fbpx
langitselatan
Beranda » Karakteristik Bintang Masif yang sangat Muda: Orasi purna tugas Prof. Dr. Pik Sin Thé

Karakteristik Bintang Masif yang sangat Muda: Orasi purna tugas Prof. Dr. Pik Sin Thé

Pak Thé menyampaikan orasi purna tugasnya pada tahun 1993. Sumber: Dokumentasi pribadi.

Pengantar penerjemah: Tulisan berikut ini adalah teks orasi purna tugas Prof. Dr. Pik Sin Thé, mantan Direktur Observatorium Bosscha 1959–1968, kemudian menjadi Guru Besar Astronomi di Universitas Amsterdam. Pada tahun 1993, setelah 25 tahun bekerja di Institut Astronomi Universitas Amsterdam, beliau menyampaikan orasi ilmiah ini sebagai penutup bagi masa jabatan beliau sebagai Guru Besar Astronomi.

Teks orasi ini dialihbahasakan oleh penulis dari Bahasa Belanda, dengan ilustrasi asli juga disertakan.

langitselatan berpendapat bahwa orasi ilmiah Pak Thé layak diterjemahkan dan dimuat di sini tidak hanya karena muatan historis dari pidato ini, namun juga—karena sumbangan Pak Thé yang tak kecil dalam penelahaan ini—adanya sebuah tinjauan singkat atas status penelahaan bintang masif yang sangat muda pada saat orasi ilmiah ini disampaikan.

Kini, hampir dua puluh tahun setelah orasi ini disampaikan, perkembangan penelahaan dalam bidang ini sangat pesat, pun juga dengan studi terkait semisal pembentukan planet-planet dari piringan protoplanet.

langitselatan berharap orasi Pak Thé pada tahun 1993 ini dapat menjadi pemicu ketertarikan untuk mengetahui bagaimana penelahaan bintang-bintang Herbig Ae/Be, daerah pembentukan bintang, dan piringan protoplanet telah berkembang semenjak orasi ini disampaikan.

INSTITUT ASTRONOMI
FAKULTAS FISIKA DAN ASTRONOMI
UNIVERSITAS AMSTERDAM
Kruislaan 403, 1098 SJ Amsterdam

Karakteristik Bintang Masif yang sangat Muda
Prof. Dr. P.S. Thé

Orasi dalam rangka purna tugas dari Guru Besar Astronomi di Fakultas Fisika dan Astronomi Universitas Amsterdam, disampaikan pada hari Jumat 27 Agustus 1993, di Aula Universitas, Oude Lutherse Kerk, pintu masuk Singel 411, pojok Spui, Amsterdam

Yang terhormat perwakilan Dewan Fakultas Universitas Amsterdam.

Yang terhormat Direktur Institut Astronomi “Anton Pannekoek” Universitas Amsterdam.

Yang terhormat para hadirin, terutama para mahasiswa yang telah dan masih bekerja bersama-sama saya.

Saya sangat berterima kasih atas kehadiran Anda semua di hari yang sangat penting ini, di saat karier saya sebagai Guru Besar astronomi akan ditutup dengan penyampaian ceramah purna tugas saya.

Sebelum saya berbicara lebih lanjut, terlebih dahulu saya ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ketiga pembicara sebelumnya, yang dengan hangat, terkadang menyentuh, terkadang menggelitik, telah menggambarkan kisah hidup saya semenjak masa mahasiswa hingga kini.

Hadirin yang terhormat,

Saya ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mengucapkan terima kasih kepada para guru astronomi saya, Prof. Dr. Bruno van Albada dan Prof. Dr. Victor Blanco, atas pendidikan menyeluruh astronomi yang telah saya terima dari mereka.

Tentunya tak lupa saya juga ingin menghaturkan terima kasih kepada Dr. Elsa van Albada-van Dien, yang dengan keibuan telah mengajarkan saya—semasa menjadi asisten mahasiswa Observatorium Bosscha di Lembang—teknik pengamatan dan pengukuran, dan bagaimana menyelesaikan segala bentuk permasalahan praktis yang dapat muncul di sebuah Observatorium. Seluruh pengalaman ini sangat berguna kemudian ketika saya sebagai seorang astronom muda berusia 32 tahun, tanpa pengalaman, harus mengelola sebuah observatorium di sebuah masa ketika sistem keuangan mengalami inflasi sebesar 500% per tahun. Bagi keluarga saya dan juga saya sendiri, saat itu adalah masa penuh cobaan. Dengan ini saya berterimakasih kepada mendiang istri saya Fanny atas kesediaannya berbagi suka dan duka dengan saya dan anak-anak.

Bapak-bapak dan Ibu-ibu,

Anda semua terdiri atas fisikawan, astronom, dan masyarakat awam di bidang astronomi. Dengan demikian saya akan mencoba memberikan sketsa singkat mengenai karakteristik bintang masif yang sangat muda, dengan cara yang saya harap dapat dimengerti Anda semua. Mustahil untuk menceritakan semua yang kita ketahui pada saat ini mengenai karakteristik objek ini, saya dengan demikian akan mencoba menjelaskan beberapa aspek menarik mengenai objek ini.

Hadirin yang terhormat,

Setelah ujian doktorandus saya pada tahun 1958, saya dikirim oleh Pemerintah Indonesia—dengan beasiswa AID dari Presiden Kennedy—ke Amerika Serikat untuk belajar lebih lanjut di Case Institute of Technology yang juga berafiliasi dengan Observatorium Warner dan Swasey. Dengan menggunakan plat-plat fotografi yang telah diambil teleskop Schmidt di observatorium ini, saya memperoleh hasil untuk disertasi saya. Setelah itu saya kembali ke Observatorium Bosscha di Lembang untuk mendorong kembali penelitian astronomi. Program jangka panjang untuk mengamati bintang ganda visual dengan refraktor ganda Zeiss 60 cm harus dibawa kembali ke jalannya. Selanjutnya pada bulan Desember 1959 tibalah elemen-elemen optik untuk teleskop Schmidt (Bima Sakti) Lembang. Teleskopnya sendiri (sebuah hadiah dari UNESCO) telah terlebih dahulu, di bawah panduan Prof. Bruno van Albada, dipasang di Observatorium. Melalui kerja sama dengan Prof. Victor Blanco dan teknisi yang sangat berbakat Sutia, saya berhasil mengaktifkan teleskop Schmidt tersebut dalam beberapa bulan. Karena sistem optik teleskop ini telah dikoreksi terutama untuk cahaya merah, saya dapat melanjutkan penelitian statistika saya mengenai bintang-bintang merah (bintang raksasa dan katai kelas M), yang telah saya mulai di Observatorium Warner dan Swasey di Cleveland, Ohio.

1. Survey

Ketika saya bekerja di Observatorium Bosscha di Lembang pada tahun 1960an, dengan menggunakan teleskop Schmidt yang pada waktu itu masih baru saya telah melangsungkan survey menyeluruh pada bintang-bintang muda di daerah-daerah pembentukan bintang, di mana gas dan debu dapat ditemukan. Bintang-bintang muda ini dapat diciri melalui garis emisi H? mereka. Sebagian besar bintang muda yang saya temukan tergolong dalam kelompok yang dinamakan T Tauri. Mereka adalah bintang tipe akhir. Sebagian kecil tergolong dalam kelas spektrum Be dan Ae, yang kemudian nampak sebagai bintang Herbig Ae/Be. Pada tahun 1968 saya beserta keluarga pindah ke Amsterdam untuk bekerja di Institut Astronomi (lihat Gambar 1). Pada awalnya saya ingin meneliti beberapa aspek mengenai struktur Bima Sakti, dengan menggunakan plat-plat fotografi yang telah saya kumpulkan di Lembang dengan menggunakan teleskop Schmidt. Dengan segera saya menyadari bahwa penelitian seperti ini akan membutuhkan banyak waktu dan tenaga kerja, yang pada saat itu sedang kurang terutama yang terakhir. Pertengahan tahun 1970an saya memutuskan untuk kembali pada penelitian bintang-bintang muda yang telah saya temukan di Lembang. Dengan menggunakan teleskop Lightcollector di Afrika Selatan, saya mengamati bintang tipe Herbig Ae, HR 5999, dengan menggunakan sistem fotometri Walraven. Secara kebetulan pada saat itu bintang tersebut sedang mengalami fase kecerlangan minimum sekitar 1.5 magnitudo. Analisis hasil pengamatan ini memberikan hasil-hasil yang menarik. Semenjak saat itu saya memutuskan untuk memusatkan penelitian saya terutama pada bintang-bintang Herbig Ae/Be yang pada masa itu masih kurang dipahami. Meskipun pada prinsipnya saya kini harus berhenti bekerja mengingat saya sudah mencapai usia pensiun, namun saya berharap masih dapat melanjutkan penelitian saya mengenai karakteristik bintang-bintang pra-deret utama ini. Dalam sepuluh tahun terakhir ini tercatat telah banyak kemajuan dalam pengetahuan kita mengenai sifat-sifat bintang-bintang masif yang sangat muda ini, berkat adanya pengamatan baik dari Bumi maupun dari wahana antariksa. Namun demikian masih beredar berbagai ide kontroversial mengenai karakteristik dan status evolusioner objek ini. Berikut ini saya akan menggambarkan secara singkat pemahaman kita saat ini mengenai bintang Herbig Ae/Be yang sangat menarik ini.

Baca juga:  Setelah Asteroid Apophis Kian Mengabur
Gambar 1: Para pegawai Observatorium Bosscha beserta anggota keluarga mereka berfoto di tanah di depan refraktor ganda Zeiss 60 cm, beberapa saat sebelum saya beserta keluarga meninggalkan Observatorium dan berangkat ke Amsterdam.
Gambar 2: Sebuah contoh daerah pembentukan bintang muda terletak di arah rasi Scorpio. Bintang-bintang yang diberi nomor adalah bintang-bintang T Tauri. Dua bintang terang di tengah adalah HR 5999 dan HR 6000. Yang tersebut pertama adalah bintang Herbig Ae yang telah telah banyak dipelajari.

2. Bintang-bintang muda yang panas dan masif

Hal ini tak mungkin terjadi; secara fisis ini mustahil. Masif dan panas tidaklah serasi dengan usia muda, paling tidak dalam dunia perbintangan. Bintang panas yang masif berevolusi dengat sangat cepat, sehingga saat ini mereka tidak dapat lagi digolongkan sebagai objek muda. Inilah kritik yang dilontarkan Herbig pada tahun 1960 ketika ia menerbitkan artikel pentingnya yang bersejarah. Namun demikian, Herbig telah menghitung kebolehjadian bintang-bintang Ae dan Be ini sebenarnya berusia lebih muda dari satu juta tahun, dan peluang ini tidaklah kecil. Dengan demikian bintang seperti ini dapat eksis (meskipun jumlahnya sedikit). Jelas bahwa bintang seperti ini lahir jauh kemudian setelah bintang-bintang normal di Galaksi kita. Herbig menduga bahwa bintang-bintang ini, yang kemudian dinamakan menurut namanya, seharusnya masih terbenam di dalam materi dari mana mereka tercipta, di dalam daerah pembentukan bintang yang terdiri atas awan gas dan debu (lihat Gambar 2). Oleh karena bintang-bintang ini masih sangat muda, maka sifat-sifat objek-objek Herbig ini seharusnya sepadan dengan bintang T Tauri yang pada saat itu sudah disepakati sebagai bintang muda yang kurang masif dan tak stabil. Herbig menerbitkan daftar 26 bintang panas yang menurut pandangannya masih berada dalam tahap perkembangan prastabil. Belajar dari penelitian bintang-bintang T Tauri, ia meramalkan bahwa bintang-bintang dalam daftarnya akan menunjukkan variasi besar terkadang pada kecerlangannya, terkadang pada profil garis spektrumnya, dan seringkali kedua-duanya pada saat yang bersamaan. Lebih lanjut bintang-bintang ini, karena atmosfer mereka yang sangat ekstensif, akan memiliki garis-garis emisi dalam spektrum mereka.

Pertanyaannya, mengapa demikian penting untuk mempelajari bintang-bintang muda yang panas dan masif? Untuk pertanyaan ini kita dapat memberikan beberapa jawaban berikut ini! Astrofisika dewasa ini bertujuan antara lain untuk memahami bagaimana bintang dapat terbentuk dari gas dan debu dan berkembang lebih lanjut menuju keadaan stabil pada apa yang disebut dengan deret utama. Pada diagram ini, yang memberikan hubungan antara kecerlangan dan temperatur bintang-bintang, terdapat objek-objek yang di bagian terdalam mereka dapat dibangkitkan energi nuklir yang mampu menahan kontraksi dari lapisan-lapisan terluarnya. Sebelum keadaan ini dicapai, sebuah bintang berada dalam tahap yang dinamakan tahap kontraksi. Energi yang dipancarkan bintang tersebut berasal energi potensial yang dibebaskan dari pengempisan lapisan terluarnya.

Gambar 3: Garis lahir (birthline) adalah tempat berkumpulnya bintang-bintang yang baru terlahir, dari berbagai massa, ketika mereka untuk pertama kalinya dapat diamati. Catatan penerjemah: Hoofdreeks: Deret Utama, Zon: Matahari, Lichtkracht: Luminositas, Temperatuur: Temperatur.

3. Tahap kontraksi

Tahap kontraksi dalam evolusi bintang dengan massa lebih kecil atau sama dengan massa matahari, yaitu bintang T Tauri, telah lama dipelajari. Astronom Jepang Hayashi adalah orang pertama yang mengajukan mekanisme yang tepat. Dalam tahap kontraksi Hayashi ini diduga bintang berada dalam kondisi konvektif sempurna, dan tidak memiliki massa yang cukup di bagian intinya untuk dapat membangkitkan energi nuklir melalui pembakaran Hidrogen.

Usaha pertama untuk memahami tahap kontraksi Bintang Herbig dilakukan oleh Larson. Hasil yang diperoleh cenderung kualitatif, namun segera nampak bahwa secara kuantitatif hasil tersebut tidak berkecocokan dengan pengamatan. Ini tampak jelas dalam penyederhanaan yang telah dilakukan Larson dalam perhitungannya. Baru-baru ini studi evolusi bintang Herbig Ae/Be kembali dilakukan oleh Palla dan Stahler. Mereka telah menghitung apa yang disebut garis lahir teoritis. Garis lahir (lihat Gambar 3) adalah lokasi bintang-bintang di deret utama, ketika dalam evolusinya menuju keadaan stabil untuk pertama kalinya dapat diamati. Dengan demikian setelah materi pralahir, yang melingkupi bintang dan dari mana bintang terbentuk, cukup tipis sehingga cahaya bintang dapat mencapai Bumi. Lokasi garis ini—yang bergantung pada bentuk geometri dari akresi dan laju akresi materi ke protobintang—relatif terhadap deret utama, penting untuk menguji teori pada pengamatan objek-objek Herbig. Dalam teori Palla-Stahler, pembakaran Deuterium memegang peranan penting.

4. Bintang-bintang pra-deret utama

Jelaslah bahwa bintang dengan massa antara 2 dan 10 kali massa matahari, yang masih berada dalam tahap kontraksi, haruslah masih berupa bintang pra-deret utama. Namun dapatkah kita membuktikan bahwa mereka belum tiba di deret utama? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus menunjukkan bahwa luminositas bintang-bintang ini terlalu tinggi untuk kelas spektrum mereka. Dengan mengetahui kecerlangan, ekstingsi latar depan dan jarak mereka kita pada prinsipnya dapat menghitung luminositas sebuah bintang. Apabila kelas spektrumnya (sebuah indikator temperatur sebuah bintang) dapat diketahui, dengan demikian kita menentukan menentukan posisinya pada diagram Hertzsprung-Russell relatif terhadap deret utama. Namun persoalan terbesar adalah bahwa jarak sebuah bintang tidak dapat ditentukan dengan baik.

Adalah Strom yang pada pertengahan tahun 1970an berhasil menggunakan cara lain untuk memperkirakan luminositas sebuah bintang Herbig. Ia memanfaatkan fakta bahwa profil garis-garis Hidrogen berhubungan dengan konstanta gravitasi sebuah bintang. Pengukurannya yang teliti menunjukkan bahwa bintang-bintang pra-deret utama yang dipelajarinya adalah bintang raksasa, dan dengan demikian memiliki luminositas yang terlalu besar untuk kelas spektrum tertentu.

Sebagaimana terlebih dahulu dikatakan, penentuan jarak bintang-bintang Herbig dengan menggunakan metode-metode yang telah dikenal tidaklah cukup teliti untuk dapat mengetahui posisi mereka pada diagram Hertzsprung-Russell. Kita dengan demikian berharap banyak pada data Hipparcos yang akan dirilis kemungkinan pada tahun 1996. Termasuk dalam program pengamatan wahana antariksa tersebut adalah pengamatan 42 bintang Herbig Ae/Be. Hipparcos adalah sebuah satelit yang diluncurkan pada tahun 1989, yang tugasnya antara lain adalah untuk mengukur paralaks bintang dengan ketelitian 10 kali dari yang dapat dicapai teleskop landas Bumi. Segera setelah jaraknya diketahui maka seseorang pada prinsipnya dapat menentukan luminositas sebuah bintang dengan menggunakan pengukuran kecerlangan dan warna, di mana pengetahuan akan kelas spektrumnya juga dibutuhkan.

5. Variabilitas tak beraturan

Salah satu karakteristik menonjol dari Bintang Herbig adalah variabilitas mereka, baik fotometrik maupun spektroskopik. Perubahan ini sangat tidak teratur dan tidak dapat diramalkan, akibatnya seseorang tidak dapat meneliti penyebab dari variabilitas ini. Seringkali hasil yang diperoleh orang dari pengamatan didasarkan hanya pada keberuntungan belaka.

Satu-satunya cara mengatasi kesulitan ini adalah dengan mengorganisir kerjasama internasional yang luas, di mana apabila sebuah bintang tertentu menampakkan gejala yang menarik, maka dapat segera diamati dengan segala metode pengamatan yang ada (dari ultraviolet hingga daerah panjang gelombang radio). Akan tetapi pengorganisasian program pengamatan semacam ini tidaklah sederhana dan membutuhkan banyak waktu.

6. Variasi kecerlangan

Dari kenyataan bahwa sebagian besar bintang Herbig Ae/Be memiliki garis-garis spektrum, nampak bahwa bintang-bintang ini pasti memiliki atmosfer yang sangat ekstensif. Sebelumnya orang menduga bahwa materi di sekitar bintang ini terdistribusi secara sferis, terutama apabila penyederhanaan tersebut memudahkan perhitungan matematis. Berkali-kali pengamatan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bawa materi atmosfer haruslah terdistribusi seperti cakram.

Baca juga:  Foto Gerhana Matahari Total dari Maitland Downs

Sebagian besar dari bintang Herbig tidak bervariasi secara hebat. Meskipun mereka bernama bintang variabel namun berubahan kecerlangan mereka paling tinggi hanya 0.2 magnitudo. Di samping “bintang tenang” ini terdapat sekitar 25% yang perubahan kecerlangannya sangat kuat (sampai sekitar 3 magnitudo) dan sangat tidak teratur, serta berubah warna; inilah yang dinamakan “bintang keras”. Untuk menjelaskan kerasnya perubahan ini, diduga bahwa bintang-bintang ini diamati tampak samping (edge-on) dari Bumi, i.e. kita mengamati mengamati bintang pusat kurang-lebih menembus cakram materi (lihat Gambar 4). Di satu sisi, pada bintang tenang piringan tersebut terorientasi tampak kutub (pole-on); kita melihat piringan tersebut dari atas, dari arah kutub. Tentunya terdapat juga orientasi di antara keduanya. Orientasi piringan tersebut tentunya memainkan peranan penting dalam menafsirkan perubahan warna dan kecerlangan yang diamati.

Gambar 4: Sebuah model piringan ceper sebuah bintang Herbig, sebagaimana diajukan oleh Carol Grady. Jika awan gas melingkupi bintang maka orang akan mendapati adanya perubahan besar dalam kecerlangan bintang pusat.

7. Sistem tampak samping

Di tahun 50an, dalam penelitian sistematis bintang variabel, orang sudah menjumpai bintang variabel yang berubah keras secara tak beraturan. Pada waktu itu mereka hanya dipandang sebagai suatu keganjilan belaka, karena orang tidak tahu bagaimana menafsirkannya. Kelompok sampingan ini kemudian terdiri atas, sebagaimana kemudian tampak, bintang-bintang Herbig Ae/Be dan T Tauri, dan juga bintang dari kelas tak dikenal. Sudah semenjak itu orang meyakini bahwa kerasnya variabilitas tersebut disebabkan oleh awan debu yang mengitari bintang pusat. Orang belum menduga bahwa materi dari atmosfer bintang tersebut terdistribusi membentuk piringan.

Distribusi piringan ini baru disepakati setelah berbagai pengamatan fotometrik, pengukuran plat-plat foto, dan spektroskopik selama bertahun-tahun. Pengamatan serempak dalam sistem fotometri Strömgren, dilaksanakan oleh kelompok kerja internasional bernama “ESO Long Term Photometry of Variables” (kelompok ESO-LPTV), telah menunjukkan antara lain bahwa seperempat dari bintang-bintang Herbig harus berorientasi tampak samping. Apabila digambarkan pada diagram magnitudo-warna, magnitudo dan indeks warna bintang-bintang ini menampilkan distribusi yang mencolok, yang nampak seperti “tongkat hoki”. “Pembalikan warna” ini populer disebut “efek pembiruan”.

Gambar 5: Diagram magnitudo-warna dari sebuah system yang hampir tampak-samping. “Efek pembiruan” tidak terjadi di sini.

Pada umumnya sistem tampak samping warnanya memerah seiring dengan meredupnya kecerlangan mereka (lihat Gambar 5). Namun beberapa dari sistem ini menjadi lebih biru apabila kecerlangan mereka telah mencapai kecerlangan tertentu (yang lebih lemah) (lihat Gambar 6). Efek pembiruan ini dapat dijelaskan dengan baik apabila orang menganggap bahwa peredupan kecerlangan ini adalah akibat dari penyelubungan oleh awan debu. Dengan demikian cahaya yang memancar dari bintang demikian terredupkan, sehingga cahaya biru, melalui hamburan oleh partikel debu, dapat diamati

Jika penafsiran ini benar, maka cahaya mereka seharusnya terpolarisasi dengan kuat. Pengamatan fotometri-polarimetri serempak memang telah menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara peningkatan dan peredupan kecerlangan polarisasi linear. Dengan adanya penurunan kecerlangan sebesar 2.5 magnitudo orang telah mengamati, contohnya pada bintang UX Ori, adanya peningkatan polarisasi linear sebesar 6.5% (lihat Gambar 7).

Penelaahan lebih lanjut dari kurva cahaya sebuah sistem tampak-samping memberikan hasil menarik lainnya. Perubahan kecerlangan dapat berlangsung terkadang beberapa hari, terkadang beberapa minggu. Penampakan dari sebuah perubahan kecerlangan ini tak dapat diramalkan, begitu pula dengan besarnya perubahan itu sendiri. Tampak jelas bahwa setelah melihat penyelubungan bintang pusat oleh berbagai awan gas, yang satu lebih tembus pandang dari yang lain. Seringkali penurunan kecerlangan yang terjadi lebih curam daripada perubahan dari cahaya minimum ke maksimum. Ini bagaikan awan gas tersebut bewujud seperti komet. Apabila “kepala” yang padat dari awan tersebut menyelubungi bintang, kecerlangannya menurun tajam, sementara apabila “ekor” yang kurang padat menyelubungi bintang, kecerlangannya kembali meningkat, namun dalam waktu yang lebih lambat dari penurunannya.

Gambar 6: “Efek pembiruan” dalam diagram magnitudo-warna dari sebuah sistem yang tampak-samping sempurna.
Gambar 7: Korelasi antara peningkatan dan peredupan kecerlangan polarisasi linear pada bintang UX Ori.

8. Piringan protoplanet

Kita dapat bertanya seberapa besar massa awan penggerhana ini. Untuk memperkirakan massa awan debu ini kita dapat menggunakan formula Chandrasekhar untuk massa kritis, yaitu massa minimum di mana sebuah awan debu masih dapat stabil di bawah pengaruh gaya pasang dari bintang pusat. Nampaknya massa kritis dari awan debu, yang mengitari bintang pusat, memiliki orde magnitudo yang sama dengan massa seluruh planet di tata surya kita. Lebih lanjut, dari pengamatan inframerah kita dapat memperkirakan jarak antara bintang pusat dengan awan debu tersebut. Jarak ini juga nampak kurang-lebih sama dengan jarak planet-planet di tata surya kita. Dengan demikian ada petunjuk yang jelas bahwa awan debu dalam tahapan yang lebih lanjut akan memampatkan diri menjadi objek-objek yang menyerupai planet. Piringan yang melingkupi bintang-bintang Herbig dengan demikian dinamakan juga piringan protoplanet.

Dengan komentar ini, maka saya mengakhiri pidato saya. Waktu sayangnya tidak cukup bagi saya untuk membicarakan karakteristik spektroskopik, inframerah, dan radio dari bintang-bintang HAEBE. Saya memfokuskan diri pada pertanyaan apakah ada planet di seputar bintang-bintang muda. Saya tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan, namun saya berharap Anda tetap tertarik pada persoalan ini.

Saya berharap saya tidak membingungkan Anda. Jika ini yang terjadi, saya mohon maaf. Lagipula ini adalah kuliah perpisahan saya yang pertama.

Sebagai penutup saya ingin berterimakasih sebesarnya kepada Eric Kuulkers, yang telah membantu saya mengorganisir menyelenggarakan kuliah perpisahan ini.

Saya juga berterimakasih kepada istri saya Helga, yang selalu mendampingi saya dengan ucapan dan perbuatan.

Banyak dari Anda yang bertanya kepada saya, apa yang akan saya kerjakan setelah saya berubah status dari guru besar biasa menjadi guru besar emeritus. Jawaban atas pertanyaan itu adalah sebagai berikut: Selama kesehatan saya masih mengijinkan dan selama saya masih berguna bagi Institut Astronomi, Ilmu Pengetahuan pada umumnya dan Astronomi pada khususnya, saya dengan senang hati akan melanjutkan penelitian saya.

Saya dengan demikian masih akan terus bekerja!

Sampai kapan? Akan kita lihat nanti.

Terima kasih atas perhatian Anda.


Melalui lebih banyak penelahaan observasional
kita berusaha menyingkap perlahan-lahan
tabir yang menyelubungi
bintang-bintang Herbig Ae/Be yang misterius

Terima kasih banyak saya ucapkan kepada Ibu Moesman atas ilustrasi cantik yang telah dibuatkan untuk saya; kepada Bpk. Schipper dari Percetakan CWI atas pencetakan buku ini; kepada Bpk. Knebel dan Ibu Logschies dari Kantor Pedel dan Bpk. Dielen dari Stichting Mensa Academica atas pengorganisasian teknis ceramah perpisahan saya.

Avatar photo

Tri L. Astraatmadja

Astronom, bekerja sebagai peneliti postdoktoral di Space Telescope Science Institute (STScI), di kota Baltimore, Maryland, Amerika Serikat.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini