Leonid ditemukan sekaligus juga penanda kelahiran meteor dalam astronomi. Pertama kali masyarakat melihat hujan meteor mereka histeris dan panik karena hujan meteor dikaitkan dengan hari penghakiman akhir, sementara bagi para ilmuwan kehadiran ribuan meteor yang tampak muncul dari rasi Leo ini justru menjadi pengalaman luar biasa.
Berbagai penjelasan dibuat untuk menjelaskan asal usul meteor yang cukup aneh meskipun ada juga yang hampir benar yakni D. Olmsted yang memberikan penjelasan kalau penampakan meteor dari rasi Leo dan meteor-meteor tersebut berasal dari awan partikel di angkasa, tanpa pernah ada penjelasan awan yang dimaksud itu dari mana.

Di tahun 1867, E.W.L Tempel (Marseilles, Prancis) menemukan komet sirkular dengan kecerlangan 6 magnitudo di dekat rasi Beruang Besar. Sementara pengamatan H. Tuttle (Harvard College Observatory, Massachusetts, USA) pada bulan Januari 1866 juga mengarah pada komet yang sama, sehingga akhirnya komet tersebut dinamai Tempel-Tuttle. Di tahun 1867, T von Oppolzer menghitung periode komet tersebut adalah 33,17 tahun. Dan dari hasil observasi di tahun 1866 pada hujan meteor Leonid, U. J. J. Le Verrier, Dr. C. F. W. Peters, G. V. Schiaparelli, dan von Oppolzer secara terpisah menyimpulkan kalau ada kemiripan antara orbit komet Tempel-Tuttle dan hujan meteor Leonid.

Di tahun 1981, D. K. Yeomans (Jet Propulsion Laboratory, California, USA) mempelajari hubungan komet Tempel – Tuttle dengan hujan meteor Leonid. Ia memetakan distribusi debu disekitar komet tersebut dan mencocokannya dengan data hujan meteor Leonid dari tahun 902 – 1969. Di tahun 1999, David Asher dan Robert McNaught mempublikasikan makalah untuk memprediksikan badai meteor Leonid yang ternyata sesuai dengan kembalinya komet Tempel-Tuttle untuk mendekati Matahari.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini